Tak Tahan Idap Penyakit Parah, Afandi Mengaku Sudah Ajukan Permohonan Suntik Mati
Tak tahan dengan penyakit yang dialaminya selama 14 tahun terakhir, Afandi (48) mengajukan permohonan eutanasia atau suntik mati.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BATANG - Tak tahan dengan penyakit yang dialaminya selama 14 tahun terakhir, warga asal Desa Timbang RT 5 RW 2 Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Batang, Afandi (48) mengajukan permohonan eutanasia atau suntik mati.
Ayah dua anak itu mengaku telah mengajukan permohonan tersebut ke Kejaksaan Negeri Batang dan Jateng pada 2017 lalu.
Ditemui, Jumat (14/9/2018) kemarin mata pria tersebut terus berkaca-kaca, saat menceritakan kisah hidupnya sebelum ia jatuh sakit dan tak berdaya di dalam kamarnya.
"Dulu saya bekerja sebagai kuli bangunan, namun 14 tahun lalu saya jatuh sakit, saat itu dua anak saya masih kecil. Empat tahun terakhir ini penyakit saya semakin parah, bahkan untuk melihat kondisi anak-anak saja saya tidak sanggup, kalau bunuh diri tidak dilarang agama sudah saya lakukan dari dulu," ujarnya.
Selain karena sudah tidak tahan dengan penyakitnya, Afandi juga mengaku berat membiayai keluarganya.
Selama empat tahun belakangan ini, ia praktis lebih banyak menghabiskan waktunya dengan berbaring di tempat tidur.
"Empat tahun terakhir penyakit saya semakin parah. Untuk melihat kondisi anak-anak saja saya tidak sanggup," kata dia.
Baca: Roy Suryo Diminta SBY Selesaikan Kasus Barang-barang Milik Kemenpora dalam Waktu 7 Hari
Dikisahkan Afandi, ia telah menjalani berbagai perawatan hingga harta bendanya habis.
Namun, penyakit yang ia derita tidak kunjung sembuh.
Menurut Afandi, ia merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal di dalam perutnya.
Karena itulah, ketika bernapas, Afandi merasa kesakitan.
"Saya sudah mencoba menjalani perawatan mulai dari medis di Rumah Sakit Batang hingga herbal semua sudah saya coba. Namun hasilnya nihil. Saya putus asa," tambahnya.
Istri Terus Menangis
Sedangkan sang istri, Salehati (47) tak henti-hentinya menangis mendengar permohonan yang diajukan suaminya itu.
Menurutnya, selama 14 tahun terakhir, ia selalu merawat dan berusaha mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
Sehari-hari, Salehati berjualan pisang di pinggiran Jalan Raya Pantura.
"Hasilnya memang tidak seberapa. Namun hanya itu yang bisa saya perbuat," ucap dia.
Salehati menegaskan, tetap bakal mengupayakan pengobatan sang suami.
Selama ini, dalam pengobatan suaminya, Salehati mengandalkan Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Baca: Pembunuh Gadis Pemandu Lagu di Lokalisasi Sunan Kuning Diringkus, Pelakunya Masih Berusia 16 Tahun
Hanya saja, pengakuannya, selama setahun ini, ia belum membawa suaminya untuk menjalani pengobatan.
"Saya sangat berharap agar suami saya sembuh," harapnya.
Hal senada juga dikatakan sang anak, Khalimatun (21).
Ia selalu mendoakan agar ayahnya segera sembuh dari penyakitnya.
"Kalaupun saya bisa bantu, saya akan bantu semampu saya," kata dia.
Maag Akut
Sementara berdasarkan rekam medis yang pernah dijalan Afandi, ia mengidap maag akut.
Hal itu diperparah dengan gangguan psikosomatis lantaran penyakit yang dideritanya tak kunjung sembuh.
Psikosomatis adalah gangguan psikis yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada fisik.
Dengan kata lain, psikosomatis adalah penyakit fisik yang disebabkan oleh program pikiran negatif atau masalah emosi seperti stres, depresi, kecewa, kecemasan dan lainnya.
Ratna Westri Erika, dokter di Puskesmas Banyuputih menjelaskan, kondisi mental Afandi tertekan karena penyakit yang dialaminya bertahun-tahun.
"Hal tersebut memperparah kondisi Afandi. Ia harus benar-benar mendapat perawatan secara medis dengan obat-obatan dan pendampingan sikologis agar cepat pulih," jelasnya.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batang Hidayah Basbhet menambahkan juga telah mempelajari hasil rekam medis Afandi.
"Dari hasil rekam medis baik USG dan endoskopi yang pernah di jalani Afandi, kami berkesimpulan ia mengidap maag kronis tapi lebih berujung pada gangguan psikis karena sakit yang ia derita tak kunjung sembuh," tambahnya.
Diungkapkannya, selama empat tahun terakhir Afandi tidak mau minum obat dari dokter, hanya berobat ke alternatif sehingga kondisinya semakin buruk.
Oleh karena itu, pihaknya merujuk Afandi ke rumah sakit agar ditangani secara intensif.
Selain itu, pihaknya juga akan konsultasi dengan dokter terkait diperlukan atau tidak penanganan psikis oleh dokter jiwa.
Baca: Jokowi: Kalau 8 Menteri Perempuan Saya ini Ngambek Bareng, Pusing Saya
Pernyataan Kejaksaan
Kejaksaan Negeri Kabupaten Batang memberikan pernyataan terkait hebohnya kabar Afandi yang minta disuntik mati.
Kejari Batang menyatakan bahwa hingga kini tidak pernah menerima permohonan suntik mati yang diajukan oleh Afandi (48) warga Desa Timbang, Kecamatan Banyuputih Kabupaten Batang, Jumat (14/9/2018) malam.
Saat dikonfirmasi Tribunjateng.com via telepon, Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasidatun) Kejari Batang, Dista Anggara menegaskan, pihaknya tidak menerima permohonan dari Afandi, bahkan jika permohonan tersebut diterima tidak akan disahkan.
"Pihak manapun tidak akan mengesahkan permohonan suntik mati, karena melanggar pasal 344 KUHP yang menyebutkan, barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas pernyataan orang itu sendiri dengan sadar akan diancam hukuman 12 tahun kurungan," katanya.
Dia menambahkan, di Indonesia tidak mengenal euthanasia, atau praktik menghilangkan nyawa seseorang dengan cara memberikan suntikan.
"Di Republik Indonesia tidak mengenal istilah euthanasia, jadi, siapapun yang menghilangkan nyawa seseorang walaupun atas permintaan orang tersebut dipastikan melanggar hukum," terangnya.
Dia menegaskan tidak hanya pelaku yang menghilangkan nyawa seseorang yang akan dihukum, namun jika permohonan Afandi dikabulkan, pihak yang membantunya juga akan terkena sanksi.
"Kami belum menerima permohonan tersebut. Tapi jika benar ada permohonan itu, pihak Kejari sebagai penegak hukum juga tidak akan melegalkannya," timpalnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Dokter Ungkap Sakit yang Diidap Afandi Hingga Nekat Ajukan Permohonan Suntik Mati