Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sidang Penggandaan Uang Dimas Kanjeng, Uang Korban Rp 35 Miliar Diganti Uang Zimbabwe 3 Koper

erdakwa kasus penipuan dengan modus penggandaan uang, Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya

Editor: Sugiyarto
zoom-in Sidang Penggandaan Uang Dimas Kanjeng, Uang Korban Rp 35 Miliar Diganti Uang Zimbabwe 3 Koper
surabaya.tribunnews.com/sudharma adi
Jaksa menunjukkan 3 koper berisi uang yang dijadikan alat bukti dalam sidang dengan terdakwa Dimas Kanjeng Taat Pribadi 

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Terdakwa kasus penipuan dengan modus penggandaan uang, Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, terkait kasus dugaan penipuan uang tampak tenang.

Dia tak panik meski Jaksa Penuntut Umum membeber barang bukti berupa uang tunai di tiga koper senilai Rp 800-an juta.

Dalam persidangan dengan majelis hakim yang diketuai Anne Rosiana ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmad Hary Basuki membawa barang bukti berupa uang tunai dalam tiga koper besar.

Barang bukti itu di antaranya terdiri atas mata uang dollar AS, Myanmar, Zimbabwe dan Nigeria.

Barang bukti itu adalah uang yang dijadikan jaminan dari terdakwa, dimana nantinya akan bisa digandakan.

Selain itu, ada pula tiga saksi pelapor yang dihadirkan, yakni M Ali, Asmui Abbas dan Budi Prayogo.

“Saya memang berniat untuk membuat ponpes dan itu direspon positif padepokan milik terdakwa,” jelas M Ali, saksi pelapor dalam persidangan, Rabu (15/8).

Berita Rekomendasi

Dengan penjelasan sedikit berbelit, Ali mengurai bahwa untuk membuat ponpes baru melalui padepokan terdakwa, dia pun memberi dana talangan yang disetor lebih dari dua kali sebesar Rp 35 M.

Dia pun meminta jaminan dari padepokan, yang nantinya bisa digandakan uangnya.

Terdakwa lalu memberi tiga koper berisi uang dari mata uang asing padanya, namun dengan syarat tak boleh dibuka.

Namun ketika dibuka satu koper dan dicek, ternyata bendelan uang dollar AS itu pada bagian luar pecahan USD 100, tapi di bagian dalamnya hanya USD 1.

“Saat saya lapor ke Polda Jatim, saya baru tahu isi dua koper lainnya, yakni mata uang Zimbabwe, Nigeria, Myanmar,” urainya.

Sedangkan saksi pelapor lain, Asmui Abbas mengaku, uang di tiga koper itu sempat dibawa ke Bank Indonesia untuk dicek keasliannya.

Dari pengecekan, diketahui bahwa semua mata uang itu asli. Hanya saja, mata uang dollar AS yang punya nilai atau berlaku. Sedangkan mata uang lain sudah tak berlaku.

“Yang masih ada nilainya itu dollar AS sejumlah Rp 800 juta. Kalau yang lain sudah tak berlaku,” kata Asmui Abbas, saksi pelapor lain.

Dimas Kanjeng mengakui bahwa pelapor memang menyetor uang. Namun dia juga sudah mengembalikan sebagian besar uangnya, atau sekira Rp 31,75 M.

Tak hanya itu, antara dia dan pelapor sebenarnya ada upaya perdamaian sehingga sidang ini berhenti.

“Saya akan musyawarah dengan saksi,” katanya.

Sementara itu, JPU Hary Basuki tetap bersikukuh bahwa meski kedua pihak berdamai, namun sidang tetap berlanjut.

“Itu tak akan menghapus pidana. Kalau berdamai, maka itu akan meringankan dakwaan saja,” tandasnya.

Adapun kasus ini bermula pada 2013 dimana saksi Asmui Abbas tertarik dengan tawaran Kurdi dari Padepokan Dimas Kanjeng yang menghasilkan uang dari kantong jubahnya.

Dimas Kanjeng melalui Kurdi dari perwakilan padepokan menawarkan kepada Asmui tentang program kemaslahatan umat, dimana bisa memperoleh uang dengan memberikan mahar.

Seketika itu, Asmui menelpon saksi lain yakni Muhammad Ali untuk jadi santri di padepokan yang terletak di Dusun Sumber Cangkelek, Desa Wangkal, Kabupaten Probolinggo.

M Ali mengiyakan ajakan Asmui, dengan menggunakan uang kantor sebesar Rp 60 juta sebagai mahar agar dilipatgandakan.

