Dulunya Sering Melakukan Seks Bebas dengan Pasangan, Wanita Ini Sekarang Terkena HIV/AIDS
AD, seorang janda penderita HIV-AIDS (ODHA) asal Mengwi yang hingga saat ini masih mengidap HIV.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - AD, seorang janda penderita HIV/AIDS (ODHA) asal Mengwi yang hingga saat ini masih mengidap HIV.
Wanita berusia 36 tahun ini mengaku sering bergonta-ganti pacar dan berhubungan seks bebas dengan para mantan pacarnya ketika masih muda.
"Namanya dulu pada waktu masih muda kan seringlah ganti-ganti pacar, perilaku seks bebas. Pacaran tidak sehat. Mungkin dari situlah saya terkena. Karena saya juga tidak pakai narkoba," ungkapnya saat ditemui Tribun Bali, Selasa, (28/5/2019).
Namun, dijelaskannya ia tidak langsung dinyatakan positif menderita HIV pada saat itu, namun dinyatakan positif HIV pada saat setelah menikah.
Ia menikah pada tahun 2007 dan dinyatakan positif HIV pada saat telah menikah pada tahun 2014.
"Untuk faktor kenanya, saya tidak berani bilang dari si A atau si B.
Saya pernah dulu punya pacar tetapi bukan suami yang sekarang.
Baca: Dave Laksono Pastikan DPD Solid Dukung Airlangga, Tidak Ada Agenda Munaslub
Baca: Bayi Terkecil Dunia Lahir di Amerika, Beratnya Cuma 245 Gram
Baca: Syahrini Ungkap Sosok Pemborong Mukena SYR yang Dihargai Rp 3,5 Juta, Juluki Bidadari Surga
Baca: Ariana Grande Terpaksa Tunda Dua Jadwal Konsernya Gara-gara Tomat
Baca: Lengkap! Daftar Ucapan Selamat Idul Fitri 1440 H Lebaran 2019, Menyentuh, Lucu, dan Puitis
Baca: Prediksi Persipura vs PSS Sleman Liga 1 2019, Target 3 Poin Super Elja di Tengah Banyak Cobaan
Tapi sekarang suami dan anak-anak saya malah negatif semua,"
AD merasakan gejala awal menderita HIV adalah mengalami panas dingin, batuk dan diare selama berbulan-bulan dan tidak kunjung sembuh.
Dalam sehari, saat menderita diare, ia bisa 4 hingga 5 kali ke kamar mandi.
"Dulu diajak ke puskesmas dengan keluarga. Sampai di puskesmas dites dan ketahuanlah kalau mengidap HIV. Dan semakin ngedrop kemudian opname di rumah sakit 2 minggu, dan ternyata ditemukan juga TBC," ungkapnya.
Sementara, berat badannya yang semula 65 kilogram menjadi 35 kilogram.
Selain itu, AD juga merasakan gatal-gatal yang menimbulkan ruam di sekujur tubuhnya.
"Pada saat itu, gatalnya kadang-kadang munculnya, tidak secara bersamaan.
Kemaluan kayak tumbuh cacar air (herpes). Tidak bisa diceritakan rasanya mbak. Panas, perih dan campur-campur rasanya," pungkasnya.
Hingga saat ini, AD terus mengonsumsi obat Anti Retro Virus (ARV) untuk menekan perkembangan virus HIV sebagai harapan untuknya untuk tetap bertahan hidup meskipun harus dikonsumsi seumur hidup.
Kasus Capai 120 Tiap Bulan, Sudah Ada 21.081 Orang Mengidap HIV/AIDS di Bali
Angka pengidap Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) di Bali ternyata sangat fantastis.
Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1987, angka pengidap penyakit itu mencapai 21.018 dengan temuan berkisar 100 hingga 120 kasus per bulan.
“Estimasi nasional dari Kemenkes RI dinyatakan bahwa populasi risiko tinggi di Bali mencapai 26.000 orang.
Jika temuan riil kasus ini dibagi estimasi nasional, maka cakupannya sudah mencapai 81%," kata Wakil Gubernur (Wagub) Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace).
"Hal ini bisa diasumsikan bahwa minat masyarakat Bali untuk tes HIV sangatlah tinggi.
Jika diuraikan lebih jauh, maka temuan kasus sekitar 2-4 orang per hari baik tes secara sukarela maupun tes wajib," imbuhnya.
