Fenomena Travel Gelap di Pekanbaru, Penumpang Bisa Nego Harga hingga Merasa Aman karena Kenal Sopir
Sebuah mobil plat hitam berhenti di pinggir Jalan Raya Pekanbaru-Bangkinang, tepatnya simpang Jalan Garuda Sakti.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU - Sebuah mobil plat hitam berhenti di pinggir Jalan Raya Pekanbaru-Bangkinang, tepatnya simpang Jalan Garuda Sakti.
Tak lama, seorang lelaki yang bertindak laksana calo, meneriakkan sebuah rute.
Saat sebuah angkot berhenti di pinggir jalan, ia bergegas menunggu penumpang angkot yang turun di sana, seraya menawarkan sebuah rute. .
Begitu terjadi kesepakatan soal tarif, penumpang itu lalu masuk ke mobil pribadi yang berhenti tadi.
Simpang Jalan Garuda Sakti kerap dijadikan tempat mangkal travel gelap atau liar.
Baca: Dokter Suntik Bidan 56 Kali Hingga Sempoyongan di Rumah Kosong, 8 Fakta Ini Terungkap
Selain itu ada juga di sepanjang daerah Rimbo Panjang.
Meskipun sering ada razia di sana, namun selalu lokasi itu jadi tempat mangkal favorit.
Apalagi, warga Pekanbaru yang ingin cepat dapat travel ke Sumatera Barat, biasanya sering turun di situ.
Rute travel ilegal bermacam-macam, tergantung banyaknya penumpang. Mulai dari Pekanbaru-Payakumbuh, Pekanbaru-Bukittinggi, Pekanbaru-Padang hingga Pekanbaru-Pasaman.
Selain mangkal, sopir travel ilegal biasanya sudah punya pelanggan tetap.
Biasanya karena sudah lama kenal, atau direkomendasikan oleh teman penumpang.
Henny, seorang warga Pekanbaru, menceritakan pengalamannya yang pernah beberapa kali menumpang dengan travel gelap ini.
Dia mengatakan, tak menaruh was-was saat naik mobil travel non resmi.
"Lagian juga sopirnya sudah lama kenal, orangnya baik, sekampung. Saya bandingkan dengan naik travel resmi sama saja, tidak jauh beda," katanya.
Dia menuturkan, jika berangkat dengan jumlah orang banyak harga bisa diskon.
"Misalnya sama keluarga ada beberapa orang, biasanya dapat korting harga," ujarnya.
Henny tahu jika resiko menaiki mobil travel ilegal ini besar, jika sampai terjadi kecelakaan, atau hal lain yang tak diinginkan.
"Ya itu tadi, karena kita sudah percaya sama sopirnya, jadi rasa khawatir itu berkurang. Alhamdulillah selama ini belum ada mengalami kejadian kecelakaan atau yang gimana-gimana," sebut dia.
Senada dengan Henny, warga lainnya, Irvan mengatakan, awal mula dia bisa menumpang mobil travel gelap ini, lantaran informasi dari temannya.
Hanya saja menurut Irvan, kini dia sudah tak menggunakan jasa travel non resmi yang menjadi langganannya itu lagi.
"Nomornya sudah tak bisa dihubungi lagi. Sekarang saya kalau pulang kampung pakai travel resmi," ungkapnya.
Tribunpekanbaru.com berhasil mewawancarai seorang mantan sopir travel ilegal.
Sebut saja namanya Zul.
Dulu, ia pernah menjadi sopir travel ilegal Pekanbaru-Pasaman.
Dalam lingkungan mereka, sopir travel gelap disebut juga dengan istilah Joker.
Namun, sudah sejak 4 tahun belakangan, ia memilih bergabung ke sebuah Perusahaan Otobus (PO) di Pekanbaru, menjadi sopir travel resmi.
"Awalnya saya hanya coba-coba jadi sopir travel dengan memanfaatkan mobil pribadi. Terlebih ketika itu situasi ekonomi sedang sulit," ungkap Zul kepada Tribun, Sabtu (10/11/2018).
Waktu itu, ia baru saja berhenti bekerja sebagai pelayan di sebuah rumah makan.
Dikisahkan bapak dua anak ini, selain mesti memenuhi kebutuhan keluarganya, ia juga harus membayar angsuran bulanan mobil.
Alhasil, dia pun mencari jalan agar bisa mengatasi itu semua.
Zul akhirnya memilih menjadi sopir travel, yang hingga kini menjadi pekerjaan utamanya dalam mencari nafkah.
"Awalnya saya jadi Joker itu pas mau lebaran. Ketika itu sewa memang sedang ramai, banyak orang yang mau pulang kampung," ungkapnya.
Dari sanalah disebutkan Zul, lama kelamaan, langganannya semakin ramai.
Modalnya hanya dengan bertukar nomor handphone, dan cerita dari mulut ke mulut para penumpangnya.
"Setelah itu mereka nelfon terus kalau mau pulang kampung, lama-lama menyebar dan yang lain tahu kalau saya nambang bawa mobil, ya cerita dari mulut ke mulut," jelasnya.
Tarif yang dipasang Zul selama menjadi sopir travel gelap, setara dengan tarif mobil travel resmi dengan rute yang sama, yaitu Rp 120 ribu di hari biasa, dan bisa mencapai Rp 180 ribu ketika masa lebaran tiba.
Hanya saja disebutkan Zul, harga tersebut masih bisa dinego tipis alias ditawar.
"Bisa ditawar penumpang, Rp 100 ribu bisa. Kadang ada orang yang butuh, ada kemalangan atau gimana kan mau pulang kampung, dia cuma punya Rp 80 ribu yang tetap kita terima," urainya.
Sistem beroperasinya dikatakan Zul, setelah disepakati hari dan jam berangkat, dia lalu menjemput penumpang di rumahnya.
Sesampainya di tujuan, juga diantar sampai ke depan pintu rumah.
Dia mengaku tak menerapkan sistem mangkal.
Setiap harinya pun, Zul membeberkan jumlah penumpang yang dibawanya tak selalu penuh.
"Kadang 4 orang pergi, 4 orang juga pas pulang. Uangnya lumayan Rp 800 ribuan," paparnya.
Acap kali, Zul juga menaikkan penumpang yang menunggu di pinggir jalan. Biasanya ramai di kawasan jalan lintas Pekanbaru - Bangkinang, di daerah Rimbo Panjang. "Penumpang banyak juga nunggu di jalan pinggir jalan. Mereka di sana bisa nawar," bebernya.
Layanan yang diberikannya saat menjadi sopir travel gelap pun hampir sama dengan travel resmi pada umumnya.
Seperti memberikan air minum gratis, sesekali juga makanan kecil.
Disebutkan Zul, dulu dia enggan masuk ke PO resmi.
Karena selain biaya pendaftaran yang terbilang cukup mahal, sekitar Rp 2,5 juta.
Lalu banyaknya potongan yang diterapkan perusahaan.
"Kalau Joker uangnya full untuk kita. Kalau plat kuning, harus potong biaya administrasi. Biasanya potong komisi perkepala (per penumpang) Rp 10 ribu. Biaya surat jalan. Kalau harga tiket Rp 120 ribu, sampai ke kita tinggal Rp 100 ribu, kadang Rp 90 ribu," paparnya.
Zul beralasan, kini dirinya memilih menjadi sopir travel resmi, lantaran sudah mulai sulitnya mencari penumpang.
Selain itu juga semakin sengitnya persaingan sesama sopir travel gelap.
"Belum lagi kan kalau sopir travel gelap ini, tidak ada asuransi kalau kecelakaan. Siapa yang menanggung kalau kita jadi Joker," paparnya.
Lebih jauh dia menuturkan, bergabung menjadi travel resmi, kini tidak membuatnya harus memikirkan untuk mencari penumpang lagi.
"Karena kan sudah ada agen yang mencari, kita tinggal berangkat aja. Penumpangnya sudah pasti," ulasnya.
Zul juga mengaku, dulu dia takut sewaktu-waktu terjaring razia petugas.
Dia pun terpaksa main kucing-kucingan.
"Kalau ada razia rutin seperti Operasi Zebra, bisa-bisa kita ndak nambang. Dulu juga pernah beberapa kali ditilang," paparnya.
Beberapa kali, Zul juga pernah terlibat kecelakaan kecil, semisal bersenggolan dengan pengemudi lainnya.
Selama menjadi Joker dulu, Zul kerap menerima komplain dari sejumlah penumpangnya.
Salah satunya jika penumpang menanyakan soal tiket.
"Biasanya orang-orang dari perusahaan, mereka butuh tiket dan kuitansi untuk klaim balik ke perusahaan. Kalau sudah begini ya pandai-pandai kita lagi. Kadang saya minta tolong ke agen travel resmi. Ya namanya kita berkawan," ucapnya.
Zul menyatakan, jika saat ini masih banyak teman-temannya sesama sopir yang lebih memilih menjadi travel gelap, ketimbang travel resmi.
Terkait apa yang melatarbelakanginya, Zul pun tak bisa memastikan.
"Masih banyak kawan-kawan Joker. Malas bergabung (ke travel resmi). Entah karena mahal, atau bagaimana, saya juga kurang tahu," akunya.(tribunpekanbarucetak)
Artikel ini telah tayang di Tribunpekanbaru.com dengan judul Fenomena Travel Ilegal di Pekanbaru, Penumpang Bisa Nego Harga hingga Merasa Aman karena Kenal Sopir,