200 Tenaga Kerja Asal Sikka Bekerja di Kutai Barat Secara Ilegal
Meski mereka telah hadir secara ilegal di sana, hak-haknya sebagai tenaga kaerja harus diperhatikan secara proporsional
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Pos-kupang.com, Eginius Mo’a
TRIBUNNEWS.COM, MAUMERE - Tidak hanya bekerja di luar negeri, sebagian warga Kabupaten Sikka di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur juga menjadi pekerja di provinsi lain dan mereka adalah tenaga kerja ilegal.
Contohnya di Kutai Barat, Propinsi Kalimantan Timur, sedikitnya 200-an orang tenaga kerja ilegal baik pria dan wanita saat ini bekerja pada satu perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Menyandang TKI ilegal, banyak hak-hak TKI ilegal tidak dinikmati secara baik, meski mereka telah mengorbankan tenaga dan waktu bekerja bagi perusahaan.
Bulan Oktobert 2017, Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan DPRD Sikka telah menemui TKI ilegal di Kutai Barat.
Mereka tinggal di camp perusahaan dan kemungkinan masih banyak tenaga kerja yang tersebar di beberapa perusahaan lainnya di Kalimantan Timur.
Baca: Fahri Hamzah Kritik Pemerintah Agak Lambat Dalam Penyempurnaan UU Tenaga Kerja Yang Baru
“Kami akan bangun nota kesepakatan (MoU) dengan pemerintah Kabupaten Kutai Barat. Kami sudah bertemu dan mendiskusi tahun lalu tentang MoU ini, namun belum direalisasikan. Kami harapkan 2019, kesepakatan ini bisa ditandatangani,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sikka, Germanus Goleng,S.Sos, kepada POS-KUPANG.COM, Jumat (16/11/2018) di Maumere.
Substansi dari MoU ini, menurut Germanus, perlindungan kepada TKI ilegal bekerja di Kutai Barat.
Meski mereka telah hadir secara ilegal di sana, hak-haknya sebagai tenaga kaerja harus diperhatikan secara proporsional.
Ia mencontohkan tak perjanjian kerja antara TKI dan perusahaan.
Kondisi ini membuat posisi tawar tenaga kerja sangat lemah dimata perusahaan.
“Tempo hari (berita di Pos Kupang), tenaga kerja ini urus KTP lewat calo bayar ratusan ribu. Ternyata KTP yang diurusnya palsu. Meski mereka ini sudah ilegal, kita ingin hak-haknya diperhatikan secara proporsional,”kata Germanus.