Jepang dan Singapura Belum Punya Teknologi Bantu Mengevakuasi Korban di Kedalaman Lebih dari 100 M
Jepang dan Singapura belum memiliki teknologi untuk mengevakuasi dan mengangkat kapal dari kedalaman lebih dari 100 meter
Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal TNI Muhammad Syaugi mengatakan pihaknya telah menjalin komunikasi dengan Jepang dan Singapura dalam upaya mengevakuasi jenazah dan Kapal Motor Sinar Bangun yang tenggelam di Danau Toba pada Selasa (18/6/2018) lalu.
Dalam komunikasinya tersebut Syaugi mengatakan meminta bantuan berupa masukan dan peralatan teknologi yang bisa digunakan untuk mengevakuasi jenazah dan kapal dari kedalaman 450 meter di dalam Danau Toba.
Namun ia mengatakan, Jepang dan Singapura belum memiliki teknologi untuk mengevakuasi dan mengangkat kapal dari kedalaman lebih dari 100 meter.
Ia pun mengatakan bahwa dua negara tersebut belum memiliki pengalaman serupa.
"Saya udah kontak negara-negara lain seperti Singapura, Jepang. Mereka belum pernah mengevakuasi mengangkat korban atau kapal lebih dari 100 meter itu belum punya. Maksimal itu 100 meter dengan menggunakan high technology (teknologi tinggi) kemudian high cost (biaya tinggi). Mereka pun belum punya pengalaman," kata Syaugi saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (29/6/2018).
Baca: Pengamat Sebut Politik SARA Masih Jadi Catatan Buruk di Pilkada Serentak 2018
Ia mengatakan ada kendala selain kedalaman Danau Toba dan keterbatasan teknologi dalam operasi evakuasi jenazah dan KM Sinar Bangun seperti suhu minus derajat celcius dan air tawar yang berada di Danau Toba membuat jenazah yang tenggelam tidak cepat membusuk sehingga bisa mengapung ke permukaan.
Kendala berikutnya adalah cuaca dan ombak tinggi yang kerap muncul di permukaan danau.
Bahkan dalam proses evakuasi, ia sempat menemukan ombak setinggi satu sampai dua meter yang membuat kapal-kapal evakuasi oleng.
"Cuaca di sana kadang-kadang. Di situ dua kali ada ombak satu sampai dua meter. Nggak percaya kan? Tapi memang begitu. Kapal itu miring-miring, ngeri lah kita," ungkap Syaugi.
Ia mengatakan sebanyak 100 personel Basarnas diturunkan dalam operasi tersebut.
Jika ditambah dengan tim gabungan dari TNI, Polri, Kementerian Perhubungan, dan Pemerintah daerah maka total keseluruhan personel yang diterjunkan pemerintah ada 920 orang.
Baca: Klaim Kemenangan Parpol di Pilkada Serentak, Upaya Pisahkan Jokowi dan PDIP
Selain itu ia juga mengatakan telah bertemu langsung dengan tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat setempat untuk meminta izin melakukan pencarian sejak awal pencarian.
Pihaknya telah berkomunikasi dengan keluarga korban yang masih menunggu dan berupaya mencari sejak kapal yang kelebihan beban karena diperkirakan mengangkut hampir 200 orang dan puluhan sepeda motor tenggelam pada Selasa 18 Juni lalu.
Untuk upaya pencarian di perairan, Basarnas juga mengajak para anggota keluarga korban untuk ikut dalam kapal dan helikopter yang digunakan Basarnas agar para keluarga dapat menyaksikan sendiri upaya yang telah dilakukan oleh Basarnas.
Selain di perairan, pihaknya telah berupaya juga melakukan penyisiran daratan di tepi danau.
Dari pencarian tersebut Basarnas dan tim gabungan telah menemukan 21 korban selamat, tiga orang meninggal dunia hingga Selasa (26/6/2018).
Sementara itu 164 orang lainnya belum ditemukan.
Dalam pencariannya, tim juga menemukan barang-barang yang diduga milik korban seperti jaket, sepatu, pelampung, bahkan juga menemukan drum besar.
"Beberapa hari lalu. Itu ada pelampung, jaket, ada helm. Sepatu, drum besar," kata Syaugi.
Selain kapal, pukat harimau dan tiga helikopter, Basarnas dan tim gabungan juga telah menggunakan peralatan canggih dalam pencarian, seperti Multi Beam Echo Sounder yang digunakan untuk memetakan kondisi di dasar Danau Toba.
Basarnas juga mengerahkan Remotely Operated Vehicle (ROV) atau robot bawah air untuk memastikan indikasi bangkai kapal dengan cara menangkap visual objek yang ditemukan secara langsung.
Baca: Kronologis Kecelakaan Speedboat di Perairan Perbatasan RI-Tawau yang Tewaskan 5 Penumpang
Robot yang dapat menyelam hingga 1.000 meter dibawah permukaan ait tersebut diterjunkan ke posisi KM Sinar Bangun berada pada koordinat 2,47 derajat lintang utara dan 98,6 derajat bujur timur.
Dari gambar yang berhasil direkam oleh robot ROV, ditemukan sejumlah jenazah yang diduga jenazah korban dan objek kapal yang diduga KM Sinar Bangun.
"Kita udah bersyukur udah bisa ketemu, bisa lihat barangnya, walaupun belum tentu bisa lihat barangnya," kata Syaugi.
Hingga kini, ia masih menunggu kemungkinan-kemungkinan lain selama tiga hari ke depan sebelum memberikan keputusan lebih lanjut terkait operasi tersebut.
Ia berharap ada pihak-pihak yang dapat memberikan bantuan berupa teknologi atau masukan-masukan untuk mengangkat jenazah dan KM Sinar Bangun.
"Siapa tahu nanti kan ada institusi atau perorangan. Kan kita sebenarnya banyak itu mahasiswa-mahasiswa kita yang menang oliampiade fisika, menang robot. Siapa tahu mereka itu ada yang tahu, melihat ini dan terketuk hatinya untuk bisa membantu kita dengan robot," harap Syaugi.