Kebakaran Gunung Sumbing dan Sindoro Ancam Ekosistem Hutan
Kebakaran yang menghanguskan ratusan hektar lahan hutan Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing telah berlalu.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Jateng Khoirul Muzakki
TRIBUNNEWS.COM, WONOSOBO - Kebakaran yang menghanguskan ratusan hektar lahan hutan Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing telah berlalu.
Tetapi bencana itu menyisakan pekerjaan rumah bagi pemerintah maupun Perhutani untuk mengembalikan fungsi hutan yang telah rusak itu kembali seperti sedia kala.
Hutan yang rusak bukan hanya mengancam ekosistem hutan hingga satwa liar terancam masuk ke pemukiman.
Sisa kebakaran hutan dikhawatirkan mengganggu kenyamanan pendaki saat basecamp pendakian kembali dibuka.
Baca: Rampok Rumah Seorang Janda, Empat Penjahat Ditembak Polisi
Pengelola basecamp Gunung Sumbing via Cepit Temanggung Sugiono tak menampik kebakaran hutan berdampak buruk terhadap banyak hal.
Lahan bekas lokasi kebakaran akan terlihat gersang atau tandus lantaran banyak tanaman hijau mati terbakar. Sebagian area jalur pendakian pun ikut terdampak atau gosong.
Yang dikhawatirkan, debu sisa kebakaran akan beterbangan karena terpaan angin. Paparan debu ini tentu membuat tak nyaman masyarakat atau pendaki yang menghirupnya.
""Yang kita takutkan itu debunya kalau kena terpaan angin,"katanya
Saat kebakaran terjadi, pada tanggal 10 September, pihaknya sudah lebih dulu menutup jalur pendakian sejak 23 Agustus 2018 sampai Oktober mendatang.
Penutupan basecamp Kacepit di puncak musim kemarau ini, kata dia, untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran yang rentan saat musim kering.
Tetapi kebijakan ini ternyata tidak berlaku di sebagian basecamp lain. Sebagian basecamp tetap membuka jalur pendakian hingga Perhutani menutup seluruh basecamp saat kebakaran terjadi.
Kejadian ini, menurut Sugiono, menjadi pelajaran beharga bagi masyarakat, terutama pengelola basecamp untuk memikirkan langkah agar kejadian serupa tak terulang lagi.
Perkumpulan 14 basecamp pendakian Gunung Sumbing baik di wilayah Wonosobo, Temanggung maupun Magelang belum lama ini terbentuk.
Sugiono mengharapkan, perkumpulan itu menjadi wadah untuk menyamakan persepsi. Ia menginginkan adanya kesepakatan atau aturan bersama untuk menjaga kelestarian gunung, termasuk antisipasi kebakaran hutan.
Ada dugaan, kebakaran di hutan gunung Sumbing disebabkan kelalaian manusia. Indikasinya, titik api awal muncul dari kawasan hutan atas atau dekat puncak, lalu merembet sampai jauh ke bawah lereng.
Adapun kebakaran karena pembukaan lahan ilegal biasanya terjadi dari bawah, atau dekat perkebunan warga, yang menjadi titik awal kebakaran.
Lain halnya kasus kebakaran di Gunung Sindoro. Penyebab kebakaran di kawasan ini lebah mengarah pada aktivitas pembukaan lahan dengan cara membakar hutan.
Terlebih Polres Temanggung telah menetapkan seorang oknum petani dari Desa Canggal Candiroto Temanggung sebagai tersangka, beberapa waktu lalu.
Penetapan tersangka itu atas dasar temuan barang bukti yang cukup, antara lain berupa alat pertanian semisal cangkul dan kapak di lokasi kebakaran.
Menurut Ketua Basecamp Gunung Sindoro via Sigedang Kejajar Wonosobo Mualimin, pihaknya menyerahkan upaya pemulihan hutan yang rusak paska kebakaran kepada pihak berwenang, dalam hal ini Perhutani.
Perhutani tentunya punya program pengembalian fungsi hutan atau penanaman kembali hutan yang gundul.
Adapun pengelola basecamp sejak awal telah menjadikan konservasi hutan sebagai fokus perhatian.
Pengelola basecamp mengatur tata krama pendakian agar jangan sampai merusak hutan, termasuk memicu terjadinya kebakaran. Pendaki misalnya, dilarang menebang pohon, membuat api unggun, atau membawa serta menyalakan kembang api di puncak.
Sanksi terhadap pengunjung yang melanggar ketentuan itu berupa penyitaan barang terlarang hingga denda berupa sejumlah bibit untuk konservasi hutan.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Dampak Kebakaran Gunung Sumbing Mengancam Ekosistem Hutan,