Gara-Gara Sistim Zonasi, Pelajar Ini Berniat Bunuh Diri karena Tidak Bisa Masuk Negeri
Ia berharap pihak DPRD dapat mampu memperjuangkan anak-anak mereka bisa masuk SMA negeri.
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Pontianak Syahroni
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Puluhan orangtua calon murid yang mendaftar di SMA Negeri Pontianak melakukan aksi di DPRD Kalbar mengadukan nasib anak mereka yang tidak bisa masuk SMA negeri.
Mereka diterima anggota DPRD Kalbar, Ermin Elviani, Zulkarnain Sireger dan Mad Nawir, Rabu (26/6/2019).
Bahkan satu di antara orangtua murid, menyampaikan anaknya hingga mau bunuh diri karena tidak bisa masuk SMA negeri.
"Anak saya sudah tiga hari ini tidak mau keluar kamar dan tidak mau makan. Dia frustasi mau bunuh diri karena tidak bisa masuk SMA negeri," ucap satu diantara orangtua murid saat menyampaikan keluhan di DPRD.
Ia menceritakan bahwa anaknya mendaftar di SMA 2 Pontianak tapi tidak masuk zona, sedangkan mendaftar di SMA 3 dan SMA lainnya juga sama.
Baca: Selandia Baru Apresiasi Indonesia Cetak Generasi Muda Pertanian Lewat Pendidikan dan Teknologi
"Apalagi SMA yang lainnya, SMA 2 aja ndak bisa masuk, karena zonasi ini. Kami di Pontianak Barat, Sungai Beliung warganya banyak, sekolah negeri hanya satu yaitu SMA 2 saja," ucapnya.
Ia berharap pihak DPRD dapat mampu memperjuangkan anak-anak mereka bisa masuk SMA negeri.
Ia menjelaskan rumahnya berada di Pontianak Barat dan Kelurahan Sunga Beliuang.
Datangi DPRD Kalbar
Puluhan orangtua calon murid yang mendaftar di SMA negeri melakukan protes dengan mendatangi Kantor DPRD Provinsi Kalbar.
Kedatangan masyarakat ini disambut langsung Wakil Ketua DPRD Kalbar Ermin Elviani dan Zulkarnain Sireger, Rabu (26/6-2019).
Satu diantara orangtua, Sahrul menyampaikan dirinya dari Kelurahan Sungai Jawi Luar, Jalan Apel, Gang Gandaria.
Mendaftar di SMA 3, SMA 1 dan SMA 2, ia menjelaskan bahwa jarak rumah dan SMA 2 sangat jauh tidak seperti jarak realitanya.
"Di gang saya ada tiga orang yang mendaftar, dua orang tidak diterima karena jaraknya menjadi 1,3 KM sedangkan satu orangnya diterima dengan jarak 500 meter," ucap Sahrul saat menjelaskan pada pihak dewan.
Baca: Lewat BKOT, Orangtua Mahasiswa Baru Dikenalkan Pada Budaya Kampus
Masyarakat meminta keadilan, karena merasa tidak sesuai dengan jarak yang ada.
Kritik Sistem Zonasi
Gubernur Kalbar Sutarmidji sebelumnya mengkritisi sistem zonasi yang diterapkan pada Penerimaan Perserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA tahun ajaran 2019.
Gubernur meminta Ombudsman selaku instansi yang mengawasi pelayanan publik untuk mengawasi dengan ketat setiap sekolah guna memastikan penerimaan berjalan dengan baik tanpa penyimpangan.
"Saya sudah minta Ombudsman melakukan pengawasan ketat, jangan ada pelanggaran-pelanggaran lagi dan saya juga berharap ke depan pak menteri tak perlu mengatur seperti ini. Biarkan daerah. Daerah lebih pandai mengatur penerimaan murid," ucap Sutarmidji saat diwawancarai, Senin (24/6).
Menurutnya, level menteri tak perlu mengurus penerimaan murid baru, cakup membuat kebijakan yang membuat pendidikan ini lebih maju kedepannya.
"Kalau menteri masih gak ngurus yang kayak gini, aduh ape ceritanye. Seharusnya cukup buat regulasi yang lain," tegas Midji.
Ia menegaskan, belum kelar masalah zonasi penerimaan murid. Saat ini sudah mau dibuat lagi aturan tentang zonasi penempatan guru.
"Die kire nyaman mindahan guru sana sini. Kalau di daerah Jawa mungkin enak, satu hari satu kabupaten bisa tawaf tujuh kali. Nah kalau di sini bagaimane? Itu semue merampot-merampot jak ye," tegasnya.
Memang untuk didaerah kota seperti Kota Pontianak, kata Midji, sistem zonasi guru sudah dilakukan dan tidak ada masalah.
"Kalau di Pontianak tidak ade masalah, mau pindahkan kemane jak bise. Misalnya orang yang tinggal di Kota Baru ngajar di Batulayang tak masalah. Bayangkan kalau di Kapuas Hulu, Sanggau, Kubu Raya. Die tinggal Rasau suruh ngajar Pasang Tikar, mau jadi ape," jelasnya.
Ia meminta ke depan masalah penerimaan murid dan penempatan guru diserahkan pada daerah.
Ia mencontohkan, dulu Proses Penerimaan Peserta Didik tidak ada masalah dan tidak membuat pihak sekolah rumit.
"Katenye mau menghilangkan sekolah favorit. Itu bisa dilakukan asal semue dilengkapi dengan fasilitas. Gedung sama, fasilitas sama, kualitas guru sama, nah hilanglah sekolah favorit. Kalau anak-anak cerdas dan pintar, dia perlu penanganan khusus. Perlu ada unggulan itu," tegas Midji.
Ia pribadi akan tetap membuat sekolah favorit. Ia akan membangun SMK dan SMA unggulan disetiap kabupaten-kota.
"Terserah pak menteri mau atur ape, pokoknye kite atur daerah ini. Masak ngatur penerimaan murid saja ribut sedunia begitu," ucapnya.
Sebut Solusi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy membantah adanya sistem zonasi dalam PPDB 2019 menimbulkan masalah.
Ia justru mengatakan sistem zonasi menjadi solusi persoalan dunia pendidikan.
"Zonasi itu untuk menyelesaikan masalah infrastruktur dan ketidakmerataan guru," ujar Muhadjir.
Muhadjir menambahkan, penerapan sistem zonasi membuat pemerintah lebih mengetahui persoalan sekolah di berbagai daerah secara lebih detail.
"Zonasi ini untuk memperkecil istilahnya itu men-close up masalah. Karena kalau petanya nasional itu buram. Tapi kalau kita pecah-pecah ke zona-zona itu jadi lebih tajam, lebih luas," terangnya.
Dalam pelaksanaannya, penerapan sistem zonasi tersebut telah mengundang masalah di sejumlah daerah.
Menanggapi itu, Mendikbud Muhadjir mengatakan ada daerah yang responsif untuk mengatasi permasalahan PPDB.
"Kenyataannya bahwa sebagian daerah tidak ada masalah, artinya berarti ada daerah yang cukup responsif tapi ada daerah yang mungkin persoalannya karena itu lebih kompleks maka solusinya juga tidak semudah dari daerah yang lain," jelasnya.
Kemudian, ia mengatakan berbagai persoalan sekolah di tiap zona akan ditindaklanjuti pemerintah.
Dengan sistem zonasi, menurutnya, akhirnya banyak diketahui daerah-daerah yang belum memiliki sekolah memadai atau tidak cukup menampung siswa dari zona tersebut.
"Setelah tahu masalah ini akan kita selesaikan per zona. Mulai dari ketidakmerataan peserta didik, kesenjangan guru, ketidakmerataan guru, jomplangnya sarpras antarsekolah," katanya.
Lebih lanjut, ia memastikan akan mengevaluasi penerapan sistem zonasi tahun 2019 ini. Selanjutnya, hasil evaluasi akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kalau di evaluasi memang setiap saat pasti itu. Apa yang kita lakukan sekarang ini kan evaluasi tahun sebelumnya apalagi Bapak Presiden juga sudah menganjurkan untuk segera di evaluasi nanti setelah ini pasti akan segera kita evaluasi dan Insya Allah saya akan segera laporkan ke Bapak Presiden," ujar Mendikbud.
Muhadjir Effendy mengatakan bahwa saat ini sudah tidak lagi pengkategorian sekolah favorit atau tidak favorit.
Menurutnya era sekolah favorit kini sudah selesai.
"Karena itu saya mohon masyarakat mulai menyadari bahwa namanya era sekolah favorit itu sudah selesai," kata Muhadjir.
Muhadjir mengatakan bahwa kini tidak ada lagi sekolah yang isinya hanya anak-anak 'unggulan' yang memiliki nilai atau passing grade tertentu.
"Karena sekarang enggak ada sekolah yang isinya anak-anak tertentu, terutama yang mereka, yang dari proses passing grade, yang relatif homogen, enggaada sekarang. Sekolah favorit yang homogen sudah enggak ada lagi, sekarang relatif heterogen," katanya.
Muhadjir meminta masyarakat untuk menerima sistem kebijakan zonasi tersebut. Apalagi kebijakan sistem zonasi sudah diterbikan sejak Desember tahun lalu.
"Sehingga kita harapannya tak harusnya terjadi (kisruh), karena sosialisasinya, persiapannya sampai desiminasi peraturan itu, sampai peraturan yang lebih rendah, sampai aturan gubernur, peraturan bupati, walikota mestinya sudah harus selesai pas Maret," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.