Kisah Tukang Rongsokan 11 Tahun Merawat Anaknya yang Tergolek di Kasur
Pasangan suami istri, Daminah (48) dan Siswanto (53) merupakan sosok orangtua yang sangat penyabar.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, MADIUN - Pasangan suami istri, Daminah (48) dan Siswanto (53) merupakan sosok orangtua yang sangat penyabar.
Dengan penuh kasih sayang, keduanya merawat putra ketiga mereka Nur Roqhim (12) yang mengidap hidrosefalus selama 11 tahun.
Daminah menceritakan, putra ya Nur Roqhim terkena hidrosefalus ketika berusia satu setengah tahun.
Padahal, awalnya putra ketiganya itu lahir dengan normal.
"Ketika berusia satu setengah tahun, awalnya sakit panas kemudian kejang-kejang. Lalu saya bawa ke rumah sakit," kata ibu tiga anak ini saat ditemui di rumahnya, di RT 26 RW 4, Dukuh Peranti Desa Klumutan, Kecamatan Saradan, Selasa (17/10/2017) siang.
Pada saat itu, ia segera membawa anaknya yang sakit ke rumah sakit dr Soedono Kota Madiun.
Putranya dirawat selama 40 hari, namun kondisinya masih tak sadarkan diri dan tak kunjung membaik.
Tidak ada perkembangan, akhirnya ia membawa Nur Roqhim pulang dan dirawat di rumah.
Selama tiga bulan dirawat di rumah, putranya yang lahir pada 24 Maret 2005 itu masih tak sadarkan diri.
Selama tiga bulan, ia menyuapi anaknya dengan susu melalui selang yang dimasukan ke dalam hidung.
Hingga suatu hari, anaknya sadar ketika ia suapi dengan air hangat.
Selama tiga bulan, ia menyuapi anaknya dengan susu melalui selang yang dimasukan ke dalam hidung.
Hingga suatu hari, anaknya sadar ketika ia suapi dengan air hangat.
"Saya kasih air hangat di mulutnya tiba-tiba sadar," katanya.
Selanjutnya, ia mencoba membawa anaknya ke rumah sakit di Surabaya.
Namun, dokter mengatakan anaknya sudah tidak dapat dioperasi karena otaknya teramat kecil.
"Kata dokter otaknya terlalu kecil, jadi tidak bisa dioperasi," jelasnya.
Daminah menuturkan, sejak itulah kepala anaknya membesar. Sedangkan, tubuh, kaki, serta tangannya tampak kurus mengecil hingga tinggal kulit dan tulang.
Kini, Nur Roqhim hanya bisa berbaring di atas kasur, tidak bisa bermain seperti anak seusianya. Kaki dan tangannya tidak dapat digerakkan.
Nur Roqhim juga tidak dapat melihat dan berbicara. Ia hanya bisa menangis ketika meminta sesuatu.
"Cuma bisa menangis. Kadang-kadang juga tertawa," kata Daminah.
Sehari-hari, Daminah tidak bekerja. Untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, tergantung pada penghasilan suaminya yang bekerja sebagai tukang rongsokan.
Dalam sehari, suaminya biasa mendapatkan Rp 30 ribu- Rp 50 ribu.
Besaran pendapatan suaminya tergantung pada barang rongsokan yang didapat hari itu.
"Suami saya jualan rongsokan. Palstik bekas, kertas, besi. Apa saja pokoknya yang laku dijual," katanya.
Saat ditemui di rumahnya, suaminya sedang tidak berada di rumah.
Daminah hanya tinggal berdua dengan Nur Roqhim.
Sedangkan dua anaknya yang lain, Didik Darwanfo (26) dan Lilis Nuryanti (23) sudah menikah dan tidak lagi tinggal serumah dengannya.
Tak ada perabot mewah di rumahnya. Di ruang tamu, hanya ada meja kecil dan kursi yang sudah rusak.
Di bagian tengah, terbentang tikar yang biasa dipakai untuk menidurkan anaknya pada siang hari.
Seluruh rangka rumahnya terbuat dari kayu. Sedangkan dindingnya terbuat dari triplek, dan bagian lantainya masih tanah.
Di bagian depan rumah, beberapa barang rongsokan digantung menggunakan tali rafia yang diikatkan di bambu penyangga genteng. Di sebelahnya berjejer beberapa sepeda bekas.
Daminah mengatakan, Nur Roqhim makan sebanyak dua kali, dan minum susu sekali setiap pagi.
Dengan penghasilan suaminya yang pas-pasan, terkadang ia harus berhutang ke saudaranya untuk mencukupi kebutuhan si kecil.
Sebulan sekali ia harus membeli kebutuhan si kecil, di antaranya susu, popok, dan juga tisu.
"Sebenarnya ya nggak cukup, harus beli pampers, susu, tisu. Kadang yang terpaksa ngutang," katanya.
Sebulan sekali, ia memeriksakan kondisi kesehatan anaknya ke rumah sakit Caruban.
Untuk biaya berobat semuanya sudah ditanggung menggunakan Kartu Indonesia Sehat (KIS)
Meski harus merawat anak yang tidak tumbuh sempurna setiap hari selama 12 tahun, Daminah ataupun suaminya tidak pernah mengeluh. Ia selalu merawat anaknya dengan penuh kasih sayang.
Daminah menceritakan, pada awalnya sempat ada beberapa orang yang mencibir keluarganya.
Namun, hal itu tak membuat kasih dan sayangnya terhadap putranya berkurang.
"Anak kayak gitu kok masih di rawat. Mbok dibiarkan mati saja," kata Daminah menirukan ucapan seseorang kepadanya waktu itu.
Daminah mengatakan, ketika awal mengetahui anaknya terkena hidrosefalus ia tak henti-hentinya menangis.
Namun, lama kelamaan akhirnya ia tersadar bahwa ia dan suaminya sedang mendapatkan ujian dari Tuhan.
"Ya Allah beri saya kesabaran. Merawat anak seperti ini. Saya terima dengan iklhas. Bapak dan anak saya juga bilang supaya saya sabar dan tidak mengeluh. Jangan pernah dibentak dan dimarahi," katanya sambil mengusap matanya yang tampak berkaca-kaca.
Ia hanya bisa berharap dan berdoa, kondisi anaknya bisa semakin membaik.
"Setiap hari saya berdoa supaya anak saya sembuh.Kalau nggak sembuh ya, saya serahkan semua kepada Allah," imbuhnya.