Soal Dinasti Politik Pencalonan Gibran dan Bobby, PKS: Dikhawatirkan Potensi Penyalahgunaan APBN
Ketua DPP PKS Pipin Sopian mengatakan majunya Gibran dan Bobby dalam pencalonan wali kota dikhawatirkan terjadi potensi penyalahgunaan APBN.
Penulis: Nuryanti
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Pipin Sopian mengatakan majunya keluarga Presiden Jokowi dalam pencalonan wali kota bisa melemahkan kader partai.
Selain itu, menurut Pipin, majunya Gibran dan Bobby dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) dikhawatirkan terjadi potensi penyalahgunaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk proses pemenangan.
Diketahui putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi Bakal Calon Wali Kota Solo.
Sementara, suami Kahiyang Ayu, Bobby Nasution menjadi Bakal Calon Wali Kota Medan.
Menjawab adanya dugaan dinasti politik dalam pencalonan tersebut, Pipin Sopian menyebut dinasti politik berawal dari tindakan nepotisme.
"Saya kira dinasti politik berawal dari nepotisme," ujar Pipin Sopian di Studio Menara Kompas, Minggu (8/12/2019), dikutip dari YouTube Kompas TV.
"Ini sebetulnya sudah terjadi di berbagai daerah sebelum munculnya Bobby dan Gibran," jelas Pipin.
Sehingga menurutnya, jika memang pencalonan tersebut adalah dinasti politik, maka akan merusak sistem demokrasi partai politik.
"Kalau dinasti politik terjadi, akan merusak sistem demokrasi di partai politik," katanya.
"Ini tentu akan melemahkan kader-kader partai yang selama ini sudah membangun karirnya di partai, memberikan pengabdian," jelas Pipin.
Pencalonan Gibran dan Bobby bisa melemahkan kader partai, karena menurutnya, keduanya mempunyai kedekatan dengan Jokowi.
"Kemudian dia tiba-tiba masuk karena mempunyai kedekatan dengan presiden," ungkapnya.
Pipin menyebut majunya Gibran dan Bobby tersebut dikhawatirkan ada potensi menggunakan APBN.
"Ini yang harus dipahami, ketika seseorang katakanlah anaknya Pak Jokowi, Gibran maju, maka yang dikhawatirkan potensi penyalahgunaan APBN dalam proses pemenangan," katanya.
"Saya kira ini perlu kehati-hatian, kalau misalnya Pak Jokowi selama ini orangnya menjaga etik, maka saya kira kehati-hatian memberikan pengaruh yang baik," lanjutnya.
Politisi PKS ini mengatakan Gibran dan Bobby mempunyai hak untuk maju sebagai bakal calon wali kota di Pilkada 2020 nanti.
Asalkan, menurut Pipin, keduanya memang memiliki integritas, kapasitas, dan pengalaman untuk maju ke dunia politik.
"Saya setuju kalau ini memang hak, setiap orang boleh dipilih masuk dalam pencalonan," katanya.
"Tapi kalau dia punya integritas, kapasitas, punya pengalaman, kemudian dia tidak menghalalkan segala cara dalam setiap konstetasi itu, saya kira silakan," jelas Pipin.
Menanggapi pernyataan Pipin itu, Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Deddy Sitorus membantahnya.
"Saya kira itu tuduhan tak berdasar," ujar Deddy Sitorus.
Menurutnya, PDI-P mempunyai peraturan untuk penjaringan setiap calon kepala daerah yang akan diusung.
"PDI Perjuangan punya mekanisme, untuk menentukan calon itu ada prosesnya, ada proses penjaringan dari bawah," jelasnya.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, majunya Gibran dan Bobby tersebut menimbulkan tudingan nepotisme, yang awalnya dimunculkan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Ramainya Gibran dan Bobby ini kan karena ada tudingan nepotisme dari anggota DPR dari PKS," ujar Qodari di Studio Menara Kompas, Rabu (4/12/2019), dikutip dari YouTube Kompas TV.
Namun Qodari menyebut pengertian dari definisi nepotisme adalah memilih seseorang tidak berdasarkan kemampuannya.
"Tergantung definisi nepotisme itu apa, salah satu definisi yang diterima secara umum adalah memilih di luar kemampuannya," katanya.
"Sebetulnya nepotisme ini kelihatan kepada jabatan yang ditunjuk," lanjutnya.
Sehingga menurutnya, tidak pas jika menyebut Gibran dan Bobby maju dalam pilkada 2020 adalah nepotisme.
Karena pemilihan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat.
"Sebenarnya sulit untuk mengatakan ini nepotisme untuk jabatan yang sifatnya dipilih," ujarnya.
"Karena di situ prosesnya dimana orang memilih, punya kesempatan memilih," jelas Qodari.
Direktur Eksekutif Indo Barometer ini menyebut, langkah dari Gibran dan Bobby itu memang tidak dilarang dalam Undang-undang.
"Kalau kita kembalikan pada Undang-undang, ya tidak ada halangan bagi anak presiden menjadi calon wali kota," kata Qodari.
"Kecuali ada larangan hitam di atas putih, tentu kita katakan tidak boleh," jelasnya.
M Qodari menyatakan langkah politik dari Gibran dan Bobby itu belum tentu lolos dalam pencalonannya menjadi wali kota.
"Majunya Gibran dan Bobby, saya garis bawahi kemungkinan, karena belum tentu lolos," tambah Qodari.
(Tribunnews.com/Nuryanti)