Cerita Korban Penyanderaan: Tak Boleh Lagi Berkeliaran Mulai Jam 6 Sore, Listrik pun Dimatikan
Selama masa penyanderaan, para korban hampir tiap hari masih bisa berkomunikasi dengan keluarga menggunakan telepon selular (ponsel).
Editor: Dewi Agustina
"Dalam keseharian, mereka baik-baik sama para penambang. Mereka (kelompok separatis) bilang: 'Kami punya urusan dengan pemerintah, bukan dengan kalian," cerita Karen.
Seorang warga lainnya, Kasdam, mengatakan sebelum penyanderaan, situasi memanas setelah aparat menyisir sekitar lokasi penambangan.
Saat penyisiran itu, para penambang sudah tidak lagi bekerja.
"Kan takut, kalau ada baku tembak nanti ada peluru nyasar," ucapnya.
Selama masa penyanderaan, pikiran buruk sempat menghampiri. Ia sempat pesimistis bisa kembali ke tengah keluarga dalam waktu dekat.
Selama masa penyanderaan, para anggota KKSB rutin melakukan patroli--sehari tiga sampai empat kali--dengan menenteng senjata.
Ada yang menenteng senjata api laras panjang, sebagian membawa senjata tajam.
"Sempat terbersit pikiran buruk," akunya.
Setelah hampir sebulan mengalami penyanderaan, pada suatu pagi harapan kembali muncul. Sempat terdengar suara baku tembak, kemudian ia melihat banyak aparat sudah berada di atas perbukitan.
"Setelah itu, kita dievakuasi. Selama evakuasi, kita dibawa keluar dari wilayah Kembely dan Banti secara berkelompok. Tiap kelompok terdiri dari 10 orang, dan dikawal dua aparat," ujarnya.
Baca: Kasus Korupsi Tender Proyek Terjadi Lagi di Perfektur Chiba Jepang
Proses evakuasi, menurutnya, memang agak sulit. Sebab akses jalan menuju Mimika dirusak menggunakan alat berat oleh para anggota KKSB.
Seorang warga lainnya, Matias menambahkan, selama masa penyanderaan, warga sempat melihat para penyandera mengibarkan bendera Bintang Kejora, di atas bukit.
Lokasi penyanderaan berada di bawah bukit. Sementara, lokasi pengibaran bendera berada di Desa Tukini, yang berada di atas bukit.