Kisah Penjual Sayur di Blitar Selamat dari Tanah Longsor
Lukito (33), penjual sayur asal Dusun Bebekan, Desa/Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, tak henti-hentinya mengucap syukur selamat dari tanah longsor
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, BLITAR - Lukito (33), penjual sayur asal Dusun Bebekan, Desa/Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, tak henti-hentinya mengucap syukur karena dirinya selamat dari musibah tanah longsor.
Bencana alam tanah longsor terjadi di jalan raya jurusan antarkecamatan, yakni Kecamatan Doko dan Kecamatan Wlingi, Minggu (24/3) dini hari. Saat itu, Lukito sedang melintas di lokasi hendak ke Pasar Wlingi.
Untungnya, ia berhasil menancapkan gas sepeda motornya saat terdengar suara kemrosok, yang tak lain suara tanah tebing di jalan Dusun Carangkembang, Desa Suru, Kecamatan Doko itu mau longsor.
"Kalau saya nggak ngegas sepeda motor saya, ya bisa jadi tertimbun tanah longsor itu. Itu saya gas karena saya mendengar suara kemrosok dan tiang listrik sudah miring (mau roboh)," tutur Lukito, yang tak henti-hentinya bersyukur atas keselamatannya itu.
Meski selamat dari musibah, namun Lukito dan pedagang lainnya tetap mendapatkan kendala.
Sebab, saat pulang dari pasar atau sehabis belanja dari Pasar Wlingi, mereka tak bisa melintas di jalan yang kini tertimbun tanah longsor tersebut.
Sebab, jalan, yang satu-satunya menghubungkan dua kecamatan itu, kini tertimbun tanah longsor setinggi 2 meter, dengan panjang 8 meter.
Ditambah, timbunan tanah itu bercampur bongkahan kayu dan bambu, sehingga membuat proses pembersihannya sulit.
"Kini, kami dan pedagang lainnya, harus memutar sejauh sekitar 7 km, untuk menghindari jalan yang tertimbun longsoran itu. Ya, kami harys memutar jauh karena harus lewat Desa Popoh, Kecamatan Selopuro," ungkap Lukito.
Meski selamat dari musibah, namun Lukito dan pedagang lainnya tetap mendapatkan kendala.
Sebab, saat pulang dari pasar atau sehabis belanja dari Pasar Wlingi, mereka tak bisa melintas di jalan yang kini tertimbun tanah longsor tersebut.
Sebab, jalan, yang satu-satunya menghubungkan dua kecamatan itu, kini tertimbun tanah longsor setinggi 2 meter, dengan panjang 8 meter.
Ditambah, timbunan tanah itu bercampur bongkahan kayu dan bambu, sehingga membuat proses pembersihannya sulit.
"Kini, kami dan pedagang lainnya, harus memutar sejauh sekitar 7 km, untuk menghindari jalan yang tertimbun longsoran itu. Ya, kami harys memutar jauh karena harus lewat Desa Popoh, Kecamatan Selopuro," ungkap Lukito.
Kapolsek Doko AKP Sunardi mengatakan, penyebab longsor diduga akibat hujan yang mengguyur seharian kemarin, Sabtu (23/3/2019).
Bahkan, hingga tengah malam kemarin, gerimis belum reda. Akibat hujan itu, menyebabkan tanah perengan yang atasnya tegalan itu tergerus, sehingga tak kuat menahan guyuran air hujan.
Akhirnya, tebing setinggi 10 meter itu longsor, hingga menutup jalan, yang jadi satu-satunya akses warga Kecamatan Doko ke Kecamatan Wlingi.
"Kini sudah dilakukan pembersihan, namun belum tuntas karena tak ada alat beratnya, dan hanya dilakukan warga desa setempat secara gotong royong," ungkapnya.
Kendalanya, papar dia, meski menggunakan alat berat namun tetap tak bisa dilakukan. Sebab, medannya sulit karena sebelah kanan jalan itu, jurang, sedang sebelah kirinya adalah perengan. Karena itu, kalau menggunakan alat berat, malah dikhawatirkan terjadi tanah longsor susulan.
"Makanya, kami bersama warga sepakat untuk kerja bakti saja. Toh, menunggu datangnya alat berat juga lama," paparnya.
Kemungkinan, Senin (25/3/2019) pagi, jalan yang tertimbun tanah longsor itu sudah bisa dilewati. Sebab, hingga Minggu (24/3/2019) sore kemarin, masih dilakukan pembersihan.
Sedang tanah longsoran yang menutup jalana itu sudah disingkirkan dengan dibuang ke jurang atau kanan jalan.
"Untuk membersihkan tanah liat yang menempel di jalan aspal, itu dilakukan penyemprotan oleh mobil pemadam kebakaran," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Kisah Penjual Sayur Selamat dari Longsor di Blitar, Lukito: Tancap Gas Lihat Tiang Listrik Miring