Kisah Sedih Wanita di Malang Menikah hanya 12 Hari: Cerita Lengkap hingga Tanggapan Psikolog
Kisah pernikahan seorang perempuan asal Malang, NM (23) viral di media sosial. sang suami meninggalkannya begitu saja tanpa ada kejelasan.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Daryono
Awalnya, NM berusaha memendam cerita itu seorang diri karena pernikahannya tinggal hitungan hari.
Sang suami pun saat itu sudah meminta maaf padanya sehingga NM merasa tidak perlu memperpanjang masalahnya.
Menemukan Curhatan Suami
Saat tanggal pernikahan semakin dekat, NM menemukan percakapan Whatsapp suami dengan orang terdekat yang masih merupakan keluarga.
Menurutnya, sang suami menceritakannya dengan pandangan yang buruk.
Ia mengeluhkan NM yang tetap bekerja di hari libur.
Padahal, sebelumnya NM pun telah mendiskusikannya dan suaminya mengizinkan.
NM pun heran dengan sikap laki-laki tersebut.
"Yang aku tahu, dia bilang dia suka sama wanita yang mau kerja, dia suka sama wanita yang mandiri, dan dia suka sama pekerjaanku," tuturnya.
"Bingung mau marah tapi nggak bisa," sambung NM.
Saat itu, NM ingin langsung menanyakannya pada sang suami tapi lagi-lagi ia memikirkan tanggal pernikahannya yang sudah semakin dekat.
Persiapan pernikahannya pun sudah sangat matang.
Karenanya, NM berpikir untuk mendiskusikannya dengan baik-baik setelah mereka menikah.
Kendati demikian, menjelang pernikahannya, NM mengaku tak berhenti merasa ketakutan dan gelisah.
"Setiap ingat wajah dia aku langsung ketakutan," ujarnya.
Namun, NM berusaha untuk menampik segala prasangkanya.
Sampai akhirnya, pernikahan itu benar-benar terlaksana.
Semua ketakutannya teredam oleh ucapan 'Sah!' di akad nikah.
Suami Berubah
Hingga hari ketiga pernikahan, semua berjalan dengan normal.
Keduanya pun masih sama-sama mengambil cuti dan menikmati waktu-waktu berdua di rumah.
Namun, di hari keempat, NM menceritakan, sang suami berkunjung ke rumah temannya dan pulang larut malam.
Suaminya pun langsung tidur dan seolah menjauhinya.
NM masih berusaha berpikir positif.
Hingga akhirnya di hari kelima, suami NM tiba-tiba mengatakan akan berangkat kerja, padahal jadwal cutinya belum habis.
"Padahal hari itu juga adalah peringatan 'sepasaran', kata orang Jawa," kata NM.
"Jadi sebelum sepasar si pengantin nggak boleh kerja dulu," sambungnya.
Kemudian, sang suami tiba-tiba mengabari akan tidur di rumah orang tuanya.
NM merasa aneh namun ia mengalah untuk menyusul suaminya.
Bahkan, NM pun membawakan banyak makanan untuk orang-orang di rumah mertuanya.
Namun, NM mengaku tidak disambut baik oleh keluarga suaminya.
Sikap itu sangat berbeda dengan sikap mereka sebelum NM menikah.
Keanehan semakin banyak dirasakan NM setiap harinya.
Bahkan sang suami pun sempat memilih tidur di depan televisi daripada di kamarnya.
Sampai akhirnya pada hari ke-12, NM mengalami muntaber.
Ia merasa suaminya tak ada perhatian sedikit pun untuknya.
"Kamar mandi cuma ada satu di lantai 1 dan aku setiap muntah ke sana dia tahu tapi sama sekali nggak tanya," kisahnya.
Sang suami pun tetap berangkat kerja, meninggalkannya seorang diri.
Akhirnya, karena semakin merasa lemas, NM menelpon orang tuanya agar menjemput.
Setelah itu, NM berusaha mengabari suaminya untuk menyampaikan bahwa dirinya sakit dan berada di rumah orang tuanya.
NM meminta sang suami menyusul namun suaminya menolak.
"Aku juga pusing tadi makan gulai kambing, ya sudah kamu tidur di sana aja," begitu tutur suaminya yang NM tirukan.
Ia pun akhirnya mengutarakan semua isi hatinya pada sang suami.
Suaminya hanya mengucapkan maaf dan tidak bereaksi apa-apa.
Melihat kondisi anaknya, ayah NM pun langsung menemui keluarga menantunya.
Ketika suami NM ditelfon anggota keluarganya, ia hanya mengatakan sudah tidak dapat melanjutkan pernikahannya lagi.
Melalui pesan singkat, suami NM menyampaikan bahwa ia masih memiliki trauma yang belum hilang.
"Aku nggak paham dia trauma apa tapi dia dulu pernah gagal nikah," kata NM.
"Dulu dia sudah tunangan dan mendekati hari H pernikahannya batal," lanjutnya.
Tanggapan Psikolog
Seorang Psikolog Keluarga dari Yayasan Praktek Psikolog Indonesia, Adib Setiawan, M. Psi., menanggapi kejadian yang menimpa NM.
Menurut Adib, suami NM memungkinkan mengalami trauma mengenai sikap-sikap pasangan yang dulu pernah diterimanya.
"Barangkali trauma dicerewetin sama pasangan, diatur-atur, itu bisa saja," kata Adib pada Tribunnews.com, Selasa (21/1/2020).
Lebih lanjut, psikolog di praktekpsikolog.com itu menyampaikan, laki-laki tersebut kemungkin memiliki kepribadian yang cenderung lemah.
"Kalau kepribadiannya nggak kuat, ada tekanan dikit, dia mudah down," terangnya.
Secara umum, sikap suami NM tersebut biasanya terjadi pada orang-orang yang memiliki mental block.
"Mental block dalam arti dia punya pengalaman dibully saat masih sekolah atau mungkin pernah menddapat kekerasan dari orang tuanya, itu yang membuat dia memiliki permasalahan yang banyak," kata Adib.
Mengetahui kisah yang dialami NM, psikolog dari Bintaro, Jakarta Selatan, itu menilai suami NM mengalami trauma masa lalu yang belum diuraikan.
"Bisa aja sih sebenarnya dia punya trauma masa lalu yang belum diuraikan, dia menikah, terus merasa berat," kata Adib.
"Menurut saya, ini masalahnya antara sedang sampai berat," sambungnya.
Adib juga beranggapan bahwa suami NM masih terlalu egois.
"Ini perlu dibina memang oleh orang tunya, mertua, atau saudaranya," lanjut Adib.
Adib menuturkan kurang matangnya kepribadian suami NM juga bisa menjadi penyebab runtuhnya keluarga mereka.
"Mungkin karena dia belum matang, barangkali belum matang secara kepribadian sehingga merasa tertekan," terang Adib.
Menurut Adib, dalam suatu pernikahan harus terdapat visi-misi bersama untuk menyelesaikan permasalahan berdua.
"Ini kan baru menikah, belum punya anak, artinya pengeluaran belum sebanyak kalau punya anak kan? Sebaiknya setiap ada masalah ya dikomunikasikan lah," tuturnya.
Selain itu, Adib menyampaikan, dalam sebuah pernikahan, setiap pasangan perlu untuk saling mengalah.
"Lebih baik saling mengalah daripada ego-egoan, takutnya suaminya belum matang jadi main pergi aja," ujar Adib.
Komunikasi Menjadi Hal Terpenting dalam Keluarga
Adib menyampaikan, komunikasi merupakan hal terpenting dalam keluarga.
Pasalnya, masalah akan selalu ada dalam pernikahan.
Apabila pasangan mampu mengkomunikasikan setiap masalah yang dialami, Adib mengatakan, setiap permasalahan pun akan mampu teratasi.
"Masalah pasti ada, apalagi ini baru menikah," kata Adib.
"Tentunya, ketika sudah menikah, jangan seperti anak kecil yang dikit-dikit ngambek, dikit-dikit pergi ke rumah orang tuanya, ke temennya," sambungnya.
Adib menyarankan pada semua pasangan untuk dapat membicarakan masalah yang dialami dalam keluarga.
"Sebisa mungkin semua masalah itu dibicarakan, pasti ada solusi," tuturnya.
Selain itu, Adib menuturkan, ketika seseorang sudah memutuskan menikah artinya mereka harus siap unuk dewasa.
Ia menegaskan, dalam pernikahan, sebaiknya setiap masalah diselesaikan berdua saja dengan pasangannya.
"Segala masalah harus diselesaikan berdua, jangan dikit-dikit curhat, dikit-dikit nyalahin, lebih baik komunikasikan berdua," kata Adib.
Dalam kasus NM ini, Adib menilai ruang komunikasi keduanya masih cenderung tertutup.
"Ruang komunikasinya masih cenderung tertutup ini sampai suaminya curhat ke saudaranya," kata Adib.
"Ruang komunikasi mereka berdua ini belum terbentuk, mereka belum saling memahami," sambungnya.
Menurut Adib, pasangan suami-istri harus mampu membangun pondasi pernikahannya.
"Selain cinta, pondasi pernikahan itu adalah komitmen dan kemauan berkomunikasi," tutur Adib.
"Komunikasi sangat penting, yaitu bagaimana mengkomunikasikan masalah-masalah yang dialami mereka berdua," lanjutnya.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)