Hal itu disampaikannya dalam acara Diskusi Publik Mengintensifkan Upaya Mendapatkan Hak Asasi bagi Pengidap HIV/AIDS (ODHA) dalam rangka Peringatan Malam Perenungan AIDS Nusantara (MRAN) di ruang rapat Praja Sabha, Denpasar, Kamis (23/5/2019).
Penglingsir Puri Ubud ini mengajak semua pihak bersinergi mengurangi bahkan menghentikan masalah HIV/AIDS ini.
“Mulai dari pemerintah, masyarakat, LSM hingga akademisi kita bahu-membahu agar pertumbuhan kasus bisa kita hentikan,” imbuhnya.
Mengenai upaya pemerintah merespons masalah tersebut, Cok Ace ingin memperbanyak pusat-pusat layanan tes gratis di berbagai daerah di Bali.
Demikian pula terapi HIV dengan obat Anti Retroviral (ARV) sudah disiapkan sebagai tindak lanjut pascates yang dilakukan.
Semakin cepat diketahui status HIV seseorang maka semakin cepat pula orang tersebut mendapatkan pengobatan ARV guna meningkatkan kualitas hidup mereka sebagaimana layaknya kondisi orang normal tanpa HIV.
Merujuk kembali pada data Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Cok Ace menambahkan ternyata puncak kasus terjadi di tahun 2015 yaitu sebanyak 2.529 yang terus mengalami penurunan menjadi 2.174 di tahun 2018.
Hal itu sejalan dengan laporan dari Yayasan Kerti Praja yang menyebutkan bahwa telah terjadi penurunan kasus sebesar 9,3% .
“Kita boleh berbangga bahwa kita sudah bekerja pada track yang benar dan ini merupakan prestasi yang patut saya hargai.
Satu hal yang tidak boleh kita abaikan dalam penanggulangan AIDS ini adalah menciptakan lingkungan yang kondusif agar pelaksanaan penanggulangan HIV/AIDS dapat berjalan secara harmonis dan produktif,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Provinsi Luh Putu Putri Suastini mengajak masyarakat untuk berhenti memberikan stigma negatif dan diskriminatif terhadap Orang Dengan HIV/ AIDS (ODHA).
Sebab, menurutnya, mereka juga mempunyai hak yang sama dengan masyarakat lainnya sebagai warga negara.
“Para ODHA bukanlah monster yang harus kita takuti, mereka hanya sakit karena kekebalan tubuh mereka hilang.
Jadi bagaimana caranya agar masyarakat bisa membuka diri dengan mereka, dan mereka juga bisa terbuka mengatakan jika mereka sakit AIDS seperti penderita penyakit lainnya bisa bilang, saya lho kena kanker, dan lainnya,” jelasnya.
Istri Gubernur Bali Wayan Koster ini mengandaikan, dalam mencari masalah, sama seperti pohon, jika daunnya kuning dan batangnya layu harus dicari akarnya untuk menghijaukan pohon itu kembali.
“Nah sama seperti kasus ini, jangan para ODHA-nya yang dipermasalahkan, tapi bagaimana kesadaran dan sikap kita menjauhi perilaku yang berpotensi kena penyakit itu,” imbuhnya.
Perilaku yang menyebabkan meningkatkan potensi terkena HIV/AIDS seperti hubungan seks bebas dan pergaulan yang dekat dengan obat-obatan terlarang, menggunakan jarum suntik yang berpotensi menyebabkan masyarakat terjangkit.
“Maka perilaku itu yang kita hindari, jangan malah kita kucilkan terus para ODHA-nya,” tegasnya.
Bahkan untuk cakupan lebih luas, ia pun menganjurkan pemerintah dan para dokter bersinergi agar bisa menemukan obat menyembuhkan penyakit itu.
“Jadi setiap tahun kita bukan hanya bicara data, statistik atau bahkan seremonial untuk para pengidap HIV, namun kita lakukan tindakan nyata untuk stop pertumbuhan penyakit mematikan itu.
Karena saya yakin Tuhan tidak akan mengirim penyakit tanpa obatnya,” ujarnya lagi. ( Noviana Windri)
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Janda Asal Mengwi ini Kerap Berhubungan Badan dengan Pacar-pacarnya, Kini Positif HIV-AIDS