Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Memasak 1 Ton Nasi Ala Ponpes Pecahkan Rekor MURI

Di hari terakhir mubes, Imam Nahrawi dijadwalkan sebagai pemateri dalam Seminar Kebangsaan 'Peran Pemuda dalam Mengawal Keutuhan NKRI'.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Memasak 1 Ton Nasi Ala Ponpes Pecahkan Rekor MURI
Surya/Ahmad Faisol
Museum Rekor Indonesia (MURI) mencatat kegiatan memasak nasi ala pondok pesantren (ponpes) oleh 2.028 santri itu sebagai rekor ke 8.379. 

TRIBUNNEWS.COM, BANGKALAN - Kegiatan menanak 1 ton beras di halaman Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Syaichona Cholil Kelurahan Demangan Kabupaten Bangkalan menorehkan rekor dunia, Minggu (1/4/2018).

Museum Rekor Indonesia (MURI) mencatat kegiatan memasak nasi ala pondok pesantren (ponpes) oleh 2.028 santri itu sebagai rekor ke 8.379.

Eksekutif Manajer MURI Sri Widayati mengungkapkan, pihaknya langsung datang ke Ponpes Syaichona Cholil ketika mendengar akan digelar memasak nasi secara massal.

"Memasak nasi liwet oleh santri ini yang terbanyak dan baru pertama kali. Kami catat sebagai rekor dunia, bukan hanya nasional," ungkapnya.

Baca: Misteri Ali Penipu Uang Rp 4,5 Miliar Mujiono, Orang Kuat Dari Blitar yang Sulit Dihubungi?

Memasak dan menyantap nasi secara bersamaan dengan lauk pauk 'seadanya' memang sudah jamak bagi para santri. Suasana kekeluargaan seperti itu selalu dikenang dan dirindukan para santri.

Kegiatan memasak nasi secara massal itu merupakan salah satu rangkaian acara di hari terakhir Musyawarah Besar (Mubes) I Alumni dan Simpatisan yang digelar Ponpes Syaichona Cholil sejak Sabtu (31/3/2018).

BERITA TERKAIT

Satu ton beras tersebut tidak dimasak secara utuh sekaligus. Melainkan menggunakan 2.028 panci. Setiap panci rata-rata memasak seberat 1/2 kilogram beras.

Selain ribuan panci, panitia juga menyediakan cobek dan ulek sebanyak jumlah panci yang ada. Telur, tempe, dan terong menghiasi cobek yang diletakkan di samping panci.

Adapun pengapiannya menggunakan kayu bakar dan ditata rapi di bawah tungku. Perlengkapan-perlengkapan sederhana untuk memasak itu biasa digunakan para santri.

Kegiatan tersebut menjadi tontonan masyarakat dan keluarga para santri maupun para alumni yang datang sejak pagi. Sebagai penutup, semua santri, alumni, dan simpatisan makan bersama beralas kertas pembungkus nasi.
Seorang alumnus Ponpes Asembagus Sukorejo Kabupaten Situbondo, Sayyat (45), warga Desa Jaddih Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan mengatakan, kegiatan memasak nasi seperti mengingatkan masa-masa di pondok.

"Tahu, tempe, telor, dan terong menjadi menu sehari-hari. Kalau bosan ditambah ikan asin. Atau hanya nasi, mi instan, dan kerupuk," katanya.

Awalnya, bapak dengan dua anak itu mengaku sulit beradaptasi dengan masakan ala pondok. Kendati demikian, ia pun akhirnya bisa menyesuaikan.

"Di balik semua itu, ada hikmah yang saya petik. Timbul rasa kebersamaan dan kekeluargaan. Karena selain belajar dan mengaji, setiap hari ya memasak dan makan bersama," pungkas santri di era awal tahun '90 an itu.

Sementara itu, Ketua Mubes I Alumni dan Simpatisan Syaichona Cholil KH Nasih Aschal mengungkapkan, menanak beras secara massal itu merupakan media silaturahim para alumni, santri, dan simpatisan.

Sehingga semangat pengabdian para masyai, ulama, dan kiai akan kembali terpatri dan semakin menguat.

"Kami bisa tetap dalam satu barisan untuk mebendung upaya-upaya memecah bangsa dan NKRI,"
"ungkap kiai muda yang akrab disapa Ra Nasih itu.

Di hari terakhir mubes, Imam Nahrawi dijadwalkan sebagai pemateri dalam Seminar Kebangsaan 'Peran Pemuda dalam Mengawal Keutuhan NKRI'.

Selain seminar kebangsaan, juga digelar talkshow yang dibawakan Menteri Ketenagakerjaan Moh Hanif Dhakiri tentang 'Eksistensi Alumni di Era Globalisasi'.

Di hari pertama, giliran Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo didapuk sebagai pemateri "Pencegahan Korupsi melalui Peran Pondok Pesantren".
Seminar anti korupsi itu digelar setelah pidato Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Jenderal TNI (Purn) Wiranto yang hadir mewakili Presiden Joko Widodo.

"Kami tidak berhenti di mubes ini, tapi melalui forum-forum lain untuk menggelorakan kembali bahwa dunia pesantren, termasuk Syaihona Cholil sudah menjadi kebutuhan dalam berbangsa dan bernegara," pungkasnya.

KH Syaichona Cholil dikenal dengan panggilan Mbah Cholil. Ia mendirikan Ponpes Syaichona Cholil pada tahun 1600. Ponpes ini kerap menjadi lokasi pertemuan para romo kiai untuk merumuskan pemikiran-pemikiran.

Presiden Soekarno dikisahkan pernah berkunjung pada masa sebelum Indonesia merdeka. Bahkan, Mbah Cholil pernah meniup ubun-ubun Soekarno.

Bersama KH Hasyim Asyari, dan KHR As'ad Syamsul Arifin, Mbah Cholil merupakan poros terbentuknya organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama.

Detik - detik pendirian NU, Mbah Cholil memanggil KHR As'ad Syamsul Arifin untuk memberikan tongkat dan tasbih kepada KH Hasyim Asyari. Tak berselang lama, KH Hasyim As'ari akhirnya mendirikan NU. (Ahmad Faisol)

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas