Ditolak Pemilik Lahan, Eksekusi Proyek Pembangunan Bendungan di Deliserdang Batal
Proses eksekusi lahan untuk pembangunan proyek bendungan di Kecamatan Batangkuis, batal karena menuai penolakan dari pemilik lahan.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Proses eksekusi lahan untuk pembangunan proyek bendungan di Kecamatan Batangkuis, Deliserdang, Sumatera Utara oleh Pengadilan Negeri Lubukpakam, batal karena menuai penolakan dari pemilik lahan, Jumat (9/8/2019).
Pengadilan berencana untuk mengeksekusi 12 bidang lahan padi dan jagung di wilayah itu, dengan luasan total sekitar 44,27 hektar.
Lahan seluas itu hanya milik dua orang, yakni Harta Susanto sebanyak 10 bidang dan Halim dua bidang.
Pemilik lahan menolak eksekusi lahan itu karena proses hukum masalah ganti rugi masih bergulir di PN Lubukpakam.
Sementara, pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dikejar waktu pengerjaan proyek yang makin mepet.
Baca: 10 Nama Calon Menteri Diajukan PDIP, Jokowi Pastikan Ada Jatah Menteri dari Bali
Harta Susanto dan Halim menuntut agar ganti rugi atas lahan mereka disesuaikan dengan lahan lain.
Informasi yang beredar, lahan milik orang lain di sebelah lahan mereka dihargai lebih dari Rp 800 ribu per meter persegi.
Sedangkan ganti rugi untuk lahan mereka hanya lebih sedikit dari Rp 200 ribu per meter.
Disparitas biaya ganti rugi yang sangat lebar itu kemudian berujung gugatan ke pengadilan.
Dua pemilik lahan itu bahkan memidanakan pelaksana proyek karena diduga memalsukan tanda tangan mereka terkait kesepakatan ganti rugi.
"Kami minta eksekusi terhadap lahan klien kami ditunda," kata kuasa hukum pemilik lahan, Rohdalahi Subhi Purba.
Proses eksekusi ini sempat diwarnai ketegangan, antara panitera PN Lubukpakam dengan pemilik lahan.
Puluhan petani yang selama ini menggarap lahan itu dikerahkan pemilik lahan.
Pada lengan para petani itu, terikat pita berwarna merah putih.
Mereka bereaksi keras saat panitera membacakan surat penetapan eksekusi pengosongan lahan itu.
Perdebatan alot antara pemilik lahan, kuasa hukum dengan pihak pengadilan dan Kementerian PUPR juga berlangsung lama.
Baca: Tak Boleh Panggil Ahok, Megawati Akhirnya Hafalkan Nama Basuki Tjahaja Purnama
Pemilik lahan bersedia melepas lahan itu, asalkan harga yang ditawarkan sesuai menurut mereka.
Meski surat penetapan eksekusi telah dibacakan, proses pengosongan lahan itu terpaksa ditunda.
Pihak pengadilan tak mau ambil risiko karena kekuatan pengamanan tak memadai.
Terlebih, bantuan keamanan dalam proses eksekusi itu hanya dilakukan oleh Satpol PP.
"Kami terpaksa menunda eksekusi karena kurang pengamanan," kata Panitera PN Lubukpakam, Asmar Josen.
Sementara itu, pihak PUPR tidak bisa berbuat banyak terkait penundaan.
Mereka menyerahkan sepenuhnya kepada pengadilan untuk melakukan pengosongan ulang.
Adapun eksekusi lahan ini tetap akan dilakukan meski proses hukum di dipengadilan masih berjalan, karena pihak PUPR menempuh langkah konsinyasi untuk proses ganti rugi.
"Uangnya kami titipkan ke pengadilan," kata Staf Kementerian PUPR, Indra Kurnia.
Adapun proyek pembangunan bendungan itu bersumber dari dana APBN dengan nilai kontrak mencapai Rp 234,23 miliar.
Hingga kini, proses pembangunan telah berjalan kira-kira 20 persen dan direncanakan rampung pada 2021 mendatang.
Bendungan yang menampung air dari Sungai Batu Gingging dan Sungai Belumai itu rencananya akan mengaliri sekitar 45.000 hektar lahan pertanian yang ada di wilayah tersebut. (mak/tribun-medan.com)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Tuai Penolakan, Eksekusi Lahan Bendungan di Deliserdang Batal