Iswandi Pasrah saat Lumpur 'Menyedot' Rumahnya: Kalau Allah Mau Cabut Nyawa, Saya Ikhlas
Sampai akan menunaikan Salat Magrib, suasana pun berubah menjadi mencekam. Seketika isi rumah goyang tak karuan.
Penulis: Yanuar Nurcholis Majid
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Nurcholis Majid
TRIBUNNEWS.COM, PALU - Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan menjadi salah satu wilayah yang terkena dampak parah akibat likuifaksi.
Tak hanya porak-poranda, saat gempa terjadi, Petobo perlahan bak ditelan bumi.
Tanah seakan-akan 'menyedot' ribuan rumah yang bermukin di daerah yang terkenal padat penduduk itu.
Iswandi (45), yang beruntung menjadi salah satu saksi hidup menceritakan detik-detik peristiwa itu terjadi.
Saat itu Iswandi sedang mengerjakan rutinitas yang biasa ia kerjakan, yakni guru mengaji di desanya.
Sampai akan menunaikan Salat Magrib, suasana pun berubah menjadi mencekam.
Seketika isi rumah goyang tak karuan. Istrinya berteriak-teriak menyuruhnya ke luar.
"Lagi basuh muka pakai air berwudhu di kamar mandi saya, ambil sarung, terus istri teriak ke luar rumah!, ke luar!" ujar Iswandi, sambil menggambarkan kepanikannya saat itu, Kamis (18/10/2018).
Baca: Tenaga Kerja Indonesia yang Bersengketa dengan Uniqlo Jepang Tak Akan Dibayar Satu Yen Pun
Mendengarkan teriakan istri, Iswandi seketika berlari-lari mencari perlindungan.
Namun, langkahnya terhenti sebab jalan menuju pintu ke luar tertutup reruntuhan bangunan.
Selang beberapa menit, keadaan diperparah dengan munculnya lumpur yang seakan 'menyedot' rumah Iswandi.
Panik, namun ia memilih berdiam diri di dalam rumah.
Ia mumutuskan untuk duduk bersila sambil berzikir, bertahmid dan bertakbir, memohon keselamatan.
"Disitu saya sudah pasrah, kalo Allah mau cabut nyawa saya saya ikhlas, tapi kalo belum waktu nya saya mohon untuk diselamatkan," ucap Iswandi lirih.
Tuhan seakan mendengar doa Iswandi, tiba-tiba tanah dan lumpur berhenti bergerak, dan atap rumahnya terbuka.
Dari celah yang cukup sempit itu, Iswandi merangkak ke luar secara perlahan.
Dalam situasi masih genting, Iswandi berhasil menyelamatkan diri.
Sementara nasib sang istri Mufida, sebaliknya.
Mufida yang sudah dinikahinya selama 10 tahun itu, ditemukan tewas 50 meter dari rumahnya.
"Bencana sudah musibah, istri meninggal, saya coba tegar dan bersabar," ucap Iswandi lirih.
Saat ini, Iswandi masih mengungsi di pengungsian Petobo Atas, bersama kedua anaknya yang selamat.
Iswandi pun masih tak percaya atas nikmat dan karunia yang diberikan Tuhan kepadanya.
"Kalau saat itu saya mati saya ikhlas, dan saat ini saya masih hidup, saya akan lebih tawakal," ucap Iswandi.