'Sulap' Sabut Kelapa jadi Deterjen Ramah Lingkungan, Mahasiswa Unimed Ini Raih Gelar Internasional
Pemanfaatan sabut kelapa sebagai bahan dasar pembuatan detergen, sambungnya, selain karena ramah terhadap lingkungan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Medan, Chandra Simarmata
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Berawal dari keresahan melihat air yang terpolusi dari setiap kegiatan manusia termasuk mencuci, Novia Siagian dan enam rekan setimnya yakni Najihah Siregar, Lastiar Pardede, Daulat Purba, Donni Nainggolan, Meiky Putri, dan Poso Nasution terpanggil membuat inovasi riset untuk menjawab persoalan tersebut.
Hasilnya, tujuh Mahasiswa Universitas Negeri Medan (Unimed) itu pun menghasilkan penelitian berupa detergen ramah lingkungan dengan memanfaatkan sabut kelapa sebagai bahan dasar yang mereka sebut dengan Desa-La (Deterjen Sabut Kelapa).
Dari penelitian tersebut, Novia dkk pun kemudian berhasil menyabet Medali Emas pada Ajang International Young Inventors Awards (IYIA) tahun 2018 di Sanur Bali. Prestasi tersebut pun turut mengharumkan nama kampusnya, UNIMED.
Baca: Satu Orang Tewas Dikeroyok Sebelum Pertandingan Persib Melawan Persija
"Awalnya ide penelitian ini didasari oleh keadaan dimana air dan pertumbuhan penduduk tidak dapat dibendung. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk, maka penggunaan air semakin meningkat pula, otomatis polusi air pun meningkat dari setiap kegiatan manusia termasuk mencuci. Maka kami berinovasi agar masyarakat tetap mencuci, namun menekan tingkat polutan dengan menggunakan detergen sabut kelapa (Desa-La) yang ramah lingkungan," tuturnya kepada Tribun Medan, Senin (24/9/2018).
Novia juga menjelaskan, tujuan dari penelitian ini adalah membuat produk berbasis oleokimia (Pembuatan Metil Ester Sulfonat) yang dibutuhkan masyarakat untuk mencuci dan mampu menekan polusi air.
Pemanfaatan sabut kelapa sebagai bahan dasar pembuatan detergen, sambungnya, selain karena ramah terhadap lingkungan, juga karena kelapa banyak ditemukan hampir di seluruh wilayah Sumatera Utara.
"Kami melihat hampir di seluruh Sumatera Utara umumnya ditumbuhi kelapa. Namun masyarakat hanya fokus menggunakan mesocarpium (daging buahnya) saja untuk bahan pangan, dan menganggap sabutnya sebagai sampah yang tidak diolah," terangnya.
Atas prestasi yang berhasil mereka torehkan ini, Novia dan rekan setimnya mengaku senang dan bangga.
Apalagi, kata Novia, proses pembuatan detergen tersebut butuh waktu yang cukup lama dan harus memperhatikan perbandingan bahan dan senyawa kimia lainnya untuk menghasilkan detergen tersebut.
"Dengan mendapatkan medali emas untuk riset kami ini pastinya kami merasa sangat bangga dan senang atas respon positif juri, peserta lain, dan para pengunjung (visitors)," ungkapnya.
Dari kompetisi yang digelar dari tanggal 19-22 September 2018 itu, Novia mengaku mereka banyak mendapat banyak inspirasi untuk mengembangkan produk menjadi lebih baik lagi sampai bisa di pasarkan ke masyarakat.
Karena itu mereka pun berencana lebih dulu ingin memperbaiki produknya berdasarkan masukan yang diterima dari kompetisi, kemudian mengusulkan dan mendaftarkan produk kami untuk mendapatkan paten serta Izin SNI agar dapat dipasarkan secara luas.
Lewat penelitian tersebut, mereka juga berharap riset mereka akan bermanfaat mengedukasi masyarakat untuk memanfaatkan limbah sabut kelapa menjadi produk yang bernilai ekonomi dan nilai fungsi yang tinggi.
Selain itu, Sesuai dengan nama produknya itu, mereka juga ingin mengajak masyarakat untuk mengadopsi bagaimana orang desa mencuci namun tetap menjaga kelestarian alam.
"Kami juga sangat berharap untuk mendapatkan dukungan dari pihak pihak yang mampu memfasilitasi kami untuk memulai produksi detergen ini," tandas mahasiswi pendidikan biologi stambuk 2016 itu.
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Manfaatkan Sabut Kelapa Jadi Detergen, Mahasiswa Unimet Sabet Medali Emas Ajang Internasional,