Tekat Bersama Melestarikan Ular, Komunitas di Yogya ini Rela Patungan untuk Membuat Penangkaran
keberadaan habitat ular saat ini terancam karena banyak jika masyarakat menemukan ular langsung mengambil tindakan dengan membinasakannya.
Editor: Sugiyarto
Laporan Reporter Tribun Jogja, Pradito Rida Pertana
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Ular, mendengar kata tersebut pastilah identik dengan bisa dan lilitan.
Tak urung, keberadaan habitat ular saat ini terancam karena banyak jika masyarakat menemukan ular langsung mengambil tindakan dengan membinasakannya.
Padahal, tak semua ular yang ditemukan masyarakat berpotensi mengancam dan sudah selayaknya sesama makhluk hidup saling menjaga keberadaannya satu sama lain.
Bertandang ke sebuah rumah yang berlokasi di Sanggrahan, Giwangan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Tribun Jogja disambut puluhan ular yang mendiami beberapa kandang berbentuk kotak.
Adapun kandang yang dimaksud ada yang terbuat dari kaca maupun yang dari kayu dengan kombinasi jaring besi di beberapa bagian kadang tersebut.
Adapun puluhan jenis ular tersebut berada di dalam dan luar rumah yang berukuran tak terlalu besar ini.
Sesekali nampak warga sekitar menghentikan langkahnya ketika melewati rumah tersebut.
Tak hanya orang dewasa, anak-anak pun tak ayal berkeinginan melihat ular atau memegang ular yang berada di rumah sederhana itu dengan antusias.
Guna mengetahui lebih jauh, Tribun Jogja bertemu dengan Riyanto (42), warga setempat yang kesehariannya merawat ular-ular tersebut dibantu teman-teman satu komunitasnya.
Diungkapkan pria bertopi ini, bahwa rumah yang berisi puluhan ular ini merupakan sebuah penangkaran dan pengobatan terhadap ular-ular baik ular liar maupun ular peliharaan milik orang-orang.
"Ada sekitar 20 jenis ular di sini, untuk jenisnya antara lain seperti, retic sanca retic molurus, yang berbisa juga ada. Awal-awal dulu ada 9-11 ekor ular dan sekarang ada sekitar 50 ekor ular," katanya saat ditemui di kediamannya.
Dilanjutkan Riyanto, ide awal membuat penangkaran ular tersebut muncul karena keprihatinannya akan habitat ular yang semakin sempit.
Bak gayung bersembut, keprihatinannya juga dirasakan oleh beberapa orang yang kerap ia temui saat memberikan edukasi mengenai ular.
Orang-orang tersebut ternyata juga memiliki hobi yang sama dengannya, yakni memelihara ular.
Karena hal itulah terbesit keinginan untuk membuat komunitas dalam nuansa kekeluargaan, dengan tujuan melindungi, menyediakan tempat dan merawat ular-ular milik anggota dan hasil tangkapan liar.
"Kami membuat penangkaran ini sejak 3-4 tahun lalu. Selain penangkaran, kita juga beri edukasi ke masyarakat, seperti cara menangkap ular dan penanganan pertama jika digigit."
"Kami juga kerap lakukan resque ke mana-mana, seperti menyembuhkan ular yang sakit dan membantu menangkap ular juga, pokoknya kalau ada panggilan kita siap," ujarnya.
Dilanjutkan Riyanto, ular hasil tangkapan di alam liar biasanya dipelihara oleh komunitasnya dan jika sudah sembuh akan dipelihara atau jika ada yang berminat memelihara akan dihibahkan.
Selain itu, apabila ada masyarakat yang ingin membelinya, komunitasnya juga mempersilakan.
Dimana hasil penjualan ular tersebut nantinya digunakan untuk menambah biaya pemeliharaan dan penyembuhan ular-ular tersebut.
Mengenai biaya untuk pemeliharaan ular yang berada di tempatnya bersumber dari patungan anggota dan sumbangan masyarakat sekitar.
"Susahnya ya dibiaya memberi makannya, kan seminggu harus sedia Rp 1-1,5 juta. Tapi alhamdulillah ada dari kelompok yang menyumbang makanan ular seperti ayam, masyarakat juga kerap ada yang memberi."
"Ular yang besar 4-6 ekor ayam biasanya yang kecil 2-3 ekor ayam. Biasanya 2-3 minggu untuk memberi makannya," ucapnya.
Menurut Riyanto, ada suka dan duka dalam upaya memelihara puluhan ular tersebut.
Terutama dalam menjinakkan ular tangkapan dari alam liar yang notabennya masih memiliki naluri alam liar.
Diakuinya, saat ini habitat ular memang lambat laun mulai terkikis karena banyaknya perburuan dan beberapa orang kerap menjadikan ular sebagai olahan makanan.
"Jika menjinakkan tak bisa beberapa hari, kuncinya sabar dan harus sering dipegang dulu biar bisa adaptasi dengan lingkungannya."
"Sekarang kalau orang nemu ular langsung dibunuh dan dipotong-potong, jangan seperti itu, bilang ke kami saja bisa hubungi nomor 089672681231. Akan kami datangi dan akan kami pelihara," ulasnya.
Dijelaskannya, bahwa pihaknya telah melakukan resque di berbagai wilayah Kota Yogyakarta.
Riyanto menuturkan, untuk yang paling jauh, komunitasnya pernah sampai ke daerah Sleman dan Kulonprogo.
Diakuinya Riyanto, apabila kegiatan yang dilakukan komunitasnya juga diterima masyarakat sekitar, bahkan warga yang dulunya takut ular sekarang ada yang tidak takut ular.
Riyanto menjelaskan, apabila masyarakat menjadi tak takut dengan ular karena edukasi berupa pengenalan yang dilakukan komunitasnya.
"Masyarakat sekitar menerima kami dengan baik, alhamdulillah malah ada yang memberi makan untuk ular juga. Ada satu yang sakit ularnya, tepatnya dibagian mulut, jadi ya benar-benar kita rawat dengan ekstra dan dilandasi rasa ikhlas," ungkapnya.
Ditambahkannya, apabila anggota komunita Kota Gede Reptil saat ini telah mencapai 78 orang dan komunitasnya selalu membuka lebar kepada masyarakat yang hendak bergabung dengan tangan terbuka.
Disinggung mengenai akan sampai kapan mempertahankan penangkaran tersebut, Riyanto tidak menargetkannya.
"Insyaaallah kegiatan ini akan berjalan sampai seterusnya, sampai tidak bisa lagi lah pokoknya. Karena saya dan teman-teman kebetulan suka ular dan niatnya memang ikhlas untuk membuat penangkaran ular agar keberadaannya tidak habis," katanya.
Sementara itu salah satu anggota komunitas tersebut, Rahma Suci (18), warga Solo mengatakan, apabila dirinya telah suka memlihara ular sejak lama. Bahkan beberapa ular miliknya ada yang dititipkan di tempat Riyanto.
"Melihara ular sudah sejak tahun 2016, ya suka saja melihara ular karena ada sensasinya tersendiri. Saya titipkan ke sini karena di kos kurang memungkinkan," ujarnya.
Ditambahkan wanita berkerudung ini, apabila dirinya sangat mendukung pembuatan penangkaran tersebut. Hal itu dikarenakan semua makhluk hidup sudah sepatutnya hidup berdampingan.(TRIBUNJOGJA.COM)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.