Wanita-wanita Tangguh di Balik Alat Berat Tambang Freeport
Tak tanggung-tanggung, jumlah perempuan yang lihai mengendalikan mesin-mesin pertambangan ini mencapai 75 orang.
Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Zaman modern saat ini sudah lazim bagi perempuan yang mengerjakan pekerjaan yang dulunya identik dengan laki-laki, seperti supir bus, kondektur, hingga penjaga keamanan.
Jauh di sebelah timur Indonesia, sejumlah wanita juga dipekrjakan untuk mengoperasikan alat-alat berat yang selama ini identik dengan pekerjaan kaum laki-laki.
Para perempuan ini adalah operator alat berat jarak jauh yang bekerja untuk Freeport Indonesia. Tak tanggung-tanggung, jumlah perempuan yang lihai mengendalikan mesin-mesin pertambangan ini mencapai 75 orang.
Mereka semua bertugas sebagai operator alat berat jarak jauh di tambang Grasberg Block Cave. Mereka semua memiliki peran penting dalam operasi tambang Freeport Indonesia.
“Kami memang mempekerjakan operator alat berat berjenis kelamin perempuan dan ini sejak tahun lalu, tepatnya tanggal 12 Mei 2017 untuk pertama kalinya seorang karyawati berhasil mendapatkan lisensi penuh untuk mengoperasikan peralatan berat sistem kendali jarak jauh ini,” ujar Chris Zimmer, Senior Vice President-Mine Underground PT Freeport Indonesia dalam keterangan persnya, Selasa (2/10/2018).
Chris menjelaskan bahwa para karyawati ini mengoperasikan alat berat tambang bawah tanah di Grasberg Block Cave. Namun alih-alih mengoperasikan langsung di kedalaman tambang, para operator perempuan ini mengoperasikan menggunakan alat kontrol khusus yang disebut Minegem dari ruang berpendingin udara di Tembagapura, Papua.
“Jadi, mereka tidak melakukan pekerjaan kasar. Mereka menjalankan salah satu peralatan tambang tercanggih di dunia dan telah membuktikan mereka lebih dari mampu untuk melakukannya. Pekerjaan sebagai operator Minegem ini membutuhkuan keahlian tinggi serta tentunya ketelatenan dan kesabaran. 75 operator perempuan ini adalah mereka yang terpilih yang telah mengikuti pelatihan panjang hingga mememiliki sertifikat untuk menjadi operator tambang,” ujar Chris
Chris menambahkan, bahwa para perempuan ini juga mendapatkan penghasilan yang sama dengan rekan kerjanya yang berjenis kelamin laki-laki. Dia menyebutkan bahwa walaupun merupakan perusahaan tambang, namun tidak ada diskriminasi berdasarkan pada jenis kelamin di PT Freeport Indonesia.
“Tingkat produktivitas para operator Minegem perempuan ini sama dengan operator laki-laki, dan mereka akan memiliki kesempatan pengembangan karir yang sama. Mempekerjakan para perempuan ini bukan sekadar mengisi kekosongan tenaga kerja, lebih dari itu, hal ini berarti mempekerjakan orang-orang terbaik untuk pekerjaan ini dan memberdayakan serta mempercayakan posisi-posisi penting bagi masa depan PT Freeport Indonesia,” tambah Chris
Kemampuan dan produktivitas para operator perempuan ini dalam bekerja diakui oleh Superintendent DMLZ Caving and Rehabilitation Hanjas Putra, pengawas lapangan bagi para operator Minegem.
“Mereka bekerja dalam dua shift, yaitu pagi dan malam. Jadwalnya sama dengan operator laki-laki. Selain itu, para perempuan ini juga bisa memanfaatkan waktu istirahatnya dengan sangat baik sehingga memungkinkan mereka untuk bekerja lebih produktif,” kata Hanjas.
Theodora Mayor, perempuan berusia 29 tahun asal Biak yang sudah bekerja sebagai operator alat berat di Freeport selama sekitar 1 tahun bercerita bahwa dirinya merasa canggung dan kurang percaya diri ketika pertama kali belajar mengoperasikan alat-alat berat tersebut.
“Awalnya saya gugup karena saya berasal dari latar belakang yang sama sekali non-tambang. Selain itu,saya juga tidak memiliki pengalaman teknis operasi tambang maupun di lapangan. Tapi rekan-rekan operator laki-laki di sini sangat membantu dan menerima kami dengan senang hati. Mereka juga membantu mengajari tata cara melakukan pengoperasian harian konsol-konsol ini, jadi kami memang benar-benar didukung oleh lingkungan yang sangat suportif,” kata Theodora yang juga memegang lisensi penuh untuk operasi pertambangan bawah tanah ini.
Operator perempuan lain berusia 25 tahun yang berasal dari suku Dani dan lahir di Tembagapura, Delince Tabuni, juga mengungkapkan rasa bangganya karena mampu menguasai satu pekerjaan yang sebelumnya sangat identik dengan laki-laki itu.
“Saya sangat bangga karena sekarang kami dapat membuktikan kepada orang-orang bahwa kami para perempuan dapat melakukan pekerjaan penting yang didominasi laki-laki sebaik yang mereka lakukan” ujar Delince.