Para Siswi Pengeroyok Audrey Minta Perlindungan yang Sama dengan Korban, Ini Masalah yang Dihadapi
Para siswi pengeroyok Audrey mengaku akan dibunuh oleh orangtua Audrey dan keluarganya
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Pengakuan para siswi pengeroyok Audrey akan dibunuh oleh orangtua Audrey dan keluarganya membuat Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat (Kalbar) turun tangan.
KPPAD Kalbar mendorong agar kasus Audrey diselesaikan sesuai hukum yang berlaku agar tidak terjadi aksi pembalasan dari pihak korban.
Di sisi lain KPPAD Kalbar menegaskan pihaknya sejak awal tidak berinisiatif menyelesaikan kasus ini secara damai (tidak melewati jalur hukum).
Berawal dari keluarga tersangka penganiayaan yang mendatangi kantor KPPAD Kalimantan Barat pada Rabu (10/4/2019).
Dikutip Surya.co.id dari Tribun Pontianak, keluarga para pelaku datang untuk meminta perlindungan anak-anak yang jadi pelaku penganiayaan.
Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati mengatakan bahwa para pelaku kini mengalami trauma berat akibat ancaman dari orang-orang tersebut.
"Kami didatangi pihak keluarga pelaku sejak tadi pagi, mereka datang karena ingin mengungkapkan si pelaku ini sekarang sedang dalam tekanan luar biasa," ujarnya.
Lebih lanjut, Eka menyebutkan tekanan yang dialami oleh para pelaku.
Disebutkan bahwa para pelaku sampai mendapat ancaman pembunuhan dan lain-lain secara bertubi.
"Sanksi sosialnya sampai ada yang mengancam ingin menusuk kemaluan mereka, ada yang ingin membunuh, ada yang ingin menyekap, ancaman itu bertubi-tubi mereka terima.
Jadi dalam hal ini mereka ingin meminta perlindungan yang sama," ungkapnya dikutip Surya.co.id dari Tribun Pontianak, Rabu (10/4/2019).
Eka menjelaskan kedua belah pihak yakni pelaku dan korban sama-sama berhak mendapat perlindungan dari KPPAD sesuai UU yang berlaku.
"Karena dalam UU menjelaskan bahwa pelaku juga memiliki hak dilindungi di sini, itu yang sedang kita rundingkan," ujarnya.
Eka mengatakan, terkait fakta-fakta, nanti pelaku sendiri yang akan menjawab.
"Untuk lanjutan besok akan ada trauma healing yang akan diberikan kepada pelaku, nanti sore kami akan menemui korban untuk memastikan pendampingan lanjut terkait trauma healing," tandasnya.
Bantah Isu Damai
Ketua Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah ( KPPAD) Kalimantan Barat Eka Nurhayati Ishak membantah pihaknya berupaya mendamaikan pelaku pengeroyokan siswi SMP di Kota Pontianak.
Dia menilai, anggapan yang menyebar luas di masyarakat melalui media sosial tersebut diaggap menyudutkan lembaga KPPAD Kalimantan Barat.
"Lembaga KPPAD memiliki tupoksi melakukan perlindungan dan pengawasan terhadap korban," kata Eka, Selasa (9/4/2019).
Dia menjelaskan, KPPAD Kalbar tidak akan masuk dalam ranah hukum. Apalagi melakukan upaya damai antara korban dan pelaku.
"Kami tidak bisa mengintervensi. Misalnya Ini harus damai. Enggak bisa. Kita enggak boleh seperti itu. Kita menghormati kepolisian yang bekerja sesuai tupoksi mereka," ucapnya.
Menurut dia, setiap keputusan yang akan diambil terkait penanganan selanjutnya diserahkan sepenuhnya kepada pihak korban.
Dia menceritakan, KPPAD Kalbar menerima pengaduan korban pada Kamis (5/4/2019). Sehari sebelum korban membuat laporan ke Polsek Pontianak Selatan.
Di Mapolsek, sebenarnya sudah dilakukan mediasi. Namun keberadaan KPPAD adalah mendampingi korban. Bukan memfasilitasi mediasi tersebut.
"Lagi pula, ranah kami bukan pada penanganan perkara hukumnya. Kami hanya melakukan pendampingan," ucapnya.
Dia minta kepada seluruh masyarakat untuk tidak menyeret-nyeret lembaga KPPAD untuk kepentingan pribadi atau kelompok, berkaitan dengan kasus tersebut.
Sebelumnya, KPPAD Kalbar melaporkan akun Twiitter Ziana Fazura (@zianafazura) ke Polda Kalbar, Selasa (9/4/2019).
Laporan itu terkait unggahan akun tersebut, yang mengomentari peristiwa pengeroyokan pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Pontianak.
Unggahan dengan tagar #JusticeForAudrey itu, diduga memancing reaksi warganet untuk memberikan komentar yang kemudian menyudutkan nama lembaga KPPAD Kalbar.
Tidak ada kekerasan di organ intim
Kepolisian memastikan Audrey, siswi SMP di Pontianak, Kalimantan Barat, yang dikeroyok dan dianiaya sejumlah siswi SMA tidak mengalami kerusakan organ intim.
Hal itu terlihat dari hasil visum terhadap Audrey.
Kepala Bidang Humas Polda Kalimantan Barat AKBP Donny Charles Go mengatakan, semua informasi yang beredar di media sosial terkait kasus Audrey tidak semuanya benar.
"Hasil visumnya sudah keluar, tidak seperti yang viral di luar.
Artinya, di area kewanitaan korban itu tidak ada yang aneh, normal, tidak ada luka," ujar Donny kepada wartawan di Jakarta, Rabu (10/4/2019).
Donny menuturkan, Kapolda Kalimantan Barat Irjen Didi Haryono baru saja menjenguk Audrey yang masih dirawat di rumah sakit.
Secara fisik, kondisi gadis berusia 14 tahun itu berangsur membaik.
"Tadi Kapolda Kalbar sempat menjenguk, setelah Beliau keluar menjelaskan bahwa secara fisik, Beliau lihat korban normal.
Tapi kalau secara psikis, Pak Kapolda tidak bisa jelaskan, karena yang bisa jelaskan itu ahlinya," ucapnya.
Kasus penganiayaan terhadap Audrey yang diduga dilakukan oleh sejumlah siswi SMA di Pontianak viral di media sosial.
Informasi di media sosial menyebut, Audrey mengalami kekerasan fisik dan juga seksual.
Salah satu pelaku disebut sengaja menusuk kemaluan korban menggunakan jari.
Kasus yang melibatkan pelajar-pelajar putri itu mendapatkan perhatian dari masyarakat luas.
Warganet ramai-ramai menandatangani petisi berjudul 'Justice for Audrey' yang dibuat Fachira Anindi di laman Change.org.
Hingga saat ini petisi tersebut telah ditandatangani lebih dari 3 juta orang.
Jokowi Angkat Bicara
Presiden Jokowi ternyata memantau kasus penganiayaan yang menimpa Audrey (14), siswi SMP di Pontianak, Kalimantan Barat yang kini menjadi sorotan dunia.
Terlebih belakangan munculnya tagar #
JusticeForAudrey. Atas kasus ini, Jokowi meminta pihak Polri tegas mengusut kasus ini sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
"Saya sudah perintahkan kepada Kapolri untuk tegas menangani ini sesuai prosedur hukum, tegas dan bijaksana," papar Jokowi saat ditemui di Stadion Tenis Indoor, GBK, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (10/4/2019).
Lanjut Jokowi juga merasa sedih dan berduka atas penganiayaan itu.
Menurutnya masalah ini berkaitan dengan pola interaksi sosial antarmasyarakat yang sudah berubah lewat media sosial.
"Ini Karena pola interaksi yang sudah berubah sehingga orang tua, guru, masyarakat, itu juga bersama-sama merespons perubahan yang ada, meluruskan hal yang tidak betul di lapangan.
Ini harus disikapi bersama-sama, karena ada sebuah pergeseran, masa transisi, pola interaksi sosial antarmasyarakat yang berubah karena keterbukaan media sosial," tambahnya.
3 Siswi SMA Pengeroyok Audrey Jadi Tersangka
Polres Pontianak resmi menetapkan tiga siswi SMA Pontianak pelaku pengeroyokan Audrey sebagai tersangka, Rabu (10/4/2019).
Ketiga pelaku di antaranya yakni, FZ alias LL (17), TR alias AR (17), dan NB alias EC (17).
Penetapan tiga tersangka itu dilakukan setelah penyidik memeriksa sejumlah saksi dan meneriam hasil rekam medis dari Rumah Sakit Pro Medika Pontianak.
"Dalam pemeriksaan terhadap pelaku, mereka juga mengakui perbuatannya menganiaya korban," kata Kapolresta Pontianak Kombes Pol Anwar nasir dikutip dari Kompas.com.
Menurut dia, ketiga tersangka dikenakan Pasal 80 Ayat 1 Undang-undang tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara tiga tahun enam bulan.
"Kategori penganiayaan ringan sesuai dengan hasil visum yang dikeluarkan hari ini oleh Rumah Sakit Pro Medika Pontianak," ujarnya.
Dia menjelaskan, penganiayaan yang dilalukan pelaku tidak secara bersama-sama.
Tetapi bergiliran satu per satu di dua tempat berbeda.
"Sehingga sesuai dengan sistem peradilan anak, bahwa ancaman hukuman di bawah 7 tahun akan dilakukan diversi," ungkapnya.
Selain itu, dalam setiap pemeriksaan, korban maupun pelaku juga didampingi orangtua, Bapas Pontianak dan KPPAD Kalbar.
"Kami tetap bekerja sama dengan lembaga perlindungan anak, baik korban maupun tersangka, kami atensi untuk melakukan perlindungan," ucapnya. (*)