Persamuhan BPIP di Tiga Kota di Jawa Timur: Meniupkan Roh Pancasila di Kampung
Persamuhan BPIP di Tiga Kota di Jawa Timur: Meniupkan Roh Pancasila di Kampung
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA-Pertemuan para pembakti kampung se Indonesia, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menggelar kegiatan yang melibatkan aktivis, pemerhati, dan penggiat kampung di tiga titik kota di Jawa Timur.
Kota Malang, Kediri, dan Probolinggo. Dilaksanakan selama tiga hari, 20-23 November 2019. Di setiap titik, hadir sekitar ratusan warga dan pembakti serta pegiat kampung dari tiga wilayah tersebut.
Baca: BPIP Gelar Persamuhan di Jawa Timur: Pancasila Tidak Hanya Toleransi
Dalam rangkaian kegiatan di tiga wilayah tersebut, selain disampaikan materi tentang pengenalan BPIP dan nilai-nilai Pancasila, disampaikan pula materi pendukung yang kekinian
Persamuhan Nasional Bakti Bangsa dilaksanakan sebagai tindak lanjut kegiatan Persamuhan Nasional Bakti Bangsa, 26 hingga 30 Oktober 2019 lalu.
Baca: Kata BPIP, Munculnya Sikap Intoleran Karena Tak Biasa Berpikir Reflektif
Kegiatan bertajuk Persamuhan dan Saling Silang Ide Pembakti Kampung. Merupakan tindak lanjut dari gelaran kegiatan yang difokuskan pada kebutuhan lokalitas masing-masing kampung.
BPIP berupaya meniupkan roh, menghidupkan nilai-nilai Pancasila. Diimplementasikan pada kampung sebagai kelompok masyarakat terkecil dalam suatu negara, antara lain melalui pendekatan kebudayaan.
Direktur Pembudayaan BPIP, Irene Camelyn Sinaga mengemukakan melalui kegiatan pembakti kampung bertema “kampungku, kampungmu, kampung kita”, bisa dilakukan penguatan pranata masyarakat desa dan pemahaman nilai-nilai Pancasila.
Menggali potensi yang ada di kampung atau daerah sehingga mampu menjadi satu daya tarik wisata dan dapat menghasilkan produk unggulan.
“Satu desa, satu produk, satu tujuan wisata. Apabila hal seperti ini dapat tercapai, maka hal ini juga merupakan prestasi dan pencapaian tersendiri bagi masyarakat desa," ujarnya.
Baca: BPIP Ajak Masyarakat Kota Contoh Gotong Royong Warga Desa Desa
“Kebudayaan bukan hanya seni, kebudayaan diadopsi dari bahasa Yunani yang berarti menanam. Karena itulah kita mengenal istilah Culture Stelsel yang maknanya adalah menanam," Plt. Kepala BPIP, Prof. Dr. Hariyono, menegaskan saat membuka acara Persamuhan Pembakti Kampung.
“Pancasila tidak hanya toleransi, harus diikuti dengan kreasi dan kreasi akan menghasilkan inovasi," kata dia.
"Toleransi dan persatuan berawal dari kampung, dari kampung menjadi antar kampung dan begitulah seterusnya. Persatuan dari Sabang sampai Marauke, dari Nias sampai Rote dapat terwujud,” katanya lagi.
Pancasila sebagai pilar bangsa dan merupakan sendi bangsa yang harus dijunjung tinggi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
"Mari kita kembangkan kampung kita dengan segala potensi dan tentunya dibarengi dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila," kata dia.
Baca: Kemendagri: Pancasila Abstraksi Nilai Hidup di Masyarakat
Wakil Bupati Probolinggo HA Timbul Prihanjoko dalam
sambutan di Festival Kampung Bago, Probolinggo, 22 November 2019 mengingatkan untuk tidak mudah terpengaruh isu-isu yang membenturkan Pancasila dengan agama.
Hal semacam itu sudah lama dilakukan. Tujuannya, kata Timbul untum memprovokasi, kemudian berkelahi satu sama lain.
“Generasi muda perbanyak beraktivitas. Mulai dari tingkat terkecil, di dusun, karang taruna dan sebagainya. Waktunya lebih banyak mengembangkan kemampuan diri, tidak habis untuk hal yang tidak produktif," saran Timbul.
"Ingat, persaingan semakin ketat. Jika generasi muda tidak bisa meningkatkan kapasitas diri dan jeli membaca peluang, akan tertinggal," lanjutnya.
Baca: Dilaporkan Dugaan Penistaan Agama Bandingkan Nabi dan Soekarno, Sukmawati: Kata-kata Saya Diubah !
“Kita perlu meningkatkan literasi digital masyarakat kampung, terutama peningkatan pemahaman mengenai media sosial," Direktur Sosialisasi, Komunikasi dan Jaringan BPIP, Aris Heru Utomo menjelaskan.
" Tujuannya agar masyarakat desa tidak mudah terpengaruh berita bohong (hoax) yang mudah tersebar secara terstruktur, sistematis dan massif melalui gawai yang dimiliki masyarakat desa,” tambahnya.
“Tingginya kepemilikan gawai, penggunaan internet di Indonesia,salah satu elemen yang paling mudah tersusupi berita-berita bohong adalah masyarakat desa, khususnya generasi muda," Aris mengingatkan.