Pada Februari 2014, Noor Hadi selaku santri padepokan juga menawarkan program kemaslahatan umat itu kepada saksi Ali yang berencana ingin membangun pondok pesantren, rumah sakit, penampungan anak yatim piatu.

Lalu Noor Hadi mengatakan bahwa rencana Ali sejalan dengan program padepokan. Saksi Ali sempat tak percaya dengan program itu.

Maka, Noor Hadi menegaskan bahwa program itu telah berbadan hukum serta harta-harta aset padepokan adalah harta tak mengandung unsur tindak pidana apapun baik terorisme, TPPU, korupsi, narkoba dan lain-lain.

Itu ditegaskan pula oleh Marwah Daud selaku pengurus padepokan, ia menyatakan bahwa banyak pejabat penting yang ikut di padepokan tersebut.

Demi meyakinkan saksi Ali, akhirnya ia diantar oleh Noor Hadi ke salah satu rumah saksi lain yang berada di daerah Probolinggo yaitu Suharti.

Sesampainya di rumah Suharti, ia menjelaskan kepada Ali bahwa program itu legal dan bukan penipuan karena pengikutnya puluhan ribu.

Rencananya realisasi pencairan uang itu dilaksanakan pada April 2014 dengan syarat uang mahar harus senilai Rp 10 M.

Mendengar nilai mahar yang dinilai besar, Ali berujar pada Suharti akan mempertimbangkannya dan kembali ke Kudus terlebih dahulu.

Akhirnya Suharti mengajak Ali bertemu langsung dengan terdakwa Dimas Kanjeng Taat Pribadi di kediamannya.

Terdakwa menunjukkan foto dirinya dengan pejabat penting negara kepada Ali. Seketika itu Ali percaya keabsahan program itu.

Ali mengatakan bahwa ia berencana membangun pesantren dan lainnya kepada terdakwa Dimas Kanjeng.

Lalu terdakwa meyakinkan bahwa rencana Ali sejalan dengan program padepokan dan harus memenuhi tiga syarat yaitu sanggup membaca wirid, puasa dan memberikan mahar.

Dengan jaminan bila perjuangan Ali besar, maka realisasi pencairan akan semakin cepat. Akhirnya Ali pulang ke Kudus untuk mempertimbangkan hal itu.

Kemudian, Ali menanyakan jaminan apa yang akan diterimanya kepada Suharti apabila telah menyetor uang sebesar Rp 10 M, lalu Suharti menyakan hal itu kepada Dimas Kanjeng.

Dimas Kanjeng berjanji memberi dua koper berisi uang pecahan Euro dan Rupiah senilai Rp 60 M. Koper tersebut tak boleh dibuka sebelum ada perintah dari terdakwa.

Setelah menyetor uang Rp 10 M, saksi Ali melihat sebuah koper yang terbuka tidak digembok dan melihat uang dollar dalam pecahan 10 dollar dan dijumlah sekitar Rp 60 M.

Lalu, Ali dimintai mahar lagi untuk pembukaan rekening Hanna Bank Rp 7 M, kemudian mahar pembukaan ICBC Rp 5 M dan pembukaan sekretariat cabang padepokan di Kudus Rp 2,5 M.

Lalu terakhir sekitar November 2015, saksi Ali disuruh mencarikan dana untuk pelantikan raja sebesar Rp 3,5 M, namun Ali sempat menanyakan kepada pengurus siapa yang bertanggung jawab atas dana talangan untuk pelantikan raja.

Lalu dijawab oleh saksi Suharti dari hasil rapat pengurus yang bertanggung jawab adalah semua santri untuk dana talangan pelantikan raja.

Pada saat kegiatan di Hotel Merlyn Park Jakarta yang hadir waktu itu sekitar 200 orang, termasuk para Sultan dan terdakwa Dimas Kanjeng yang juga disaksikan oleh saksi Ali sendiri membicarakan akan segera ada pencairan tetapi melalui rekening Bank Hana dan ICBC.

Bahwa kerugian saksi M ALI sebesar Rp 35 M namun untuk dana talangan sebesar Rp 3,5 M sudah dikembalikan oleh terdakwa Dimas Kanjeng melalui Vijay sebesar Rp 2 M dan ditransfer ke rekening Ali serta Misa Rp 1,5 M, sehingga kerugian Ali berkurang menjadi sebesar Rp. 31,5 M serta diberikan keris berbentuk tongkat warna kuning emas oleh terdakwa yang katanya berdasarkan petunjuk dari maha guru untuk mensukseskan program itu. 

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas