Ibunda Deni Priyanto Bawa Sendiri Surat Banding Vonis Mati Kasus Mutilasi PNS Oleh Anaknya
Setelah divonis hukuman mati, deni diberi waktu 3 hari untuk memberi keputusan menerima atau banding
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, BANYUMAS - Terdakwa kasus mutilasi Deni Priyanto (37) telah divonis hukuman mati, pada Kamis (2/1/2020).
Setelah divonis hukuman mati, deni diberi waktu 3 hari untuk memberi keputusan menerima atau banding.
Akhirnya setelah melakukan serangkaian pertimbangan, terdakwa Deni Priyanto (37)
mengajukan banding atas putusan mati yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Banyumas.
Baca: Pemutilasi PNS Asal Bandung di Banyumas Divonis Hukuman Mati
Baca: Pelaku Mutilasi PNS di Banyumas Divonis Mati, Terbukti Pembunuhan Berencana dan Menyembunyikan Mayat
Baca: Bupati Banjarnegara Memaafkan Penghina Namanya di Media Sosial
Surat pengajuan banding itu dikirim langsung oleh ibu terdakwa,
Ibunda dari Deni Priyanto, Tini (66) mengajukan sendiri surat banding ke PN Banyumas, pada Senin (6/1/2020).
Tini mengirim dan berangkat langsung dari
Desanya di Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara.
"Surat diantarkan ibunya terdakwa Deni.
Intinya adalah mengajukan banding," ujar Juru Bicara PN Banyumas Tri Wahyudi saat dihubungi Tribunbanyumas.com.
Tri Wahyudi tidak mengetahui secara persis isi surat yang disampaikan Tini.
"Saya tidak mengetahui surat tersebut ditandatangani langsung oleh terdakwa Deni atau orang lain," imbuhnya.
Setelah pengajuan banding akan segera membuat akta banding.
Pihaknya akan segera memberitahukan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyumas.
Deni Priyanto (37), terdakwa kasus mutilasi dan pembakar potongan tubuh Komsatun Wachidah (51), seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bandung, Jawa Barat, divonis hukuman mati.
Hukuman itu dijatuhkan setelah pada hari Minggu 7 Juli 2019 lalu Deni membunuh teman wanitanya, Komsatun saat sedang berhubungan intim di sebuah rumah kos di Bandung.
Korban dibunuh dengan cara yang kejam, yakni dipukul dengan palu dan tubuhnya dimutilasi menjadi tujuh bagian.
Persoalan asmara dan utang piutang menjadi alasannya dalam melakukan pembunuhan tersebut.
Selanjutnya potongan tubuh korban dibuang dan dibakar di dua lokasi berbeda, yaitu di Desa Watuagung, Kecamatan Tambak, Kabupaten Banyumas dan Sempor, Kabupaten Kebumen.
Terdakwa kemudian menjual mobil Daihatsu Terios milik korban di sebuah showroom di Purwokerto.
Melihat kronologis pembunuhan itu, vonis dijatuhkan majelis hakim yang terdiri dari Abdullah Mahrus, Tri Wahyudi, dan Randi Jastian Afandi, saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (2/1/2020).
Vonis tersebut sama dengan tuntutan dari anggota Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyumas Antonius.
Terdakwa dituntut Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 181 KUHP, dan Pasal 362 KUHP.
Deni hanya bisa tertunduk dan menangis ketika majelis hakim membacakan putusan.
Seusai sidang, Deni langsung dibawa petugas ke mobil tahanan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan pembunuhan berencana dan menyembunyikan mayat dan melakukan pencurian."
"Menjatuhkan pidana dengan pidana mati," kata Hakim Ketua Abdullah Mahrus saat membacakan amar putusan.
Beberapa hal yang memberatkan terdakwa antara lain, perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan keji.
Selain itu, terdakwa pernah dihukum dalam kasus pencurian dan penculikan.
Saat ini terdakwa juga masih menjalani masa pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Purwokerto atas kasus penculikan.
Mahrus mengatakan, tidak ada hal yang meringankan terdakwa. Terdakwa dan JPU diberi waktu selama tiga hari untuk melakukan banding.
