Rita Jadi Tersangka KPK, Kandidat Gubernur Kaltim Lain Was-was, Ada Apa Ya?
Kehadiran penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kaltim membuat sejumlah kandidat bakal calon gubernur (cagub) Kaltim
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA -- Kehadiran penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kaltim membuat sejumlah kandidat bakal calon gubernur (cagub) Kaltim ikut was was.
Seminggu belakangan ini, penyidik KPK menggeledah kantor dan ruangan di lingkungan Pemkab Kutai Kartanegara menyusul ditetapkannya Bupati Rita Widyasari sebagai tersangka dugaan gratifikasi.
Selain Rita, KPK juga menetapkan Dirut PT Sawit Golden Prima Heri Susanto Gun dan Khairuddin, Komisaris PT Media Bangun Bersama.
KPK juga tengah menelusuri dugaan keterlibatan tim 11 yang disebut-sebut turut andil menerapkan kebijakan Bupati Kukar. Tim 11 yang disebut-sebut diduga terlibat, antara lain, Fajri Tridlaksana, Sarkowi V Zahry, Abrianto Amin, Dedi Sudarya, Erwinsyah, Awang Yacoub, Abdul Rasyid, Surinsyah dan Junaidi (ditendang oleh tim 11).
Terakhir M Iskandar yang lebih dulu meninggal akibat kecelakaan jembatan runtuh pada 26 November 2011 lalu.
Belakangan beredar informasi, KPK juga menyasar ke Samarinda dan Balikpapan. Target yang dikeker, beberapa proyek, kebijakan atau kepatutan/kepantasan dari penguasa di daerah itu.
Telepon (ponsel) tim 11 dan sejumlah kandidat bakal cagub Kaltim mulai sulit dihubungi. Bahkan tidak bisa lagi ditelepon.
Menurut sumber yang enggan disebutkan, tim 11 tetap melakukan komunikasi via ponsel. Hanya saja, selalu berganti nomor.
Ketua DPW PPP Provinsi Kaltim Rusman Ya'qub mengatakan, jika informasi itu menjadi kenyataan, dipastikan pejabat dan kandidat bakal cagub dan cawagub akan was-was alias ketakutan.
"Ya kalau begitu, nanti nggak ada maju. Ujung-ujungnya kan orang takut. Kalau begini, nggak bisa calon tunggal," kata Rusman Ya'qub kepada Tribun, Selasa (3/10/2017).
Senada juga dikatakan Ketua DPD PDI Perjungan Kaltim Dody Rondonuwu. Saat ini kandidat yang sudah resmi menyatakan maju di Pilgub Kaltim, was-was sejak KPK masuk Kaltim. "Ngeri-ngeri nekat kali ya (kandidat)," kata Dody.
Para kandidat yang sudah telanjur menyatakan maju Pilgub Kaltim dan sudah mendaftar ke partai politik, sulit melakukan komunikasi politik, terutama menyangkut deal-deal politik. Situasi tidak kondusif untuk melakukan komunikasi politik dengan tujuan tawar menawar ataupun negosiasi ke partai.
"Setelah Rita ditetapkan tersangka oleh KPK, membuat was-was bagi kandidat lain. Jadi kalau yang terindikasi," ujar Lutfi Wahyudi, pengamat politik Unmul Samarinda memberikan pendapatnya terkaitnya situasi politik di Kaltim pasca KPK menetapkan Bupati Kukar sebagai tersangka.
Menurut dia, ketakutan atau kekhawatiran para kandidat terseret masalah hukum oleh KPK, karena kandidat sebagai pemegang kebijakan di daerahnya masing-masing.
"Saya ilustrasikan saja. Seperti razia motor. Kalau tidak dilengkapi surat, itu akan deg-degan dulu. Dia bawa STNK atau SIM. Nah kalau kemudian KPK menjelajah sampai ke daerah-daerah yang ada pilkada, itu pasti akan merasa was-was. Kalau ada indikasi ataupun kesalahan kebijakan yang melawan hukum si kandidat was-was," tuturnya.
Kalaupun tidak ada kebijakan yang melawan hukum, lanjut Lutfi, atau kandidat terindikasi, paling tidak juga merasakan dag dig dug saat KPK masih bekerja di Kaltim.
Seperti berita yang beredar, KPK menyasar Samarinda. Kabarnya sempat menggeledah KSOP Samarinda dan beberapa proyek di Samarinda.
Sekretaris DPD Partai Demokrat Edy Russani mengatakan, kabar KPK menyasar ke Samarinda sempat dikonfirmasi ke Walikota Samarinda Syaharie Jaang. "Iya mas waktu itu ada juga media tanya ke beliau (pak Jaang)," jawab Edy yang sedang rapat verifikasi di DPP Partai Demokrat.
Yakin KPK Profesional
Bupati Penajam Paser Utara Yusran Aspar yang juga kandidat bakal calon gubernur Kaltim tidak mempermasalahkan adanya tim KPK yang melakukan pemeriksaan di Kabupaten Kartanegara. Ia yakin KPK bekerja secara profesional dan bukan untuk mencari-cari kesalahan.
Menurutnya, sejauh kepala daerah tidak melakukan kesalahan hal itu tidak akan menjadi kasus hukum. "Memang sih tidak ada manusia yang sempurna," katanya. Yusran mengaku selama menjadi Bupati PPU tidak merasa pernah melakukan kebijakan yang melanggar hukum.
Ia mengistilahkan bila satu gigitan nyamuk selalu digaruk-garuk akhirnya akan menjadi koreng atau luka, namun saat gigitan nyamuk diolesi minyak putih maka akan sembuh. Bagaimana dengan adanya kekhawatirkan para calon gubernur akan menjadi bidikan KPK, Yusran mengatakan, dirinya tidak khawatir karena merasa tidak berbuat kesalahan.
"Tapi memang kalau sudah dibidik KPK pasti kena. Tapi saya yakin KPK bekerja secara profesional kok," ujarnya. Kasus hukum bisa menjerat kepala daerah, sekalipun kepala daerah tersebut tak melakukannya.
Sementara Wakil Walikota Samarinda Nusyirwan Ismail, mengatakan banyak faktor yang bisa membuat pejabat, terbelit kasus hukum. Sepekan terakhir, KPK berada di Kukar melakukan penggeledahan dan pemeriksaan terkait dugaan kasus suap dan gratifikasi yang membelit Bupati Kukar Rita Widyasari.
Informasi yang berkembang, KPK sedang berupaya membersihkan Kaltim dari tindak pidana korupsi. Jeratan hukum, kata Nusyirwan, bisa berasal dari mana saja. Terutama dari orang-orang dekat pejabat itu sendiri.
Melihat banyaknya pejabat publik yang terbelit kasus hukum, Nusyirwan mengaku, selalu bersikap waspada. Terutama, kepada anggota dan jajarannya di Pemkot Samarinda, sendiri.
"Kami waspada dengan anggota kami sendiri. Kadang ada anggota yang menjual nama kami. Nama atasan. Itu bisa terjadi di perizinan. Atau kadang-kadang calo yang melakukan itu, bukan pegawai," ungkap Nusyirwan.
Godaan suap dan gratifikasi juga bisa datang dari pengusaha yang mengurus izin usaha, namun tidak bisa melengkapi persyaratan. "Ada juga yang minta izin tapi tidak memenuhi syarat. Itu juga yang sering menggoda. Jadi kita bekerja harus cepat dan akurat dan terkoordinasi," katanya lagi.
Hal inilah, lanjut Nusyirwan, yang mendorong Pemkot Samarinda melakukan transparansi di bidang perizinan sehingga memerkecil celah terjadinya transaksi. Meski demikian, Nusyirwan mengakui, godaan gratifikasi dan suap masih tinggi. (bud/mir/rad)