Investor Sektor Pertambangan Diminta Taat Hukum
pemerintah menyiapkan serangkaian program dalam memperkuat koordinasi di antara pemerintah pusat dan daerah, antar-kementerian
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, BALIKPAPAN - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM didukung Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Timur menggelar seminar.
Seminar bertema 'Sengketa Investasi Bidang Pertambangan di Indonesia dengan tema Investasi Pertambangan : Mengapa Indonesia Digugat?' digelar di Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (27/11/2019).
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menyampaikan pesan Presiden Joko Widodo yang meminta kementerian atau lembaga terkait menyederhanakan birokrasi untuk mempermudah investasi dan mencapai target masuk 40 besar EoDB.
“Berdasarkan data pada Sistem Administrasi Badan Usaha, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) per Oktober 2019, PT yang bergerak di bidang pertambangan berjumlah 86.693,” kata Yasonna, saat menyampaikan pidato di Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (27/11/2019).
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi pertambangan masuk 10 besar sektor dengan realisasi investasi tertinggi pada Kuartal II Tahun 2019, yaitu Rp 15,1 Triliun atau 7,5 persen dari realisasi investasi Indonesia.
Selain itu, data BKPM terkait Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia, pada tahun 2018 Investasi Sektor Pertambangan sebesar Rp 42 Triliun yang tersebar pada 606 proyek. Provinsi Kalimantan Timur menyumbang sebesar Rp 8,218 Triliun yang tersebar pada 275 Proyek atau dapat dikatakan bahwa Kalimantan Timur hampir menyumbang 20 persen dari total Investasi PMA di Bidang Pertambangan.
“Pertambangan memiliki peran penting terhadap investasi di Indonesia. Oleh karena itu, aturan-aturan memberikan jaminan keamanan kepada investor yang beritikad baik, telah dan harus terus menjadi fokus pemerintah,” ujarnya.
Dia mengungkapkan pemerintah menyiapkan serangkaian program dalam memperkuat koordinasi di antara pemerintah pusat dan daerah, antar-kementerian/ lembaga serta pihak berwenang lainnya.
Koordinasi ini diharapkan dapat mempercepat proses investasi dan para investor akan memperoleh pemahaman yang cukup mengenai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dia berharap dengan serangkaian program dalam memudahkan investasi dan memberikan pemahaman kepada para investor terkait perundang-undangan yang berlaku, para investor yang menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia akan taat hukum.
Namun, kata Yasonna, jika ada investor yang beritikad tidak baik, pemerintah akan memberikan perlawanan secara persisten sebagai deterrent factor. Persistensi Pemerintah Indonesia tersebut, antara lain dapat dilihat dalam kasus gugatan arbitrase internasional dari Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd melawan Pemerintah Indonesia di International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID).
Dalam kasus tersebut, Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd menuduh Pemerintah Indonesia melanggar Bilateral Investment Treaty (BIT) antara RI-UK dan RI-Australia, menuntut ganti rugi senilai USD 1.3 Milyar atau kurang lebih Rp 17 Triliun.
“Kita bersyukur, setelah melakukan perlawanan kurang lebih 7 tahun, Pemerintah Indonesia akhirnya berhasil memenangkan gugatan ini, sehingga kita dapat menyelamatkan uang negara lebih dari Rp 17 Triliun. Bahkan Majelis Tribunal ICSID dalam putusannya juga menetapkan pihak penggugat untuk membayar biaya penggantian perkara sebesar USD 9,4 Juta,” kata dia.
Yasonna juga memberikan pesan kepada para stakeholders dalam bidang pertambangan. Bagi para pelaku usaha, termasuk perusahaan Indonesia yang bekerja sama dengan investor asing harus terus memberikan pemikiran dan saran serta membantu investor asing untuk melakukan hal yang benar sesuai dengan peraturan.
“Ingat bahwa meskipun Pemerintah Indonesia memberikan perlindungan dan kemudahan bagi investor, namun kami tidak segan-segan memberikan tindakan yang tegas terhadap investor yang beritikad tidak baik dimanapun anda berada,” jelasnya.
Selain itu, perangkat pemerintah pada berbagai tingkatan untuk berhati-hati dalam berurusan dengan perusahaan-perusahaan khususnya yang ada pihak asing di dalamnya.
