Begini Tangggapan Psikolog Terkait Ibu Muda di Kupang yang Bunuh Anaknya Gara-Gara Kencing di Kasur
Pelaku berada di situasi guncangan secara psikis (mental) yakni ketidakmampuan individu mengendalikan diri berada pada titik puncak
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Laus Markus Goti
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG -- Andriana Lulu Djami alias Ina (33), ibu muda di Kota Kupang tega membunuh anak kandungnya yang baru berumur 2 tahun, Rabu (1/3/2019).
Warga Jalan TPU Kampung Ukitao RT 42 RW 02 Kelurahan Liliba, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang tega membunuh anak perempuannya lantaran masalah sepele.
Pelaku merasa jengkel dengan anaknya yang kencing di kasur di kamar tidur mereka.
Ibu muda tersebut mengaku mengalami depresi dan persoalan dengan suaminya hingga tega membunuh anaknya sendiri.
Psikolog dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Abdi Keraf, dihubungi POS-KUPANG.COM, Kamis (2/1/2020) mengatakan keadaan yang paling memungkinkan terjadi pada diri pelaku adalah kegagalan dalam menangani stres yang muncul akibat situasi-situasi keseharian.
"Dimana sangat mungkin pelaku mengalami situasi rutinitas yg cenderung dipandang sebagai beban berat dalam hidup," katanya.
Baca: Kisah Sedih Bocah 2 Tahun Dibunuh Ibu Gara-gara Ngompol di Kasur
Baca: Motor yang Dikendarai Tabrak Tiang Pagar Rumah Warga, Melito Amaral Tewas
Baca: Bule Belanda Bunuh Mantan Istrinya di Banyuwangi, Diduga Ini Motifnya
Dikatakannya, situasi ini jika secara positif dapat dilihat sebagai tanggung jawab atau kewajiban-kewajiban atas proses dan dinamika hidup.
"Namun bila dinilai secara negatif cenderung akan dipandang sebagai beban atau penderitaan hidup yang mendatangkan kesengsaraan, rasa kecewa, amarah dan sakit hati, dan sebagainya," ungkapnya.
Menurutnya situasi yang dialami oleh pelaku, dapat terjadi karena akumulasi beban hidup tadi, dimana secara fisik, pikiran, dan emosi, seseorang gagal merespon adanya tuntutan-tuntutan hidup yang berat, sehingga memicu individu untuk merespon situasi dengan cara-cara negatif dan tak terkontrol.
Dia jelaskan saat pelaku melakukan tindakan, pelaku berada dalam situasi guncangan secara psikis (mental), dimana situasi ketidakmampuan individu mengendalikan diri berada pada titik puncak.
"Amarah, kekecewaan, rasa jengkel yang muncul akibat tuntutan situasi dapat saja mendorong individu untuk melakukan tindakan diluar akal sehat," jelasnya.
Baca: Dijatuhi Hukuman 30 Tahun Penjara, Pria Gegerkan Pengadilan Karena Memperkosa & Membunuh Wanita
Baca: Ungkap Praktik Prostitusi yang Tawarkan Siswi SMP di Kupang, Dibanderol Rp 800 Ribu Sekali Kencan
Baca: 6 Tips Hilangkan Mata Panda Secara Mudah, Cukup Kompres dengan Air Dingin dan Tidur yang Cukup
Menurutnya, dalam keadaan yang paling memungkinkan, pelaku mengalami situasi puncak ketegangan akibat kondisi-kondisi yang tidak diinginkan atau yang biasa kita sebut stres.
Dia jelaskan, stres adalah reaksi tubuh yang muncul saat seseorang menghadapi ancaman, tekanan, atau suatu perubahan.
Stres juga dapat terjadi karena situasi atau pikiran yang membuat seseorang merasa putus asa, gugup, marah, atau bersemangat.
Lanjutnya, situasi tersebut akan memicu respon tubuh, baik secara fisik ataupun mental.
Respon tubuh terhadap stres dapat berupa napas dan detak jantung menjadi cepat, otot menjadi kaku, dan tekanan darah meningkat.
"Stres sering kali dipicu oleh tekanan batin, seperti masalah dalam keluarga, hubungan sosial, patah hati, atau masalah keuangan," ungkapnya.
Dia katakan, nak seringkali menjadi korban kegagalan orang tua dalam menghadapi situasi semacam ini (stres).
Kegagalan orang tua dalam mengelola berbagai tekanan hidup yang dihadapi dapat memicu terjadinya tindak kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga, bahkan dalam situasi yang lebih ektrem seperti yang terjadi pada pelaku.
Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Ibu Muda di Kupang Bunuh Anaknya, Psikolog Sebut Pelaku Gagal Atasi Stres