Baru Dua Hari Menikah, Narwan Rela Tinggalkan Istri di Rumah untuk Bantu Evakuasi Korban Gempa Palu
Baru dua hari dirinya menikah, namun, panggilan untuk mengevakuasi korban Gempa dan Tsunami harus ia jalani.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, PALU - Narwan pria berusia 30 tahun asal Tangerang Selatan, harus rela meninggalkan istri yang baru saja dinikahinya untuk terbang ke Palu menjadi anggota tim evakuasi jenazah.
Baru dua hari dirinya menikah, namun, panggilan untuk mengevakuasi korban Gempa dan Tsunami harus ia jalani.
"Kamis pagi itu saya nikah. Terus Jumat malam dapat kabar, Sabtu dini hari langsung berangkat," ucapnya kepada Tribun di Palu, Rabu (10/10/2018).
Baca: Usai Dilanda Gempa, Perekonomian di Palu Mulai Bergeliat, Warga Antre Beli Martabak
Dia yang sudah bekerja bersama Dompet Dhuafa Filantropi, sejak 2010 menjelaskan sang istri sudah memahami pekerjaannya.
Baca: Persaingan Papan Atas Klasemen Liga 1 Semakin Panas, PSM Makassar Tempel Ketat Persib Bandung
Sehingga, tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan oleh istri dan keluarganya. Ketika malam usai pernikahan, dirinya hanya bisa mengatakan.
"Aku berangkat besok. Doakan ya, mudah-mudahan di sana (Palu) tidak terlalu parah," kata dia mengingat.
Rasa kangen itu akan ditahan oleh Narwan hanya untuk 12 hari. Jangka waktu maksimal seorang evakuator bekerja.
"Kami SOP-nya 12 hari sudah harus pulang. Tidak boleh lebih dari itu, karena takut psikologis, kesehatan juga nanti kena," tukasnya.
Baca: Batal ke KPK Amien Rais Puji Sikap Penyidik Polda Metro Jaya, 30 Pertanyaan Disela Makan Gudeg
Setidaknya, sudah 100 jenazah lebih yang diangkut oleh dirinya.
Mulai dari yang masih utuh, hingga yang sudah tidak berbentuk. Pria berperawakan kurus itu, mengaku sempat mual pada awalnya, ketika harus mengangkat jenazah.
Terakhir kali dia ikut dalam tim evakuasi, pada kejadian longsor di Banjarnegara beberapa waktu lalu. Namun, ia mengaku semuanya terbayar ketika banyak orang yang mendoakan dirinya tetap sehat dan selamat.
"Tidak ada pekerjaan manapun di dunia ini, ketika kita bekerja, banyak orang yang mendoakan kita dan kita bisa membuat mereka bahagia, apapun hasilnya," jelasnya.
Pemuda yang dulu aktif dalam kegiatan Mahasiswa Pencinta Alam itu mengaku, masih sering merasa sedih dan menitikkan air mata ketika keluarga korban bertanya. "Mas, lihat anak saya? Mas, anak saya sudah ketemu? atau Mas, ini foto keluarga saya, ada yang masih di dalam?"
"Sudah. Kalau sudah ada pertanyaan itu, enggak kuat saya. Pasti ngerasa, bagaimana kalau keluarga saya yang nanti cari saya? Cuma, mau bagaimana? Mereka juga bergantung pada kita," imbuhnya.
Selama berada di Palu, dia mengaku sangat berkesan ketika mengangkut jenazah yang merupakan santri cilik di salah satu madrasah. Santri itu, menurut cerita keluarga, sudah menghapal 10 juz Al-Quran.
Tidak ada bau menyengat dari dalam tubuh yang sudah kaku itu selama proses pengangkatan hingga perjalanan menuju kuburan massal.
Padahal, jelas dia, ketika sudah dua hari tertimbun reruntuhan, ada bau yang dkeluarkan dari tubuh jenazah.
"Itu yang saya berkesan sekali selama di Palu ini. Harusnya, ada bau khas jenazah. Tapi, sama hafidz Al-quran ini, sama sekali tidak ada. Semua proses berjalan sangat lancar. Ya wallahu'alam sih enggak tahu juga. Itu sih kalau cerita yang berkesan di Palu ini," urainya.
Masih ada waktu beberapa hari lagi bagi dirinya untuk tetap berada di lokasi terdampak gempa dan tsunami. Setelah itu, dia berharap dapat pulang menemui istrinya sembari mencari rumah untuk ditinggali. "Insya Allah habis ini, saya mau cari rumah sama istri," harapnya.
Gelar Doa Bersama
Masa evakuasi korban gempa bumi dan tsunami di Palu, Donggala, dan Sigi di Sulawesi Tengah, akan berakhir esok 11 Oktober 2018. Penutupan akan dilakukan dengan doa bersama.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, doa bersama akan dilakukan di Petobo, Balaroa, dan Jono Oge, Palu.
Tiga wilayah tersebut diketahui menjadi wilayah terjadinya fenomena alam likuefaksi (tanah kehilangan daya ikat) akibat gempa bumi di Sulawesi Tengah, di mana dilaporkan ada 5.000 warga tertimbun.
"Akan dilakukan doa bersama di sana di lokasi tersebut, Balaroa, Petobo dan Jono Oge," kata Sutopo di Graha BNPB, Pramuka, Jakarta Timur, Rabu (10/10/2018).
Ia menuturkan, penyampaian penutupan secara resmi akan dilakukan oleh Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola. "Mungkin pak Gubernur secara official akan menyampaikan. Kalau melihat rencana kan ada doa bersama," tutur Sutopo.
Namun demikian, ia belum mengetahui detail waktu penutupan resmi masa evakuasi, apakah akan dilakukan sore maupun malam hari. Lebih lanjut, ujar Sutopo, meski masa evakuasi dihentikan, relawan maupun warga yang masih ingin mencari anggota keluarga maupun kerabat tetap diperbolehkan.
"Meskipun evakuasi dihentikan secara resmi, tapi kalau ada masyarakat atau relawan yang masih mencari tetap diperbolehkan. Berdasarkan Kepala Desa pernyataan lisan, ada 5.000 yang hilang di Petobo dan Balaroa," jelas dia.(ryo/Tribunnews)