Dia meminta pemerintah daerah untuk mendeteksi permasalahan sedini mungkin dengan menyediakan informasi yang lengkap kepada para investor serta memberikan peringatan kepada investor mengenai pentingnya investasi sesuai dengan peraturan.
“Untuk itu bila perlu Kemenkumham akan menyediakan ahli hukum investasi yang akan ditempatkan di Kantor Wilayah. Dengan demikian ke depan, pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan Kantor Wilayah Kemenkumham. Hal ini kita perlukan untuk mencegah timbulnya gugatan yang kemungkinan besar kita bisa kalah dan merugikan keuangan negara yang sangat besar,” tegasnya.
Di kesempatan itu, dia menuturkan penyederhanaan investasi dilakukan demi menciptakan lapangan pekerjaan.
"Ini sebetulnya sudah didahului dengan adanya program penyederhanaan terkait investasi, seperti pemberian insentiffiskal, penerapan online single submission dan memperbarui daftar negatif investasi," ujar Yasonna.
Dia menilai perlu ada satu terobosan kreatif untuk menyelesaikan penyederhanaan birokrasi dalam soal kemudahan berusaha.
Disamping itu, Yasonna Laoly juga mempertanyakan mengapa Indonesia tidak menarik bagi investor asing.
Hal itu disebutkan Yasonna setelah Presiden Joko Widodo mengatakan terdapat 30 perusahaan China yang hengkang dari Indonesia.
"Maka harusnya kita dorong investasi untuk membuka lapangan kerja sebesar-besarnyanya. Ini untuk kepentingan anak-anak bangsa dan pada gilirannya untuk kemakmuran kita," pungkasnya
Sementara itu, Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor memandang Seminar Investasi di Bidang Pertambangan penting oleh karena itu pula dibahas guna keberlangsungan generasi yang akan datang, tidak hanya menggunakan pendekatan keuntungan belaka namun program pembangunan keberlanjutan harus memiliki porsi yang adil dan seimbang. Selama ini, persoalan yang kerap kali muncul di tengah investasi pertambangan adalah sikap abai terhadap konsekuensi hukum akibat tindakan yang diambil oleh pemerintah daerah masing-masing.
“Hal ini nyata dalam kehidupan pertambangan di Kalimantan dimana pihak investor menggugat Pemerintah Republik Indonesia di Forum Arbitrase Internasional. Saya kira hal ini cukup menjadi bekal bagi seluruh penyelenggara investasi pertambangan khususnya di Kalimantan Timur dalam melakukan usahanya di Indonesia,” ujarnya.
Adapun, Dirjen AHU Kemenkumham, Cahyo R. Muzhar menambahkan dalam menjalankan investasi di Indonesia hendaknya negara tuan rumah (Host-State) maupun investor mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku baik nasional maupun internasional dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dan menampilkan sisi itikad baik. Khusus terkait dengan persoalan yang dihadapi oleh para pihak, terdapat juga pilihan penyelesaian sengketa yang telah ditentukan dalam klausul kontrak maupun dalam Bilateral Investment Treaty (BIT). Namun demikian, penyelesaian sengketa secara damai seyogyanya ditempuh guna menghindari proses panjang dan biaya yang besar dalam beracara di forum peradilan internasional.
"Dalam rangka meminimalisir potensi gugatan arbitrase internasional dikemudian hari, persamaan persepsi diantara stakeholders dibidang pertambangan dibutuhkan, agar dapat diwujudkan keharmonisan baik dari Pemerintah maupun pelaku usaha," tutupnya.
Seminar ini dihadiri oleh 150 peserta dari perwakilan akademisi, pelaku usaha dan perwakilan dari pejabat daerah serta pimpinan tinggi dari Kemenkumham. Pembicara pada seminar ini adalah Cahyo R. Muzhar dari Kemenkumham, M. Rizal Fachlevi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Kaltim, Heriyanto dari Kementerian ESDM, Soenardi Pardi dan Maraf Umerov, konsultan hukum yang mewakili Pemerintah RI dalam menangani gugatan Churchill Mining dan Planet Mining.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.