Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

BNPB Terbangkan Drone Pantau Kawah Gunung Agung

Drone adalah salah satu teknologi baru yang paling menjanjikan dan ampuh untuk meningkatkan respon bencana.

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in BNPB Terbangkan Drone Pantau Kawah Gunung Agung
facebook
Asap ke luar dari kawah Gunung Agung 

TRIBUNNEWS.COM, BALI  - Aktivitas vulkanik Gunung Agung masih tinggi sehingga PVMBG masih menetapkan status Awas ( Level 4) sejak 22/9/2017 hingga saat ini.

Dorongan magma ke permukaan masih berlangsung sehingga muncul rekahan di kawah Gunung Agung.

Dari rekahan tersebut keluar asap putih bertekanan rendah dengan tinggi 50-200 meter.

Asap tersebut adalah proses uap air yang terpanaskan.

Secara visual belum terlihat tanda-tanda letusan Gunung Agung.

Radius berbahaya yang harus dikosongkan sesuai rekomendasi PVMBG adalah radius 9 kilometer dari puncak kawah dan 12 kilometer di sektor utara - timur laut dan sektor tenggara - selatan - barat daya.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyatakan, tidak adanya peralatan di puncak kawah menyebabkan tidak dapat diketahui kondisi visual secara terus menerus.

Berita Rekomendasi

Sementara itu puncak kawah berbahaya dan tidak boleh ada aktivitas masyarakat.

Baca: Politisi PDI-P Diah Pitaloka Berharap Kemensos dan BNPB Bantu Korban Longsor di Pangandaran

Oleh karena untuk melakukan pemantauan puncak kawah dan lingkungan sekitar Gunung Agung, BNPB bersama PVMBG menerbangkan drone atau pesawat tanpa awak.

Kepala BNPB Willem Rampangilei menginisiasi penggunaan drone untuk memantau kawah Gunung Agung.

“Kita harus kerahkan drone yang memiliki spesifikasi khusus terbang tinggi yang mampu mendokumentasikan semua fenomena di kawah. Tanpa drone kita tidak tahu apa yang terjadi. Citra satelit tidak dapat setiap saat memantau perkembangan kawah. Oleh karena itu, drone menjadi pilihan yang terbaik. Aman, efektif dan update,” kata Willem.

BNPB mengerahkan 5 unit drone dengan spesifikasi berbeda.

Tiga  unit drone fixed wing yaitu Koax 3:0, Tawon 1.8 dan Mavic, sedangkan 2 unit drone jenis rotary wing adalah multi rotor M600 dan Dji Phantom.

Mengingat tinggi Gunung Agung sekitar 10.400 kaki maka diperlukan drone yang memiliki kemampuan terbang tinggi.

Tidak banyak drone yang memiliki kemampuan terbang tinggi.

Rata-rata drone didesain terbang pada ketinggian 7.000 kaki sehingga saat diperlukan untuk terbang tinggi tidak banyak yang tersedia. 

Baca: Harddisk untuk Drone dan PS4 Besutan Seagate Bisa Dipesan di Indonesia

Drone Koax 3:0 dan Tawon 1.8 memiliki kemampuan terbang hingga 13.000 kaki dan mesin menggunakan baham bakar ethanol agar dapat terbang tinggi.

Drone rotary wing digunakan mampu terbang ketinggian 500 meter untuk memetakan permukiman dan alur-alur sungai.

Untuk mendukung semua itu digunakan Ground Control Station yang mobile.

Persiapan terbang telah dilakukan pada Rabu (11/10/2017). Flight plan dan ujicoba terbang telah dilakukan hari ini dari landas pacu di Kubu.

Siang tadi flight plan terbang berputar Gunung Agung sampai ketinggian 11.500 kaki telah dilakukan menggunakan drone jenis Tawon 1.8.

Namun saat drone terbang diketinggian 6.000 kaki, kamera mengalami masalah maka drone kembali ke landasan.

Pesawat normal dan mampu terbang tetapi adanya risiko blind flight di gunung maka penerbangan tidak dilanjutkan.

Rencana misi penerbangan akan dilakukan besok Kamis pagi (12/10/2017) dari Kubu. 

Baca: Gubernur Bali Koreksi Jumlah Pengungsi Gunung Agung

Penggunaan drone untuk penanggulangan bencana bukanlah hal yang baru.

Untuk kebutuhan kaji cepat yang efektif, drone sangat bermanfaat.

Keluwesan terbang drone, baik vertikal maupun horizontal dalam jangkauan tertentu, serta kemampuan mengambil gambar dari ketinggian tertentu, drone telah menawarkan gambar atau landscape berbeda dalam melihat peristiwa bencana. 

Beberapa kali BNPB bersama Lapan, BIG, BPPT, TNI, Basarnas, BPBD dan relawan menerbangkan drone untuk penanganan bencana seperti dalam penanganan letusan Gunung Sinabung, Gunung Kelud, banjir Jakarta, longsor Ponorogo, longsor Banjarnegara dan lainnya. 

Sebuah studi yang dilakukan Palang Merah Amerika menyebutkan bahwa drone adalah salah satu teknologi baru yang paling menjanjikan dan ampuh untuk meningkatkan respon bencana.

Bahkan saat ini, drone banyak juga digunakan oleh media massa dalam peliputan bencana karena drone memiliki potensi yang besar dalam menyiarkan berita kepada publik.

Mereka dapat menggunakan perangkat ini untuk melaporkan berita dari berbagai perspektif. 

Gambar dan video yang dihasilkan dari drone menjadi sumber informasi yang penting bagi pemerintah selaku pemegang keputusan, dan juga bagi masyarakat dalam angka memberikan informasi, edukasi,dan menumbuhkan kesiapsiagaan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas