Dialog, Solusi Untuk Pembebasan Lahan Bandara Kulon Progo
Namun demikian dia mengakui hingga saat ini, masih ada sekitar 20 an penduduk yang melakukan penolakan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Membuka dialog dengan Pemerintah dan Angkasa Pura I (AP I)dinilai sebagai solusi terbaik bagi warga yang masih mempertahankan lahannya di sekitar pembangunan Bandara kulon Progo.
"Karena ini menyangkut kepentingan publik dan pembangunannya juga sudah berjalan. Serta penangannya juga sudah memenuhi ketentuan, warga yang masih bersikeras menolak pembangunan bandara baru Yogyakarta Kulonprogo sebaiknya lebih mengedepankan dialog untuk menyampaikan hal hal yang dirasa kurang kepada pemerintah," kata Guru Besar Transportasi UGM yang juga tim ahli Gubernur DIY untuk percepatan pembangunan Provinsi DIY Danang Parikesit di Jakarta, Sabtu,(16/12/2017).
Baca: Ibu Muda Kaget Tiba-tiba ABG Ini Masuk Kamarnya dan Langsung Main Remas
Baca: Kata-kata Terakhir Sopir Go-Car Sebelum Dieksekusi Pembunuh Berdarah Dingin
Selanjutnya, kata dia, pemerintah pun jangan lagi berpaku kepada penanganan formal tapi harus bekerja lebih jauh dengan mengedepankan pendekatan aspek sosial dan kultural.
"Sekarang saya melihat apa yang dilakukan pemerintah semuanya sudah memenuhi aturan dan ketentuan.Mulai dari pembelian tanah,mekanisme pembayaran,sampai kepada penyediaan rumah.Bahkan pemerintah pun telah melakukan pelbagai langkah untuk memenuhi hak-hak penduduk, termasuk kelangsungan usaha dan kesempatan kerja. Gubernur Yogya dan Pemerintah Kulon Progo pun sudah banyak melakukan pendekatan,” papar dia.
Namun demikian dia mengakui hingga saat ini, masih ada sekitar 20 an penduduk yang melakukan penolakan. Disinilah, peran aktif pemerintah baik pemerintah pusat apakah itu Kemenhub,PT Angkasa Pura 1 ,Pemda DIY dan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo.
Sebaiknya, kata dia, jangan terlalu mengedepankan pendekatan formalistik semata. Dengan hanya berpaku kepada pembayaran ganti rugi, penyediaan rumah,lapangan kerja dan kesempatan usaha.
"Lakukanlah sosialisasi bahwa mereka yang telah rela melepas tanah rumah dan pindah rumah dari situ merupakan pahlawan pembangunan yang patut diapresiasi. Ini kali masalahnya, warga yang terkena pemindahan sebaiknya diapresiasi lebih jadikanlah mereka pahlawan pembangunan , bukan hitung hitungan atas berapa harga tanah dan berapa harga rumah saja, "paparnya lagi.
Konkritnya, Pemerintah Kulon Progo membuka Desk khusus yang akan menjembatani keperluan komunikasi antara pemerintah dan penduduk. Desk ini harus terdiri dari gugus tugas yang melibatkan semua potensi misalnya Dinas Tenaga Kerja, Kependudukan, Dinas Perdagangan.
"Desk ini membuka hotline langsung kepada penduduk. Hingga masyarakat pun bisa memanfaatkan hotline ini untuk menjawab dan mengatasi segala permasalahan yang menurut warga perlu penyelesaian holistik dan menyeluruh.Ini saya kira yang harus dilakukan," jelas Danang.
Kepada warga pun, lanjut Danang, pro aktif dan kooperatiflah, sampaikan apa yang menjadi ganjalan supaya segera dijadikan jalan keluar.
Selanjutnya kepada pemerintah dan pihak terkait hendaknya bekerjalah sesuai aturan dan ketentuan, janganlah mempersulit dan transparanlah. " Kita akui dalam penyelesaian soal teknislah seperti dalam pelayanan pembayaran dan administrasi yang kerap menimbulkan masalah di masyarakat.Hal ini harus dicegah, "ungkap dia.
Terpisah dosen infrastruktur dr ITB Harun Alrasyid mengungkapkan masih adanya warga yang menolak proses pembangunan Bandara Kulon Progo itu adalah persoalan di akar rumput.
"Ya kalau soal penggantian,kompensasi dan pembayaran sudah sesuai ketentuan y apalagi. Mungkin mereka tidak puas dengan harga, ya dicarikan akar masalahnya. Kenapa yang lain menerima, yang ini gak menerima. Disini juga dituntut ketegasan pemerintah, "tutur dia.
Harun Alrasyid setuju dalam hak penolakan sebagian warga itu mungkin ada aspek sosial dan kultural yang belum dipenuhi atau diabaikan. " Ya dialog lah, tapi bagaimanapun juga pemerintah harus tegas, " tegas dia.