Kisah Jumaidil Selamat Dari Kecelakaan Pesawat di Papua, Ditendang Sang Ayah Yang Ikut Jadi Korban
Peristiwa pesawat Dimonim PK HVQ jatih di Gunung Menuk, Jayapura, Papua menyisakan cerita bagi Jumaidil (12).
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Timur, Darul Amri Lobubun
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Peristiwa pesawat Dimonim PK HVQ jatih di Gunung Menuk, Jayapura, Papua menyisakan cerita bagi Jumaidil (12).
Seperti diberitakan, pada peristiwa yang terjadi 11 Agustus 2018 lalu di Gunung Manuk, Distrik Serambako, pedalaman Papua itu hanya Jumaidil yang selamat.
Saat Jumaidil ditemui dirumahnya di Jl Nipa-nipa, Inspeksi PAM, Kota Makassar. Jumaidil berceria banyak soal pesawat jatuh lalu menewaskan sembilan orang.
"Waktu kejadian pesawat banyak muat beras, ada belasan karung. Ada ditaruh belakang pilot, ada didepan saya juga," ungkap Jumaidil, Senin (14/9/2018).
Baca: Satu Orang Tewas Dikeroyok Sebelum Pertandingan Persib Melawan Persija
Waktu kejadian, Jumaidil dan ayahnya Jamaluddin (45) yang meninggal dalam peristiwa itu, terbang dari Distrik Tanah Merah sekitar pukul 13.00 Wit, siang.
Tujuan mereka ke Jayapura. Tapi pada sekitar pukul 13.50 Wit kata Jumaidil, pilot pesawat yang berniat menghindari awan tidak bisa kendalikan pesawat itu.
"Ada awan mau dihindari tapi pesawat itu berat karena banyak beras, jadi tidak bisa. Tiba-tiba pesawat jatuh dan ayah tendang saya keluar," cerita Jumaidil.
Jumaidil ditendang keluar oleh ayahnya dari pintu samping saat pesawat posisi jatuh. Sedangkan yang lain tidak sempat menyelamatkan diri lewat pintu tersebut.
"Memang sebelum terbang itu bapak bilang ke saya jangan pakai pengaman (sabuk), waktu itu saya juga rasa takut akan ada terjadi sesuatu," lanjutnya.
Jumaidil yang ditendang keluar lewat pintu samping, jatuh kesamping jurang dalam keadaan sadar. Dia lalu terguling dan ia meraih akar rotan dibibir jurang.
Saat itu Jumaidil pingsan tak sadarkan sampai sekitar pukul 17.40 Wit malam. Jamaluddin datang padanya, disitu ia melihat ayahnya sudah tidak kuat lagi.
Jumaidil yang masih duduk dibangku Sekolah Dasar (SD) jelas V di Jayapura itu menjelaskan, dia melihat ayahnya mengeluarkan darah dari mulutnya.
"Ayah sempat muntah darah, setelah muntah bapak langsung tidur dan disitu saya tahu bapak meninggal karena itu badannya tidak gerak lagi" katanya.
Saat itu, Jumaidil sendiri dalam hutan Papua dengan bangkai pesawat rusak bersama sembilan jenazah, termaksud juga pilot pesawat dan tumpukan beras.
Walau ditengah-tengah suasana seperti itu, Jumaidil yang dilenal pendiam dan pemalu ini terus bergerak mencari air dan makanan untuk sekedar alas perut.
"Saya haus sekali waktu itu, tapi saya dapat air botol besar. Waktu itu juga kan bapak beli saya apel jadi saya makan itu saja baru saya tidur," jelas Jumaidil.
Waktu peristiwa, Jumaidil tidak punya luka luar seperti lecet hingga berdarah. Hanya saja tangan kanannya mengalami keretakan dan luka dalam di perutnya.
"Saya tidak berdarah itu waktu, hanya tulang tangan saya retak dan perut saya terasa sakit karena mungkin saat jatuh terbentur di batu atau pohon," ujarnya.
Jumaidil sempat bermalam di hutan, Pegunung Menuk, di Distrik Serambako Papua. Nanti, sekitar pukul 06.30 Wit pagi baru ada bantuan warga dan SAR.
Setelah itu, Jumaidil dirawat di Rumah Sakit (RS) Polri, Bhayangkara Jayapura selama kurang lebih dua minggu. Lalu silakukan rawat jalan.