Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anak Tukang Becak dari Madura Raih Gelar Doktor di ITS

Disertasi Lailatul Qomariyah mengenai aplikasi silika untuk solar sel. Solar sel bisa digunakan sebagai energi listrik.

Editor: Willem Jonata
zoom-in Anak Tukang Becak dari Madura Raih Gelar Doktor di ITS
(Doc Lailatul Qomariyah)
Lailatul Qomariyah berpose bersama para promotor dan penguji disertasinya dalam sidang terbuka yang digelar di kampus UTS Surabaya pada hari Rabu (4/9/2019). 

TRIBUNNEWS.COM - Lailatul Qomariyah (27), anak seorang tukang becak dari Dusun Jinangka, Desa Teja Timur, Kecamatan Kota Pamekasan, Madura, menggapai cita-citanya.

Anak pertama dari tiga bersaudara pasangan suami istri Saningrat (43) dan Rusmiati (40), meraih gelar doktor dari jurusan teknik kimia di Fakultas Tekhnologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Gelar doktor perempuan yang murah senyum itu diraih lewat sidang terbuka dengan mengambil disertasi “Controllable Characteristic Silica Particle and ITS Composite Production Using Spray Process".

Baca: Pria Paruh Baya Cabuli Anak Tiri, Kata Polisi Pelaku Izin ke Ibu Korban dan Direstui

Baca: Farhat Abbas Khawatirkan Nia Daniati

Baca: Reaksi Hotman Paris Tahu Elza Syarief Berniat Mengadu ke Presiden Jokowi Soal Nikita Mirzani

Sidang terbuka ini dilakukan di depan sejumlah penguji di ITS Surabaya, pada Rabu (4/9/2019) lalu.

Laila mengatakan, disertasi itu mengenai aplikasi silika untuk solar sel. Solar sel ini untuk menyimpan energi matahari yang bisa digunakan sebagai energi listrik.

“Energi surya kan banyak dan melimpah. Daripada menggunakan batu bara untuk sumber listrik, bukankah lebih baik menggunakan sumber energi matahari. Sehingga cukup dengan solar sel yang bisa dikonversi menjadi energi listrik” kata Laila.

 Menurut Laila, dari 85 mahasiswa doktoral yang saat itu siap maju untuk mengikuti sidang terbuka, hanya dirinya satu-satunya dan dinyatakan lulus memuaskan dengan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 4.0.

Berita Rekomendasi

Dengan nilai 4.0 itu, Laila merasa bersukur kepada Allah dan ayahnya yang kala sidang terbuka ayah dan pamannya menyaksikan langsung.

Laila yang kini juga menjadi asisten dosen di kampusnya menuturkan, sejak duduk di bangku SD, SMP hingga SMA dirinya selalu meraih rangking pertama. Sebagai anak penarik becak, pulang pergi ke sekolah diantar  ayah naik becak. Namun dua bulan setelah duduk di bangku SMA 1, Pamekasan, ia naik sepeda pancal sendiri menempuh perjalanan pulang pergi berjarak sekitar 10 km.

Sejak duduk di bangku SMA, Laila tak lagi meminta uang sekolah kepada orangtuanya. Uang itu dicarinya sendiri lewat mengajar les privat. Selain itu, dia juga mendapat beasiswa kala SMA. 

“Saya sadar, saya bukan anak orang mampu, sehingga tak mungkin mengandalkan orang tua. Alhamdullillah, ternyata Allah memberi jalan bagi saya,” kata Laila.

Laila ingat sekali, dulu ketika berencana kuliah, dia mendapat banyak cibiran dari warga di kampungnya. Mereka menyepelekan Laila  yang hanya anak penarik becak.  Bukannya ciut, cibiran itu malah membuat motivasinya berlipat-lipat.  


Diungkapkan, setelah lulus SMA pada 2011 lalu, ia meneruskan kuliahnya di ITS Surabaya, mengambil Fakultas Teknologi Industri lalu melajutkan ke jenjang berikutnya S2 di ITS. Namun untuk masa kuliah S2 nya itu, Laila hanya ditempuh selama 3 bulan dan langsung masuk ke program S3 dengan beasiswa lewat Program Magister Doktor Sarjana Unggul (PMDSU).

Dijelaskan, perjalanan dari S2 yang hanya tiga bulan dan bisa langsung ke S3, bukan perkara mudah. Melainkan harus melalui beberapa persyaratan khusus, termasuk nilai IPK minimal 3.5 dan seleksi panjang. Tapi karena IPK-nya melebihi nilai batas yang ditentukan, yakni 4.0 maka dirinya bisa lolos ke S3 melalui jalur fast track.

Gadis penyuka program debat di TV Jepang ini mengatakan, dalam kaitannya mata kuliah di S3, ia satu-satunya mahasiswa program dokotoral yang ditugas kampusnya atas biaya pemerintah mengadakan penelitian di Jepang selama satu tahun, pada pertengahan 2017 hingga pertengahan 2018 lalu.

Dirinya bisa sukses dalam jenjang pendidikan seperti ini, sehari-harinya tidak selalu belajar terus-menerus  tanpa mengenal waktu.  Baginya seimbang antara belajar dan hiburan, di samping berdoa dan jangan sampai lalai dalam menjalankan ibadah, serta dukungan orang tua, yang menjadi penyemangat.

“Walau kita dari keluarga tidak mampu, jangan rendah diri dan putus asa. Tidak ada kata tidak bisa, kalau kita mau berusaha dan yakin dengan kemampuan kita,” tambah Laila.

Sedang Saningrat, ayah Laila yang ditemui di rumahnya, mengaku bersukur kepada Allah. Ia bangga memiliki anak seperti Laila yang bisa mandiri dalam menempuh studinya. 

Bagi dia, sebagai penarik becak, tidak mungkin mampu membiaya anaknya, apalagi ke Surabaya. Bahkan dia sempat membujuk Laila agar kuliah di Pamekasan saja. 

Namun karena tekad Laila bulat dan berjanji tidak akan membebankan orang tua, akhirnya  Saningrat merestui Laila masuk ke ITS.

“Selama kuliah di Surabaya, saya hanya membelikan sepeda motor dan laptop, itu saja. Lainnya tidak ada, termasuk biaya kos dan biaya makan. Bahkan waktu mendaftarkan diri, anak saya tidak minta uang pada saya,” kata Saningrat.

Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Usia 27 Tahun, Laila Anak Penarik Becak Dari Pamekasan Madura Raih Gelar Doktor Dari ITS

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas