Meski Preman, Bokser Selalu Peduli Kebersihan, Siapa Sangka Kini Dia jadi Juragan Sampah
Sampah-sampah yang dibuang di setiap sudut jembatan tol, hingga menumpuk dan menimbulkan bau yang mengganggu penciuman warga.
Editor: Ravianto
Bahkan sampah-sampah tersebut sampai hampir menutupi badan jalan, sehingga jalan tersebut sulit untuk dilewati.
"Pola saya awalnya karena melihat orang-orang yang enggak bisa jalan di sini. Kendaraan sampai sulit lewat karena orang buang sampah sudah kayak di TPA pakai motor asal lempar aja, sampai numpuk dan bau," tuturnya.
Baca: Tak Lazim Presiden Terlibat Langsung di Pilkada Serentak
Menurutnya kejadian tersebut sudah bertahun-tahun tidak bisa diatasi oleh pihak pemerintahan desa. Pemerintah setempat sempat peduli dengan mengadakan pengangkutan sekali hingga dua kali. Namun karena terbatasnya anggran akhirnya pihak desa juga sulit mengatasi sampah tersebut.
"Awalnya kiri-kanan sampah numpuk di beberapa titik, sepanjang puluhan meter dari mulai GOR (Gedung olah raga) hingga KUA (Kantor urusan agama). Sedikit-sedikit saya tegur, saya marahin orang-orang yang asal lempar dan asal buang seenaknya," tuturnya.
Berkat kepeduliannya, Bokser mulai tergerak untuk mengelola sampah yang tertumpuk di sekitar rumah dan bengkel kayunya. Bersama sang istri, Bokser mulai mengelola sampah-sampah tersebut, dengan cara memilah sampah orgnik dan anorganik. Bokser dan istrinya akhirnya menerima sampah-sampah pembuangan warga, dengan ditarik tarif seikhlasnya, sesuai dengan kuantitas sampah itu sendiri.
Baca: Giliran Kekasih Tessa Kaunang Laporkan Sandy Tumiwa ke Polisi atas Tuduhan Sering Menginap
"Niatnya karena ibadah itu dalam hati ikhlas saya mencari pekerjaan, perbuatan yang mendatangakan faedah, hikmah atau hasil berupa rezeki buat keluarga saya akhirnya saya mengelola sampah dengan istri," kata dia.
Bokser memanfaatkan sampah yang bisa didaur ulang seperti botol minuman plastik, kardus dan besi untuk dijual kembali, demi menghidupi kehidupan sehari-harinya. Sementara sampah-sampah organik seperti daun dan sisa-sisa makanan, dia dan istrinya bakar.
"Menurut saya vonis akhir sampah itu harus dibakar, didaurulang pun pada akhirnya tetap akan rusak dan jadi sampah. Contohnya plastik-plastik makanan yang dianyam dijadikan tas kalau rusak tetap jadi sampah. Kalau dibakar nantinya hasil bakaran mau dijadikan bahan batako atau pupuk kompos itu bisa," tuturnya.
Seiring berjalannya waktu kini Bokser mulai membangun fasilitas gudang pembakaran sampah yang dibangunnya 2 tahun lalu. Menyusul fasilitas lainnya termasuk mengkredit kendaraan kolbak untuk mengangkut sampah dari uang hasil pengelolaan sampah.
Baca: Apa Isi Bagasi Mobil Presiden Jokowi? Tengok Yuk
Kini Bokser juga sudah memiliki 15 karyawan yang membantu dirinya dalam menjalankan pengelolaan sampah di Cileunyi. Para pegawainya ini dua kali seminggu menarik sampah ke rumah-rumah warga di RW 15, menggunakan mobil, becak, roda, ketika sampai di lokasi baru dipilah dipisahkan organik dan anorganik.
"Sesuai dengan kesepakatan setiap kepala keluarga ditarik biaya Rp 20 per bulan. Walaupun pada kenyataannya banyak warga yang tidak bayar atau bayar semampunya mereka," katanya.