Tak Ingin Ditunggangi Kepentingan Politik, Petani Ketang Tak Demo Meski Harga Kentang Jatuh
Para petani Dieng diresahkan dengan merosotnya harga kentang. Kini, harga kentang di tingkat petani di dataran tinggi Dieng hanya di kisaran Rp 5 ribu
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, BANJARNEGARA - Para petani Dieng diresahkan dengan merosotnya harga kentang. Kini, harga kentang di tingkat petani di dataran tinggi Dieng hanya di kisaran Rp 5 ribu.
Dengan harga demikian, petani harus menelan kerugian karena hasil panen tak cukup menutup modal.
Ketua Setikat Petani Dieng Muhamad Mudasir menilai, harga jual kentang tak sepadan dengan biaya produksi yang semakin membengkak.
Mulai biaya pembelian bibit, upah tenaga kerja, hingga modal pembelian pupuk atau pestisida yang penggunaannya semakin masif dan mahal.
Untuk bisa menutup modal, kata dia, paling tidak petani harus mendapatkan harga minimal Rp 7 ribu hingga 8 ribu. Jika ingin untung, harga yang didapat tentunya harus lebih dari itu.
Jatuhnya harga kentang ini kebetulan bertepatan dengan momentum tahun politik. Terlebih saat ini, Pemilu semakin dekat. Petani Dieng pun bingung untuk mengambil sikap.
Mereka bisa saja memobilisasi massa untuk menyampaikan aspirasi mereka ke DPR atau Kementerian pusat.
Seperti mereka lakukan dulu, tahun 2016 saat harga kentang jatuh di kisaran Rp 6 ribu sampai 7 ribu perkilogram dari semula Rp 12 ribu.
Kala itu, ribuan petani Dieng menyerbu ibu kota untuk berdemonstrasi di Kementerian Perdagangan.
Mereka menuntut agar pemerintah menghentikan peredaran kentang impor yang disinyalir jadi pemicu harga kentang dalam negeri jatuh.
Satgas Pangan Polri pun bergerak untuk mengungkap dugaan penyelundupan kentang dari luar negeri yang membanjiri pasaran. Paska aksi, harga kentang berangsur normal antara Rp 10 ribu hingga 12 ribu.
Tetapi itu tak bertahan lama. Mulai pertengahan tahun 2018, harga kentang kembali jatuh hingga dua bulan terakhir ini mencapai Rp 5 ribu perkilogram.
Mudasir mengaku belum ada rencana menggelar aksi untuk menyikapi jatuh jarga kentang ini.
Pihaknya merasa tidak leluasa bergerak untuk mengatasi persoalan jatuhnya harga ini. Momentum tahun politik jadi alasan bagi mereka untuk menahan diri.
"Mau kesana kemari risikonya gede karena tahun politik,"katanya
Petani tak ingin aksi yang digelar untuk menyikapi masalah ini ditarik ke ranah politik. Mereka pun tak ingin gerakan untuk memperjuangkan nasib petani justru ditunggani kepentingan politik oknum tertentu.
Pihaknya pun tak ingin ada prasangka buruk terhadap aksi petani yang digelar menjelang Pemilu.
Padahal, Mudasir menjamin, apa yang diperjuangkan petani murni urusan perut.
Pasalnya, bertani kentang sudah jadi matapencaharian utama warga dataran tinggi Dieng, mulai Kecamatan Kejajar Wonosobo hingga Kecamatan Batur dan Wanayasa Banjarnegara.
Anjloknya harga kentang pastinya memukul perekonomian warga di sejumlah kecamatan itu.
Untuk menghindari prasangka dan tarik ulur kepentingan politik itu, pihaknya memilih menahan diri sementara waktu.
Pihaknya pun selalu menolak kedatangan tamu tak diundang dalam pertemuan petani dengan niat membawa kepentingan politik.
Hingga perhelatan Pemilu usai digelar, pihaknya baru akan menentukan langkah-langkah lanjutan agar harga kentang kembali stabil.
Tetapi Mudasir mengaku masih intensif berkoordinasi dengan para petani, serta dinas terkait untuk mencari jalan keluar atas masalah ini. Dinas terkait diharapkan meneruskan aspirasi petani ke Kementerian pusat agar harga kentang kembali stabil.
"Menunggu Pemilu selesai agar tak ada prasangka dan penumpang gelap. Karena ini murni urusan perut petani," katanya. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.