Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pria Penuh Keterbatasan Ini Tinggal Sendiri di Gubuk Bekas Kandang Babi

Slamet (63), warga NG II RT 22 RW 04, Notoprajan, Ngampilan, Kota Yogyakarta, harus menjalani kehidupan sehari-harinya dengan sejumlah keterbatasan.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Pria Penuh Keterbatasan Ini Tinggal Sendiri di Gubuk Bekas Kandang Babi
Tribun Jogja/ Pradito Rida Pertana
Slamet (63), warga NG II RT 22 RW 04, Notoprajan, Ngampilan, Kota Yogyakarta saat berada di kamarnya yang menjadi satu dengan ruangan perabot makan dan memasak sehari-hari 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Pradito Rida Pertana

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Slamet (63), warga NG II RT 22 RW 04, Notoprajan, Ngampilan, Kota Yogyakarta, harus menjalani kehidupan sehari-harinya dengan sejumlah keterbatasan.

Bertandang ke kediaman Slamet, Tribun Jogja dikejutkan dengan luas rumah yang dihuni oleh Slamet.

Rumah tersebut hanya terdiri dari dua ruangan yang dipisahkan oleh sekat yang terbuat dari triplek, dinding rumah tersebut juga masih terbuat dari anyaman bambu, bahkan sebagiannya nampak reyot seakan-akan hendak roboh.

Nampak pula dua tempat tidur dengan ketinggian berbeda di setiap ruangan tersebut.

Tak hanya tempat tidur, di satu ruangan yang berada menjorok ke dalam nampak pula perabot dapur berada di dekat tempat tidur yang sehari-harinya digunakan oleh Slamet untuk beristirahat.

Dikisahkannya, sebelumnya ia bertempat tinggal dengan istri dan anaknya di rumah mertuanya di daerah Gendingan.

Berita Rekomendasi

Namun seiring berjalannya waktu, istri Slamet mengalami stres dan kerap melukai dirinya, selain itu istrinya kabur dan tak kembali lagi ke rumah untuk berkumpul dengan keluarganya.

Setelah kejadian tersebut, Slamet lantas memutuskan untuk berpindah kediaman ke tempat kelahirannya di Notoprajan, Ngampilan, Kota Yogyakarta.

Ayah lima anak ini juga bercerita bahwa rumah yang ditempatinya saat ini sebelumnya merupakan kandang babi.

Namun, setelah diterpa banjir pada tahun 1984 kandang tersebut dialihfungsikan menjadi pemukiman warga hingga saat ini.

"Dulu tinggal sekeluarga, terus istri stres berat, sering ngamuk dan akhirnya kabur dari rumah. Sudah 15 tahun dia pergi, saya cari nggak ketemu dan sampai sekarang saya tidak tahu keberadaannya. Karena itu, tahun 2004 saya pindah ke sini, di bekas kandang babi seluas 3x7 meter ini dan hidup sama anak-anak saya," katanya saat ditemui di kediamannya, Kamis, (15/2/2018).

Pria beruban ini melanjutkan kisahnya, sebelumnya ia tinggal di rumah sederhana tersebut bersama dengan anak-anaknya.

Akan tetapi anak laki-laki pertamanya meninggal dunia karena sakit, setelah itu anak laki-laki keduanya mengalami kecelakaan di sekitaran pojok beteng dan berakhir dengan hilangnya nyawa anak keduanya.

Karena itu, saat ini hanya tersisa tiga anak perempuannya yang saat ini sudah menikah dan tak lagi hidup serumah dengannya.

Menurut Slamet, tinggal sendirian di rumah tak begitu mengenakkan, apalagi jika musih hujan melanda seperti saat ini.

Hal itu dikarenakan beberapa genting rumahnya bocor dan jika hujan turun membuat salah satu ruangannya basah.

meski demikian ia tetap berupaya untuk menjalani kehidupannya, ia juga bercerita bahwa di rumahnya tidak terdapat kamar mandi.

Untuk sekadar buang air kecil atau besar, Slamet harus menggunakan kamar mandi umum yang tersedia di sekitar rumahnya.

Dijelaskannya, anak-anaknya bukannya tidak mau mengajak dia untuk tinggal bersama, namun menurut Slamet keputusannya untuk hidup sendiri di rumah mungil tersebut dikarenakan ia sudah membeli tanah yang sebelumnya dijadikan kandang babi tersebut.

"Baru empat bulan lalu turun suratnya (tanah), dan setiap bulan saya mengangsur sekitar Rp400 ribu selama 4 tahun kepada Bank untuk melunasi rumah ini," tuturnya.

Perjalanan hidup Slamet berubah drastis usai jatuh di daerah Kauman saat berkendara dengan sepeda miliknya.

Hal itu bermula saat dia jatuh dari sepeda yang dikendarainya beberapa waktu lalu.

Kepalanya membentur sesuatu dan ketika telah sadar, Slamet sudah berada di Rumah Sakit.

Bukannya sembuh, ternyata penyakit yang dialami Slamet membuatnya tidak bisa bergerak bebas dan beraktivitas seperti sedia kala khususnya dalam mengais rezeki.

"Saya jatuhnya itu nggledak dan tidak sadar, sadar-sadar mau bangun kok susah. Ternyata syaraf saya kejepit, sudah diperiksakan ke Dokter juga tapi yang tetap seperti ini keadaannya."

"Mau jalan saja harus pelan dan pakai tongkat karena punggung saya sakit dan lutut kiri kalau dipakai jalan rasanya kaya terbakar, sudah 6 tahun saya seperti ini," ucapnya dengan lirih.

Meskipun menjalani kehidupan dengan kesendirian dan terkena penyakit yang belum kunjung sembuh, Slamet tetap mensyukurinya dan berharap bahwa penyakit yang dideritanya dapat sembuh.

Keinginannya itu bukan tanpa alasan. Menurutnya jika ia bisa sembuh dan dapat beraktivitas dengan normal, ia  tidak akan membebani orang lain dan dapat bekerja seperti sedia kala guna mencukupi kebutuhan hidupnya.

"Ya keinginannya dapat bantuan biar bisa hidup layak, tapi yang lebih saya inginkan bisa sehat dan bekerja lagi biar ada pemasukan. Kalau ada yang mau menerima kerja saya dengan kondisi seperti ini, saya siap bekerja," ujarnya.

"Selain itu, jika bisa sembuh saya akan mencari istri saya yang kabur belasan tahun lalu itu," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas