Jaksa Tak Akan Banding Vonis Bahar bin Smith, Bakal Dieksekusi di Lapas Cibinong Bogor
JPU yang menuntut Habib Assayid Bahar bin Smith menerima putusan hakim dan tidak akan menyatakan banding atas pidana penjara 3 tahun yang dijatuhkan.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Habib Assayid Bahar bin Smith menerima putusan hakim dan tidak akan menyatakan banding atas pidana penjara 3 tahun yang dijatuhkan.
"Jaksa menyatakan menerima putusan hakim, tidak akan mengajukan upaya hukum atas vonis Pengadilan Negeri Bandung yang mengadili Habib Bahar," ujar Kasipenkum Kejati Jabar, Abdulmuis Ali di Jalan LLRE Martadinata, Rabu (17/7/2019).
Habib Bahar divonis pidana penjara 3 tahun dari tuntutan jaksa yang menuntut 6 tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana di Pasal 333, 170 dan Pasal 80 Undang-undang Perlindungan Anak.
"Dalil pertimbangan jaksa, diakomodir seluruhnya oleh hakim dalam memutus perkara tersebut," katanya.
Sementara itu, terkait eksekusi putusan hakim, jaksa masih menunggu salinan lengkap putusan majelis hakim.
"Untuk pelaksanaan eksekusi akan sesuai domisili terpidana, yakni di Kabupaten Bogor," ujar Ali.
Terdakwa kasus penganiayaan, Habib Bahar bin Smith divonis 3 tahun penjara pada sidang vonis di Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Bandung, Selasa (9/7/2019).
Majelis Hakim yang diketuai oleh Edison Mochamad menyatakan bahwa Habib Bahar bin Smith secara sah dan meyakinkan telah melakukan penganiayaan, perampasan kemerdekaan, dan perlindungan anak.
"Memutuskan hukuman kepada Terdakwa Habib Bahar bin Smith selama tiga tahun penjara, denda Rp 50 juta dan subsider satu bulan kurungan dan biaya perkara senilai Rp 5 ribu," kata Edison Mochamad, Selasa (9/7/2019).
Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yaitu hukuman pidana selama enam tahun, denda Rp 50 juta dan subsider tiga bulan kurungan serta biaya perkara Rp 2 ribu.
Hal yang meringankan terhadap terdakwa ialah terdakwa bersikap sopan saat menjalani sidang, mengakui semua perbuatannya, menyesali perbuatannya, memiliki tanggungan keluarga, meminta maaf, dan berupaya damai dengan orang tua korban.
Sementara hal yang memberatkan ialah terdakwa pernah dihukum, membuat kedua korban mengalami luka, dan merugikan nama baik ulama dan santri di lingkungan pesantren.
Menanggapi hasil putusan tersebut, pihak pengacara terdakwa mengatakan akan pikir-pikir atas vonis tersebut.
Begitu pun dengan pihak jaksa penuntut umum (JPU) mengaku akan pikir-pikir terhadap putusan tersebut.
Semua nota pembelaan yang diajukan oleh terdakwa dan penasehat hukumnya ditolak oleh Majelis Hakim yang mengadili persidangan tersebut.
Kronologis Penganiayaan
Sebelumnya, dalam sidang tuntutan kasus penganiayaan dengan terdakwa Bahar Bin Smith, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan kronologis bagaimana penganiayaan itu dilakukan.
Tim jaksa, Purwanto Joko membacakan kronologi saat MKU (17) dan CAJ (18) mengalami penganiayaan.
Purwanto menjelaskan, peristiwa berawal pada 26 November 2018 lalu.
Saat itu, korban CAJ diajak temannya MKU mengisi acara di Seminyak, Bali.
Sesampainya di Bali, CAJ dan MKU menghubungi panitia acara.
Namun panitia acara sulit dihubungi.
Kemudian mereka memutuskan menginap di hotel di Kuta, Bali, selama tiga hari tiga malam.
Kamis 29 November 2018, ketika saksi korban CAJ dan MKU berada di daerah Kuta dan hendak kembali ke hotel, ada orang bernama Amir yang bertanya kepada saksi CAJ, apakah yang bersangkutan Habib Bahar.
Atas perintah MKU, yang dari dulu mengaku sebagai habib, MKU menjawab iya.
"Lalu Amir membawa CAJ dan MKU ke sebuah ruko untuk ngobrol. Setelah itu Amir mengantarkan CAJ dan MKU ke hotel," kata jaksa.
Jumat (30/11/2018), CAJ dan MKU dijemput di hotel tempat menginap oleh Jemaah Majelis Talim Ratibul Hadat menuju Bandara Ngurah Rai Bali untuk pulang ke Jakarta dengan diberi dua tiket pesawat Batik Air.
Terdakwa Bahar, mengetahui ada orang yang mengaku-ngaku sebagai Habib Bahar yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Tajul Alawiyin di Kampung Kemang, Kabupaten Bogor.
Kemudian terdakwa memerintahkan Hamdi untuk menghubungi M Abdul Basit Iskandar menanyakan rumah CAJ.
"Terdakwa kemudian meminta temannya untuk mencari tahu di mana CAJ tinggal kemudian bawa ke pesantrennya untuk tabayun (kroscek atas kejadian di Bali)," ungkapnya.
Setelah M Abdul Basit Iskandar menemukan alamat CAJ, dia menghubungi terdakwa Bahar.
Kepada Bahar, M Abdul Basit mengatakan telah diketahui rumahnya namun korban CAJ tidak ada di rumahnya.
Pada 1 Desember 2018 sekitar pukul 09.00 WIB, terdakwa melalui Hamdi menghubungi dan memerintahkan Agil Yahya alias Habib Agil dengan Wiro untuk menjemput saksi M Abdul Basit.
Sebelum ke Kabupaten Bogor, Habib Agil Yahya terlebih dulu menjemput Husen, menjemput Ginda Tato dan Keling di Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin.
Lalu menunggu saksi M Abdul Basit di depan Polsek Ciampea.
Mereka kemudian berangkat menuju rumah CAJ di Kampung Tapos Antay, Tenjolaya, Bogor.
CAJ sempat menolak dibawa ke Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin.
Namun akhirnya ia bersedia dengan menggunakan kendaraan sendiri.
"Dalam perjalanan ke Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin, saksi Habib Agil sempat merekam video sambil mengatakan, ni nih yang ngaku-ngaku Habib Bahar di Bali, sekarang mau diinvestigasi," tutur jaksa.
Sesampainya di Ponpes Tajul Alawiyyin korban melimpahkan kesalahan pada MKU saat diinterogasi Bahar.
Kemudian Bahar memerintahkan Hamdi dan Basit menjemput korban MKU di rumahnya di Dramaga, Bogor.
Selama di pesantren, terdakwa dan beberapa orang melakukan penganiayaan.
Penganiayaan dilakukan menggunakan tangan kosong, tendangan kaki, pada tubuh bagian kepala, rahang, dan mata berkali-kali.
Korban CAJ dan MKU pun disuruh berkelahi.
"Korban juga digunduli agar tidak menyerupai Bahar dan ada santri yang menggunakan sebagai asbak untuk memadamkan rokok," ujarnya.
Setelah itu, CAJ dan MKU diperbolehkan pulang meninggalkan pondok pesantren.
Dituntut 6 Tahun Penjara
Sebelumnya sidang lanjutan kasus dugaan penganiayaan dengan terdakwa Bahar Bin Smith masuk ke tahap penuntutan, Kamis (13/6/2019).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Bahar Bin Smith 6 tahun pidana penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.
Menurut JPU Purwanto Joko dalam tuntutannya, terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap dua remaja CAJ (18) dan MKU (17) di Ponpes Tajul Alawiyyin, Bogor.
Seusai persidangan, Bahar Bin Smith tidak banyak memberikan komentar.
Saat wartawan meminta tanggapan atas tuntutan yang disampaikan jaksa, Bahar Bin Smith menjawab akan bertanggung jawab dengan perbuatannya.
"Saya siap bertanggung jawab dunia akhirat. Saya siap bertanggung jawab atas apa yang saya lakukan," ujar Bahar.
Saat ditanya apa yang akan disiapkan Bahar Bin Smith dan tim kuasa hukumnya, Bahar Bin Smith kembali menyampaikan kalimat yang sama berulang kali sambil meninggalkan ruangan sidang.
Sebelumnya dalam persidangan, Bahar Bin Smith menyatakan kepada majelis hakim mengerti dengan tuntutan yang dibacakan JPU.
Untuk langkah ke depan, ia menyerahkannya kepada tim kuasa hukumnya, yakni menyiapkan pledoi.
Sidang pledoi sendiri akan digelar Kamis (20/6/2019).
Pada sidang sebelumnya, Bahar bin Smith mengakui kesalahannya menganiaya CAJ (18) dan MKU (17).
"Menurut hukum positif, saya tidak punya kewenangan. Sebagai warga negara, perbuatan saya tidak benar menganiaya dan memukul," ujar Bahar, saat menjawab pertanyaan hakim, Edison Muhamad.
Bahar menyinggung soal alasan kenapa ia tidak melaporkan Jabbar dan Al Muzzaki ke polisi.
"Mungkin banyak yang bertanya, kenapa enggak laporkan. Saya percaya ini negara hukum, tapi berapa kali lapor orang-orang penegak hukum tidak pernah respons, giliran kami jadi terlapor, kami yang diproses. Hilang kepercayaan kami," ujar Bahar. (men)