Penyesalan Dosen USU jadi Tersangka karena Tulis Status Bom Surabaya Settingan: Saya Bodoh Sekali
Dosen Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara (USU) ini menjalani pemeriksaan sampai akhirnya ditetapkan menjadi tersangka.
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi

TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Gara-gara memasang status di Facebook bahwa teror bom di Surabaya merupakan skenario, Himma Dewiyana Lubis alias Himma (46) warga Jalan Melinjo II Komplek Johor Permai, Medan Johor, Kota Medan, ditangkap polisi, Sabtu (19/5/2018).
Dosen Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara (USU) ini menjalani pemeriksaan sampai akhirnya ditetapkan menjadi tersangka.
Himma mengaku menyesal atas perbuatannya.
"Saya sangat menyesal sekali, saya tidak tahu itu hoaks. Saya sebenarnya bodoh sekali, saya pesan kepada masyarakat, jangan asal membagikan status orang lain. Ini sudah saya rasakan akibatnya" kata Himma, dengan suara parau, Minggu (20/5/2018).
BACA: Tahun 2019 Jadi Momentum Transisi Generasi Baru Pimpin Parpol
Dia mengaku tidak ada maksud apa-apa memasang status yang disebut bukan miliknya itu.
Begitu membaca tulisan yang menyebutkan, "3 bom gereja di surabaya hanyalah pengalihan isu" Skenario pengalihan yg sempurna...#2019GantiPresiden", Himma langsung menyebarkannya.
Himma mengaku lupa dari akun siapa dia mengambil tulisan itu.
"Ah, masa sih mungkin seperti itu? Makanya saya bagikan, tidak ada dasar apa-apa, spontanitas saja. Tapi, ternyata ini yang membuat saya jadi tersangka," kata dia.
Saat itu, Himma sempat pingsan.
Seorang perwira polisi, Kompol Elly Iswana Torech yang mendampingi lantas menangkap tubuh Himma.
Dibantu beberapa petugas lain, pelaku dipapah lalu didudukan ke kursi.
Tak lama dia kembali siuman.
Ujaran kebencian
Kepala Bidang Humas Polda Sumut AKBP Tatan Dirsan Atmaja mengatakan, pelaku ditahan Direktorat Krimsus Subdit Cyber Crime Polda Sumut akibat perbuatannya menyebarkan ujaran kebencian pasca tragedi bom bunuh diri di tiga gereja, yang terjadi Minggu (13/5/2018) lalu.
Setelah mengetahui postingannya viral, pelaku langsung menutup akun Facebook-nya.
Namun, postingan itu sudah terlanjur di screenshoot netizen dan dibagikan ke media daring.
"Bisa dibayangkan bagaimana terpukulnya perasaan keluarga korban yang saat ini masih berduka? Pelaku kita kenakan Pasal 28 Ayat 2 UU ITE, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara, walau apa yang dilakukannya sebagai bentuk luapan emosi," kata Tatan.
Hasil pemeriksaan, lanjut Tatan, pelaku mengaku kecewa dengan pemerintahan saat ini yang menurut pelaku tidak sesuai janji saat kampanye dulu.
Pelaku kemudian menulis status tersebut pada 12 dan 13 Mei 2018, di rumahnya.
Karena menimbulkan keresahan di masyarakat, personel Cyber Crime Polda Sumut melaporkan akun pelaku untuk dilakukan penyidikan.
Polisi lalu memeriksa saksi-saksi yang salah satunya anak pelaku dan menyita barang bukti ponsel pelaku.
"Kita sedang diserang kelompok teroris, kok di media sosial malah bertebaran postingan-postingan berita bohong yang mengundang ujaran kebencian, yang para pelakunya mengenyam bangku sekolah," ucap Tatan.
Tatan mengimbau masyarakat belajar dari kasus pelaku.
Jangan sembarangan menyebarkan kabar dan berita yang belum pasti benar atau tidak bisa mempertanggungjawabkannya.
Dia mengatakan, setiap postingan di media sosial memiliki pertanggungjawaban hukum sesuai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE Nomor 11 tahun 2008.
VIRAL: Catatan Aktivis 1998, Mafia Peradilan hingga Koruptor Jadi Sorotan
"Ayolah berlomba-lomba membuat suasana damai, apalagi di media sosial. Jadi, masyarakat yang bijak dan cakaplah, malu untuk menjadi pelaku penyebar kabar bohong. Apalagi, isinya malah menambah kisruh suasana," tegas dia.
Berita ini telah tayang di Kompas.com berjudul "Jadi Tersangka Setelah Buat Status Bom Surabaya Skenario, Dosen USU Ini Menyesal"