Sementara itu, penasehat hukumnya Waslam Mahsid mengatakan jika keputusan tersebut akan dikembalikan lagi pada terdakwa.
"Masih ada waktu 3 hari untuk saudara Deni memutuskan apakah menerima atau melanjutkan upaya hukum selanjutnya."
"Saya tidak punya kewenangan untuk mengomentari vonis karena itu sudah kewenangan hakim," ujarnya kepada Tribunjateng.com, Kamis (2/1/2020).
Apalagi Memeluk, Tini Hanya Memandang Anaknya dari Jauh
Saat pembacaan putusan kasus mutilasi dengan terdakwa Deni Priyanto (37) terlihat sosok wanita tua yang begitu memerhatikan jalannya sidang.
Dialah Tini (68) ibu dari terdakwa Deni yang selalu setia menghadiri sidang anaknya di Pengadilan Negeri Banyumas.
Saat majelis hakim membacakan kronologi kejadian bagaimana anaknya melakukan pembunuhan dan mutilasi, Tini terlihat tertunduk dan menangis.
Karena tidak kuasa menahan tangis, Tini usap air mata menggunakan sapu tangan yang digenggamnya.
Tini duduk sendiri tidak ada saudara yang ikut mendampingi.
Bahkan, isteri terdakwa sekalipun tidak mendampingi.
"Isterinya repot, jadi saya ke sini sendiri," ujarnya kepada Tribunjateng.com, saat berada di depan Kantor Pengadilan Negeri Banyumas menunggu angkutan umum.
Kasih sayang ibu memang tidak pernah pudar.
Meskipun anaknya telah berbuat sadis dan keji, nyatanya hanya Tini yang selalu setia menghadiri sidang.
Tanpa pernah absen, Tini hadir mulai dari sidang pertama yang digelar pada 1 Oktober 2019 hingga sidang putusan, Kamis 2 Januari 2020.
Tidak ada bantuan dari siapapun, dia berangkat menggunakan angkutan umum dari rumahnya di Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan, Banjarnegara.
Jarak rumahnya ke Pengadilan Negeri Banyumas sekira 18 kilometer.
Ternyata Deni Priyanto adalah anak semata wayangnya.
Hari ini Tini berangkat dari rumah pukul 07.30 WIB, karena sidang putusan dimulai pukul 10.00 WIB.
Dia awalnya hanya mendapat surat panggilan dari pengadilan.
Sejak saat itu, dia mulai mengikuti seluruh persidangan sampai selesai.
Tini sengaja mengikuti persidangan sampai selesai karena memang sejak berita mutilasi muncul Tini tidak mengetahui detailnya.
Mbah Tini kaget bahwa anaknya tersebut melakukan pembunuhan dan mutilasi.
Sebab menurutnya, Deni adalah anak yang dia kenal berperilaku baik.
Menurutnya Deni adalah anak yang tidak main judi maupun minum-minuman keras.
Yang bisa dilakukan Tini saat ini hanyalah
Hal itu ia lakukan dalam bentuk selalu salat Tahajud dan Dhuha.
Tidak ketinggalan pula selalu tahlilan dan membaca doa-doa agar anaknya itu selalu diberi ketabahan.
"Semoga Gusti Allah meringankannya," katanya.
Boleh dikatakan puncak dari kesedihannya adalah hari ini, Kamis (2/1/2020).
Terpukul sudah pasti, bagaimana tidak anaknya yang dia besarkan sejak kecil harus menerima nasib hukuman mati Pengadilan Negeri Banyumas.
Setelah mengetahui hasil putusan, Mbah Tini langsung keluar ruangan dan melihat anaknya masuk kembali ke mobil tahanan.
Tini hanya bisa melihat dari jauh tanpa bisa menyapa apalagi memeluk karena anaknya itu langsung masuk ke mobil tahanan.
Air mata yang jatuh di pipi, doa yang dipanjatkan adalah bukti ketabahan seorang ibu.
Mbah Tini dapat menerima lapang dada apa yang sudah menjadi keputusan hakim.
"Semoga hukumannya diringankan, saya hanya bisa tabah dan pasrah kepada Allah," pungkasnya. (Tribunjateng/jti)