Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Protes Pungli di Sekolahnya, Guru Honorer SD di Tangsel Diintimidasi dan Dipecat Sepihak

Rumini (44), seorang guru honorer yang mengajar di SDN Pondok Pucung 02, Tangerang Selatan (Tangsel), seakan menjadi musuh bersama

Editor: Sugiyarto
zoom-in Protes Pungli di Sekolahnya, Guru Honorer SD di Tangsel Diintimidasi dan Dipecat Sepihak
TRIBUNJAKARTA.COM/JAISY RAHMAN TOHIR
Rumini, mantan guru honorer SDN Pondok Pucung 02 Tangerang Selatan, di kediamannya di bilangan Jakarta Selatan, Kamis (27/6/2019). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman Tohir

TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG SELATAN - Rumini (44), seorang guru honorer yang mengajar di SDN Pondok Pucung 02, Tangerang Selatan (Tangsel), seakan menjadi musuh bersama para guru, kepala sekolah bahkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangsel karena niat baiknya mencegah dan mengungkap praktik pungli di tempatnya mengajar.

Pengajar mata pelajaran kesenian itu mengaku gemas melihat berbagai kebijakan sekolah yang selalu membebankan biaya kepada para murid.

Wanita yang mulanya pengajar ekskul tari itu memaparkan sejumlah kebijakan sekolah yang seharusnya sudah bisa dikover biaya operasional sekolah (BOS) dan biaya operasional sekolah daerah (BOSDA).

Pertama terkait buku sekolah. Ditemui di kediamannya di bilangan Jakarta Selatan, Rumini memaparkan kebijakan sekolah yang meminta biaya buku sampai Rp 360.000 per siswa.

Rumini hanya memendam tanyanya terkait beban biaya itu yang menurutnya menyalahi atauran karena buku itu seharusnya gratis diberikan sekolah.

.
. ()
Warta Kota/Zaki Ari Setiawan
 Guru honorer di Tangerang Selatan, Rumini (44) menunjukkan surat pemecatan di kediamannya, Jakarta Selatan, Rabu (26/6/2019).

Di kelas, guru seni itu membolehkan tiga siswanya untuk memfotokopi buku karena terlalu berat untuk orang tua murid itu membayar uang buku.

BERITA REKOMENDASI

"Saya sempat dipanggil dan ditegur dengan alasan tidak mengikuti peraturan sekolah dengan baik sebagai guru," ujar Rumini, Kamis (27/6/2019).

Selain itu, 594 siswa yang dibagi tiga kelas per angkatan itu juga dibebankan biaya komputer sebesar Rp 20 ribu per bulan.

Rumini bahkan menyebut pengajaran komputer sempat berhenti, meskipun bayaran tetap ditagihkan.

"2016 enggak ada lagi pengajaran komputer, terus 2017 itu ada Bu Ayu yang ngajar. Guru baru ngajar komputer sama bahasa inggris," ujarnya.

Para siswa membayar uang komputer itu dengan tanda bayaran berupa kartu biru.


Bahkan para siswa yang belum membayar uang komputer itu tidak diperbolehkan mengambil rapor.

"Malah kalau belum bayar yang kelas enam enggak boleh ambil ijazah," ujarnya.

Tak hanya itu, para siswa juga dibebankan biaya kegiatan sekolah sebesar Rp 130 ribu per tahun untuk acara seperti Tujuh Belasan, Kartinian dan lain-lain.

Sejumlah wali murid enggan membayar uang kegiatan itu.

Pihak sekolah pun tak habis akal, dan mencoba menarik uang lagi dengan embel-embel uang daftar ulang.

Rumini makin geram. Ia yang ada saat pembicaraan itu dilontarkan pun melawan.

"Bapak jangan kaya gitu, seumur-umur mana ada biaya daftar ulang. Waktu itu saya gebrak habis-habisan," ujarnya.

Pada tahun 2018, sekolah itu hendak mengadakan infokus atau proyektor.

Per kelas dimintakan uang sebesar Rp 2 juta dan dibagi kira-kira 30 siswa untuk instalasinya.

"2018, itu dimintain uang per kelas itu 2 juta per kelas. Satu kelas ada 30 orang, satu siswa 75 ribu," jelasnya.

Kegeraman Rumini sampai membuatnya nekat mengambil data laporan BOS, rencana kegiatan anggaran sekolah (RKAS) dan rencana anggaran belanja sekolah (RAB) yang sulit diakses walaupun bersifat publik.

Sikap kritis yang ditunjukkan Rumini ke sekolah pun berujung intimidasi sampai ditekan agar mengundurkan diri dari sekolah.

Intimidasinya tidak main-main, Rumini mengaku pernah dikunciin di dalam ruangan sampai pingsan.

"Sering sampai dikunciin di ruangan. Saya sampai pingsan lho," ujarnya.

Matanya terbelalak saat ia mengingat kembali bahkan untuk keluar sekolah pulang saja ia harus berjuang.

"Saya mau keluar ruangan didorong, saya keluar didorong. Sampai lapangan, motor saya berdiri, ngetrek kondisinya nyala," ujarnya.

Tekanan yang diterima Rumini begitu bertubi-tubi dari pihak guru bahkan sampai ke Kepala Sekolah, Suriah.

Keluarga Rumini pun ikut dilibatkan, adiknya yang masih tinggal tidak jauh dari kediaman Rumini turut didatangi pihak sekolah.

Akhirnya, ia mendapat surat pemecatan yang ditandatangani Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangsel, Taryono, dengan nomor 567/2452-Dindikbud.

Saat ini, Rumini sudah melaporkan kasus Pungli dan intimidasi terhadap dirinya itu ke Komnas HAM dan Polres Tangsel. Proses di kedua institusi itupun sudah berjalan.

"Senin saya ketemu lagi dengan Komnas HAM. Kalau Polres katanya pihak sekolah sudah dipanggil," ujarnya.

Kadisdikbud: Bukan Pungli, Sumbangan Sukarela

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Tangsel, Taryono, angkat bicara terkait adanya dugaan pungli di SDN Pondok Pucung 02 Tangerang Selatan (Tangsel).

Seperti diberitakan TribunJakarta.com sebelumnya, Rumini, mantan guru honorer SDN tersebut, membeberkan sejumlah pungutan yang diminta sekolah kepada para murid, dari mulai uang komputer, uang kegiatan sekolah sampai diminta untuk membeli buku.

Rumini yang memprotes pungutan itu ke sekolah justru mendapat intimidasi sampai dipecat secara sepihak oleh Taryono.

Taryono menyanggah jika permintaan uang tersebut dikatakan sebagai pungli.

"Dari laporan kepala sekolah yang disertai bukti-bukti bahwa apa yang dituduhkan pungli tidak benar, melainkan sumbangan sukarela orangtua melalui komite sekolah," kata Taryono melalui aplikasi pesan singkat, Kamis (27/6/2019).

Protes Pungli di Sekolah Tempat Bekerja, Guru Honorer SD di Tangsel Diintimidasi dan Dipecat Sepihak

Ia mengatakan hal itu wajar dan sudah sesuai aturan. Bahkan Taryono menyebut permintaan sumbangan ke wali murid didorong oleh pemerintah melalui Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

"Dari laporan dan investigasi tim, tidak ditemukan tindak seperti yang disampaikan itu."

"Permendikbud 75/2016 sumbangan sukarela masyarakat tidak dilarang bahkan didorong untuk berpatisipasi dalam pembangunan pendidikan," paparnya.

Sedangkan terkait pemecatan Rumini, Taryono mengatakan pihaknya sudah menempuh sejumlah tahapan sampai investigasi.

"Tahapan yang telah ditempuh disdikbud sesuai aturan dan ketentuan. Diawali adanya laporan, investigasi, pemanggilan para pihak, teguran, dan pemutusan hubungan. Yang jelas bukan karena adanya korupsi, tetapi semata pembinaan guru dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan," ujarnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Soal Dugaan Pungli SDN Pondok Pucung 02, Kadisdikbud Tangsel Sebut Sumbangan Sesuai Aturan, https://jakarta.tribunnews.com/2019/06/27/soal-dugaan-pungli-sdn-pondok-pucung-02-kadisdikbud-tangsel-sebut-sumbangan-sesuai-aturan.

Sumber: TribunJakarta
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas