Sunda Empire di Bandung, Ridwan Kamil: Jangan Mudah Percaya Hal-hal Tak Masuk Logika Akal Sehat
Gubernur Jawa Barat, Ridwal Kamil angkat bicara terkait kemunculan Sunda Empire-Empire Earth di Kota Bandung.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Gubernur Jawa Barat, Ridwal Kamil angkat bicara terkait kemunculan Sunda Empire-Empire Earth di Kota Bandung.
Keberadaan Sunda Empire-Empire Earth terungkap melalui unggahan Renny Khairani Miller di Facebook, belakangan ini.
Terkait hal itu, menurut Ridwan Kamil, viral kemunculan kelompok seperti Sunda Empire-Empire Earth adalah indikator bahwa persoalan hidup telah membuat banyak orang mengalami tekanan kejiwaan.
"Banyak orang stres ya di republik ini? Menciptakan ilusi-ilusi yang sering kali romantisme-romantisme sejarah," kata Ridwan Kamil di Bandung, Jumat (17/1/2020), dikutip Tribunnews dari Tribun Jabar.
"Ternyata, ada orang yang percaya dan menjadi pengikutnya," tambahnya.
Ridwan Kamil mengatakan saat ini Polda Jabar tengah mendalami kehadiran kelompok Sunda Empire-Empire Earth itu.
Ia menuturkan, Kamis malam (16/1/2020) Kapolda Jabar sudah memberikan laporan.
Berdasar penjelasan Ridwan Kamil, bila ditemukan aspek pidana, Sunda Empire akan ditindak tegas.
Kang Emil, sapaan akrab sang Gubernur itu juga meminta warga fokus menjalani aktivitasnya.
"Gunakan aturan perundang-undangan. Jangan mudah percaya terhadap hal-hal yang tidak masuk ke dalam logika akal sehat," tegas Ridwan Kamil.
Budayawan Dedi Mulyadi Beri Tanggapan
Sementara itu, Budayawan asal Jawa Barat Dedi Mulyani ikut memberikan tanggapannya terkait kemunculan Sunda Empire-Empire Earth.
Menurut Dedi Mulyadi, kemunculan Sunda Empire-Empire Earth dengan seragam ala militer merupakan penyakit sosial.
Ia menilai penyakit sosial seperti itu sudah lama terjadi di Indonesia.
Dedi mengatakan, fenomena itu merupakan bentuk problem sosial yang akut.
Berdasarkan penuturan Dedi Mulyadi, masyarakat Indonesia terbiasa masuk ke wilayah berpikir yang tidak realistis atau terlalu obsesif.
"Ada obsesi mendapat pangkat tanpa proses kepangkatan atau instan," kata Dedi kepada Kompas.com, Sabtu (17/1/2020).
Ia menuturkan, di Indonesia, dalam kehidupan sosial banyak kelompok masyarakat setiap hari mencari harta karun, emas batanganm, uang brazil, dan sejenisnya.
Di sisi lain, kelompok adat yang memiliki sistematika cara berpikir realistis.
"Misalnya areal adat komunitas adat kian sempit, tak dapat pengakuan. Kemudian membuat stigma bahwa mereka (kaum adat) adalah kelompok-kelompok yang dianggap bertentangan dengan asas kepatutan pranata sosial kemapanan hari ini," katanya.
Untuk mengatasi kelompok-kelompok itu, Dedi menerangkan negara harus memberikan penguatan kepada kaum adat.
Kaum adat menurut Dedi lebih memiliki historis yang jelas dan jauh lebih realistis.
Tanggapan Dedi Soal Tentara Cadangan
Menurut Dedi, soal tentara cadangan, selain Sunda Empire-Empire Earth, ada juga kelompok lain yang memiliki obsesi yang mirip.
Berdasar penuturannya, kelompok itu berasal dari masyarakat mapan.
Kata Dedi, masyarakat merasa bangga bila mengenakan seragam ala militer yang lengkap dengan atributnya.
Untuk itu, Dedi menegaskan perlu adanya program bela negara.
Hal itu agar anak-anak muda dapat direkrut mengikuti program itu dengan baik.
"Mereka bisa jadi tentara cadangan," kata Dedi.
"Daripada dibiarkan liar. Mereka dilatih militer, kemudian seragamnya diseragamkan saja seluruh Indonesia," terangnya.
UPI Membantah Keterkaitan dengan Sunda Empire-Empire Earth
Kepala Seksi Hubungan Eksternal Kantor Humas Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Dr Yana Setiawan MPd buka suara.
Ia mengakui, lokasi yang terlihat dalam foto dan video kegiatan Sunda Empire adalah Taman Bareti, yang berada di lingkungan kampus UPI.
Namun, Yana menegaskan, UPI sama sekali tak ada kaitannya dengan Sunda Empire.
"Sebagai institusi pendidikan dan bagian dari pemerintahan, kami tegaskan bahwa seluruh civitas akademika UPI, mulai dari mahasiswa hingga para pimpinan lembaga tidak ada yang terlibat dalam kegiatan atau keanggotaan dari organisasi yang viral di masyarakat tersebut," ujar Yana dalam konferensi pers di Gedung Sekretariat UPI, Jumat (17/1/2020).
"Jadi kalau ada pihak-pihak yang menggiring informasi UPI terlibat atau memfasilitasi kegiatan itu, maka informasi tersebut jelas tidak benar," tegasnya.
Yana mengatakan, berdasarkan informasi dari bagian Sarana dan Prasarana Kampus UPI, selama ini UPI tidak pernah menerima permohonan izin atau memberikan izin pada Sunda Empire untuk melakukan kegiatan atau menggunakan ruang fasilitas kampus UPI.
Diwartakan TribunJabar, ia mengakui bahwa mereka sempat menerima pengajuan izin penyelenggaraan kegiatan reuni, halal bihalal, dan napak tilas dari sebuah kelompok yang mengatasnamakan diri Panitia Pembangunan Kota Bandung pada 8 Maret 2017.
Saat itu, kata Yana, kelompok ini memanfaatkan Balai Pertemuan Umum (BPU) yang kini bernama Gedung Ahmad Sanusi.
"Orang yang mengajukan izinnya, kalau tidak salah bernama Nasri, dan itu hanya satu kali di 8 Maret 2017 lalu," ujarnya.
Berdasarkan informasi dari petugas UPT K3 (Kebersihan, Keindahan, dan Keamanan) Kampus UPI kepadanya, menurut Yana, selain mempergunakan BPU, saat itu kelompok tersebut juga berkumpul di Taman Bareti dengan alasan untuk foto bersama.
"Kami bahkan sempat menegur mereka dan menolak setiap pengajuan izin berikutnya dari kelompok tersebut," kata Yana.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Soal Sunda Empire, Dedi Mulyadi: Penyakit Sosial Lama dan Akut"
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)(TribunJabar.com) (Kompas.com/Kontributor Bandung, Putra Prima)