Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pedagang Nomaden, Mantan Guru di Bantul Bermimpi Bisa Dirikan Sanggar Seni

gus Indriyanto (46) warga Srandakan, Bantul yang kini bekerja menjadi seorang pedagang nomaden ini dulunya merupakan seorang guru.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Pedagang Nomaden, Mantan Guru di Bantul Bermimpi Bisa Dirikan Sanggar Seni
Tribun Jogja/ Noristera Pawestri
Agus saat menjajakan dagangannya berupa onderdil dan barang bekas 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Noristera Pawestri

TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - "Monggo Pak ditingali (Silakan Pak dilihat), lihat-lihat dulu boleh" ujar Agus Indriyanto kepada para pembeli yang lalu lalang dihadapannya sembari menawarkan dagangannya.

Sisa-sisa rasa lelah dan keringat tampak pada raut wajah lelaki paruh baya itu.

Agus Indriyanto (46) warga Srandakan, Bantul yang kini bekerja menjadi seorang pedagang nomaden ini dulunya merupakan seorang guru.

Agus menceritakan, dulu, dirinya merupakan seorang guru pengampu mata pelajaran seni rupa di SMAN 8 Yogyakarta.

Selama mengajar di SMA N 8 Yogyakarta, Agus bekerja keras sedemikian rupa untuk menggagas pameran seni Delayota Art agar acara tersebut selalu mengalami perkembangan tiap tahunnya.

Bahkan dirinya tak tanggung-tanggung dalam meberikan dukungan kepada Delayota Art, salah satunya dalam hal pendanaan secara suka rela untuk berkembangnya acara tersebut.

Berita Rekomendasi

Selain itu, Agus juga selalu menyemangati para siswa untuk bersama-sama memperjuangkan DelArt sebagai acara pameran seni rupa anak SMA pertama di Yogyakarta.

Namun Agus telah mengundurkan diri sebagai seorang guru seni rupa pada Bulan Juli 2017 silam karena beberapa alasan.

Selepas mengundurkan diri sebagai guru seni rupa, Agus memilih untuk bekerja sebagai seorang pedagang nomaden.

"Lepas jadi guru saya langsung memilih untuk berjualan onderdil dan menyewakan pemancingan anak-anak. Karena saya berpikir dengan berjualan itu kemungkinan bisa berkembang dan menjadi besar. Tapi ya sekarang ini terkendala dana buat modal," ujarnya, Jumat (9/2/2018)

Meski kini tak lagi menjadi seorang guru seni rupa, Agus mengaku berat rasanya ketika harus meninggalkan dunia seni, karena baginya kehilangan seni seperti kehilangan nyawa.

"Ibarat Ilang senine ilang nyowone (Ibarat hilang seninya hilang nyawanya). Meninggalkan seni seperti ada yang ilang dikehidupan. Tapi dengan perasaan seperti itu memacu saya untuk tetap membersarkan seni yang bermanfaat walaupun di lokasi dan tempat berbeda," tuturnya.

Ia mengaku tidak bisa lepas dari dunia seni lantaran dirinya sudah lama mengenyam dunia seni rupa.

Hingga saat ini, dirinya masih memiliki cita-cita untuk mendirikan sebuah sanggar seni yang nantinya bermanfaat untuk orang lain.

"Keinginan saya sampai sekarang tetap ingin membuat sanggar. Sanggar mengkhususkan untuk orang yang tidak mampu. Mendidik mereka sampai akhirnya karya seninya bisa mengghasillan uang," katanya.

Untuk mewujudkan mimpinya, Agus menyisihkan sedikit demi sedikit uang dari hasil dagangannya untuk membangun sanggar seni.

Ia menuturkan, dirinya tak bisa menyisihkan banyak uang dari pendapatannya, karena untuk memenuhi kebutuhan pendidikan ketiga anaknya saja ia mengaku masih kurang.

"Kalau untuk makan ya pas. Tapi untuk biaya pendidikan anak-anak saya masih kurang," paparnya ketika ditemui Tribunjogja.com

Namun dirinya masih memiliki cita-cita untuk merintis sanggar seni dari hasil jerih payahnya dan kecintaan dirinya terhadap dunia seni.

"Semoga harapan saya tercapai untuk menjadikan seni yang bisa bermanfaat untuk orang kecil," lanjutnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas