Seniman di Bandung Minta Presiden Terpilih Tidak Amandemen UUD 45 Yang Akomodir Khilafah
Kekhawatiran mengganti sistem pemerintahan dari republik menjadi khilafah terbantahkan jika merujuk pada Pasal 37 ayat 5 UUD 1945
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG-Perubahan dasar negara Indonesia dari negara kesatuan menjadi bentuk lain seperti sebut saja berdasarkan agama, hanya memungkinkan dilakukan lewat amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Namun, sejumlah budayawan, aktivis keagamaan hingga seniman di Kota Bandung, menolak adanya amandemen UUD 1945 jika amandemen tersebut mengubah dasar negara dari NKRI menjadi bentuk negara baru.
"Amandemen UUD 1945 memang boleh ada, tapi kita perlu lihat amandemennya kemana, apakah merubah dasar negara baru atau penyesuaian. Kalau membentuk negara baru, tidak perlu amandemen dan perubahan bentuk negara sudah tidak bisa dilakukan," ujar M Yajjid Kallam, aktifis Nahdlatul Ulama (NU) Kota Bandung di Jalan Trunojoyo dalam diskusi NKRI vs Khilafah dari perspektif budaya, Selasa (9/4/2019).
Baca: Karena Mimpi, Makam Ferolin Akhirnya Dibongkar, Aksi Keji Sang Suami Pun Terbongkar
Seperti diketahui, isu soal pembentukan negara dengan sistem pemerintahan khilafah atau berdasarkan agama tertentu mengemuka seiring dengan Pilpres 2019.
Mantan Kepala BIN, Hendropriyono bahkan menyebut, Pilpres 2019 merupakan pertarungan antar kelompok yang menginginkan negara dengan sistem pemerintahan khilafah dan Pancasila.
"Masalah hari ini, seyogyanya bukan membentuk dasar negara baru karena negara sudah ada dan sudah disepakati sedari awal negara ini berdiri. Jadi, kalau amandemen nanti hanya untuk mengganti bentuk negara, jangan ada amandemen," ujar dia.
Kekhawatiran mengganti sistem pemerintahan dari republik menjadi khilafah terbantahkan jika merujuk pada Pasal 37 ayat 5 UUD 1945 yang menyebutkan, mengenai bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan lewat amandemen UUD 1945.
Bunyi Pasal 37 ayat 5 itu berkorelasi dengan pernyataan seniman Tisna Senjaya. Menurutnya, sejak Indonesia terbentuk, sudah disepakati berasaskan Pancasila.
Baca: Dengan Alasan Kedinginan, Lelaki Ini Berusaha Cabuli Adik Ipar Saat Berteduh di Bangunan Sekolah
"Ketika fenomena khilafah dimunculkan, mnurut saya, Indonesia sudah tidak bisa lagi diubah dengan cara apapun, baik itu khilafah atau ideologi apapun," ujar Tisna.
Ia menambahkan, Pancasila sudah mengakomodir semua hal yang ada di republik ini. Sebut saja, keanekaragaman budaya, agama, suku hingga etnis.
"Jadi baik pak Jokowi atau Prabowo jika kelak nanti terpilih, Pancasila tidak boleh diganggu gugat karen sudah disepakati bersama bangsa Indonesia," ujar Tisna.
Budayawan Sunda, Roedy Wiranatakusuma berpendapat, munculnya isu khilafah di tengah momen politik jadi semacam pengingat untuk bangsa Indonesia untuk kembali memperkuat Pancasila.
"Dinamika poitik yang ada sekarang harus jadi reminder buat kita untuk memelihara marwah Pancasila. Jadi, tidak perlu ada perubahan apapun terhadap bentuk dan dasar negara, siapapun yang terpilih," katanya.
Sekedar diketahui, Amandemen UUD 1945 dibolehkan UUD 1945 diatur di Pasal 37 aya 1 hingga 5. Yakni, usul perubahan pasal-pasal UUD 1945 dapat diagendakan dalam
sidang MPR, apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.
Lalu setiap usul perubahan pasal-pasal UUD 1945 diajukan secara tertulis
dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta
alasannya. Untuk mengubah pasal di UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR. Putusan untuk mengubah pasal di UUD dilakukan dengan
persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari
seluruh anggota MPR.
Terakhir, khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.