Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Odang Pertahankan Rumahnya dari Proyek Tol Soroja Sampai Jadi Gelandangan

Odang Syarif Hidayat ngotot mempertahankan rumahnya yang terkena proyek Tol Soreang-Pasir Koja (Soroja).

Editor: Sugiyarto
zoom-in Cerita Odang Pertahankan Rumahnya dari Proyek Tol Soroja Sampai Jadi Gelandangan
(TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)
Pekerja melakukan pengerjaan proyek Tol Soreang-Pasirkoja (Soroja) di kawasan Margaasih, Desa Gajahmekar, Kecamatan Kotawaringin, Kabupaten Bandung, Minggu (29/10/2017). Pengerjaan proyek tol ini terus dilakukan menjelang ujicoba kendaraan pada akhir Oktober. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ery Chandra

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Odang Syarif Hidayat ngotot mempertahankan rumahnya yang terkena proyek Tol Soreang-Pasir Koja (Soroja).

Warga Jalan Sangkanbetah, Desa Parung Serab, RT.3/14, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung berusia 58 tahun ini merupakan satu-satunya warga yang masih tinggal dan bertahan di wilayah tersebut dari total enam rumah di kawasan tersebut yang lahannya diganti rugi.

"Memang dibeli, cuma dibeli Rp. 315 ribu per meter. Rumah saya kena semua. Padahal saya waktu membangun dua lantai habisnya Rp. 350 juta selesai 2010," kata Odang Syarif Hidayat, saat ditemui Tribun, Jalan Sangkanbentah, Kampung Sangkanbentah RT.3/14, Kelurahan Parung Serab, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Sabtu (28/10/2017).

Odang mengatakan semua pemilik rumah warga yang dibeli untuk pembangunan proyek jalan tol Soroja itu hingga kini tidak mempunyai rumah.

"Makanya yang pindah di sini banyak jadi gelandangan. Semua yang menjual rumah tidak punya rumah sekarang. Habis dibayar tiga ratus lima belas ribu rupiah," ujar Odang.

Odang menuturkan sosialisasi ganti rugi rumahnya yang diperoleh olehnya seharga Rp.136.000.000 juta.

Berita Rekomendasi

Bahkan terdapat unsur paksaan saat pembebasan lahan yang dilakukan.

"Setengah dipaksa sebetulnya, dulu kesalahan kepala desa juga mengapa langsung respon. Padahal kalau desa yang lain seperti Kopo jauh dari kabupaten kenanya satu juta rupiah," ujarnya.

Odang mengatakan pada awalnya tidak setuju dan menolak harganya yang ditentukan karena faktor dekat dari Pemerintah Daerah (Pemda) harganya tidak sesuai.

Sehingga akhirnya kalah dan harga tetap seperti awalnya.

"Makanya yang dibongkar terakhir rumah saya yang belum dibongkar. Tetap saja kalah dan harganya segitu juga. Di atas 50 persen artinya setuju. Pintarnya dihitung secara mayoritas," kata dia.

Odang menuturkan pembangunan jalan tol Soroja merupakan pembangunan yang memakan waktu terlama.

Padahal jarak antara Soreang ke Pasir Koja hanya 10,57 kilometer.

"Masa tidak selesai dua tahun. Dulu target PON Jabar. Sekarang sudah mau 2018 belum juga. Tidak tau molor terus," ujarnya.

Odang mengatakan pembangunan jalan tol Soroja tersebut jelas mengakibatkan kerugian dari pembangunan itu.

Terbukti dengan akses jalan menuju ke kampungnya menjadi kian sulit.

"Bagaimana anak-anak mau menyeberang dan dibuat tangga jalan juga tidak. Kalau muter jalan jadi jauh. Mereka tidak sampai berpikir hingga jauh ke depan," ujar Odang.

Ia berharap, supaya pihak yang bertanggung jawab dapat memperhatikan kepada seluruh masyarakat diwilayah yang terkena dampak dari tol itu.

"Dulu sebelum ada pembangunan tol belum ada banjir. Sekarang baru hujan dua hari jadi banjir kerendam rumah. Kesini saja sampai apalagi dibawah sana," kata Odang. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas