Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terungkap Kostum Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat Dibuat di Bantul, Ini Pengakuan Penjahitnya

Fanni Aminadia, Ratu Keraton Agung Sejagat diketahui memesan kostum dari seorang penjahit di Desa Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Bantul, Yogyakarta.

Editor: Adi Suhendi
zoom-in Terungkap Kostum Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat Dibuat di Bantul, Ini Pengakuan Penjahitnya
Dok Istimewa via Kompas.com
Raja Keraton Agung Sejagat Toto Santoso dan Sang Ratu, Fanni Aminadia. 

TRIBUBBEWS.COM, YOGYAKARTA - Fanni Aminadia, Ratu Keraton Agung Sejagat diketahui memesan kostum dari seorang penjahit di Desa Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Bantul, Yogyakarta.

Pemilik Putro Moelyono Drumband, Wahyu Agung Santoso, mengatakan dirinya membuat sekitar 300-an set seragam Keraton Agung Sejagat dengan harga Rp 600.000 hingga Rp 900.000 untuk setiap setelnya.

Pemesanan kostum keraton Agung Sejagat, bermula saat Fanni Aminadia menghubungi Wahyu melalui telepon dan pesan WhatsApp.

Fanni Aminadia kemudian datang ke tempat usaha Wahyu pada November 2019.

Baca: Cerita Mahasiswa Indonesia di Wuhan: Setiap Malam Saling Bertukar Kabar dan Berdoa Bersama

Fanni Aminadia kemudian memesan kostum sesuai Kerajaan Brunei Darussalam.

Namun, dalam pembuatannya dilakukan desain ulang disesuaikan permintaan.

Setelah terjadi kesepakatan, harga satu setel seragam itu sekitar Rp 900.000.

Berita Rekomendasi

Sang ratu memesan 297 setel seragam dan 5 setel seragam khusus untuk raja, ratu, dan anak.

Untuk seragam khusus dihargai Rp 600.000 karena membawa bahan sendiri.

Harga tersebut termasuk topi, celana, dan aksesorisnya.

Baca: Bikin Baliho Bakal Lunasi Utang Negara, Perwakilan Kerajaan King of The King Diperiksa Polisi

Saat itu, Fanni Aminadia membayar tanda jadi Rp 1.000.000.

"Saya tidak sempat tanya, seragam ini untuk apa. Karena saya kira untuk drumband atau kegiatan kebudayaan itu, kan rata-rata yang buat ke sini untuk itu," kata Wahyu kepada wartawan di rumahnya, Rabu (29/1/2020).

Wahyu atau sering dipanggil Koko mengerjakan bersama seragam pada bulan November 2019 sampai 6 Januari 2020.
Pengerjaan kostum dilakukan oleh 12 orang dan mengerjakannya dengan sistem borongan.

Dirinya mengirimkan secara bertahap ke rumah kontrakan pasangan Raja Keraton Agung Sejagat yakni Toto Santoso dan sang Fanni Aminadia di wilayah Godean Sleman.

Pengiriman sampai 5 kali.

Baca: Warga Sleman Temukan 2 Arca Ketika Sedang Menggali Kolam Penampungan Kotoran Sapi, Ini Penampakannya

Ada yang sekali kirim 15 setel, 50 setel, dan paling banyak 200 setel.

Untuk pembayaran pun dibayar secara lunas oleh keduanya.

Wahyu Agung Santoso (Kaos Merah) Penjahit Seragam Keraton Agung Sejagat
Wahyu Agung Santoso (Kaos Merah) Penjahit Seragam Keraton Agung Sejagat di Bantul Rabu (29/1/2020)(KOMPAS.COM/MARKUS YUWONO)

Selama pemesanan, Fanni tak menunjukan gelagat aneh, sehingga dirinya menganggap wajar pesanan sebanyak itu.

"Pertama itu dia transfer Rp 25 juta dan setiap 3 hari sekali transfer itu sampai lunas. Jadi kalau masalah pembayaran alhamdulilah tidak ada kendala," ucap Koko.

Sampai akhirnya, Wahyu diberitahu kenalannya bahwa seragam pesanannya masuk televisi pada Senin (13/1/2020).
Adapun seragam baju berwarna hitam dengan ornamen kuning pada kerah.

Pada pundak ada sejenis pangkat yang bertulis aksara Jawa yang dalam bahasa Indonesia "Keraton Agung Sejagat".

Untuk topi terdapat lambang mirip kompas dan logo PBB di tengahnya.

Ada logo bintang dan mahkota.

Di samping logo terdapat 2 buah gambar kapas yang bagian bawahnya terdapat sebuah tulisan 'IMPERIAL FORCES'.

"Saya lihat TV kok ternyata seragamnya dipakai seperti itu. Ya perasaannya kaget-kaget senang saya Mas saat itu," ucap Koko.

"Banyak yang ke sini untuk foto-foto dengan seragam itu," kata Koko. 

Asal usul batu prasasti di Keraton Agung Sejagat

Asal usul batu prasasti di Keraton Agung Sejagat, Desa Pogung, Jurutengah, Kecamatan Bayan, Purworejo, Jawa Tengah, akhirnya terungkap.

Batu prasasti yang sebelumnya disebut-sebut diukir seorang pemahat bernama Empu Wijoyo Guno tersebut ternyata bukan batu bersejarah.

Batu berukuran 1,5 meter itu sebenarnya hanya sebuah batu biasa yang digunakan sebagai penanda bahwa di lokasi tersebut telah berdiri Keraton Agung Sejagat.

Baca: Muncul Indonesia Mercusuar Dunia di Sumbar, Sosok Soekarno dan Nyi Roro Kidul Dipajang di Spanduk

Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Iskandar Fitriana mengatakan asal usul batu tersebut diketahui setelah ahli melakukan penelitian.

"Ya bisa dicek kok kalau palsu. Batunya itu diambil dari lereng gunung karena dari beberapa batu yang sebelumnya kita temukan mempunyai kontur batu sama yang seakan-akan dinyatakan sebagai batu bersejarah," jelas Iskandar di Mapolda Jateng, Kamis (23/1/2020).

Baca: Ganjar Pranowo Kaget Dengar Cerita Korban Keraton Agung Sejagat, Sempat Percaya Karena Orang Jawa

Desain ukiran gambar pada batu prasasti tersebut juga ternyata diambil Raja Keraton Agung Sejagat Toto Santoso dari internet, untuk selanjutnya dikerjakan pemahat batu atas pesanan Toto. 

"Toto mengakui bahwa ukiran tersebut memang dijiplak dari internet. Ia menggabungkan beberapa simbol agar batu itu seolah-olah batu temuan bersejarah," kata Iskandar.

Sebagai informasi, ukiran gambar dan tulisan jawa pada batu tersebut diketahui mempunyai makna filosofis yang dalam yakni Bumi Mataram Keraton Agung Sejagat.

Baca: Polri Selidiki Fenomena Munculnya Kerajaan atau Kekaisaran Fiktif di Indonesia

Sedangkan untuk kata Mataram sendiri mempunyai arti alam jagat bumi yang merupakan mata rantai manusia.

Proses pengerjaanya pun terbilang cukup singkat yakni hanya memerlukan waktu dua pekan.

Cerita korban Keraton Agung Sejagat

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengunjungi lokasi Kerajaan Agung Sejagat dan berinteraksi dengan warga setempat.

Lokasi kerajaan abal-abal ini tepatnya beralamat di Pogung Juru Tengah, Bayan, Purworejo.

Sembari dikawal, Ganjar bertanya pada salah satu warga, Namono, yang pernah mengikuti Keraton Agung Sejagat.

Ganjar sempat kaget mendengar pengakuan Namono yang mengatakan soal harga seragam yang dikenakan.

Menurut Namono, ia membeli seragam Keraton Agung Sejagat dengan harga Rp 1 Juta.

Dia juga mengaku ikut keraton fiktif itu atas keinginannya sendiri.

"Bapak sebelumnya percaya kalau ini beneran kerajaan?" tanya Ganjar.

Baca: Curhat Ratu Keraton Agung Sejagat, Akui Dirinya Jadi Bahan Lelucon Para Napi di Lapas

"Ya percaya, kan orang Jawa juga," ujar Namono.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pronowo sedang berkunjung ke Eks Keraton Agung Sejagat dalam Vlognya
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pronowo sedang berkunjung ke Eks Keraton Agung Sejagat dalam Vlognya (Youtube Ganjar Pranowo)

Dia mengaku kenal Toto Santoso, Raja Keraton Agung Sejagat setelah Toto ada di desa tersebut.

Namono sehari-hari berprofesi sebagai menjadi tukang batu yang juga ikut membantu membangun kerajaan itu.

Selama kunjungannya ke lokasi Keraton Agung Sejagat dalam tayangan Youtube Mas Ganjar Vlog , Ganjar juga menyapa masyarakat yang berjualan di sekitar kerajaan.

Baca: Ganjar Usul Keraton Agung Sejagat Jadi Tempat Wisata, Sudjiwo Tedjo: Asal Raja dan Ratu Diberi Grasi

Dia juga bertanya tentang alasan salah satu penjual minuman yang sedang membuka lapak disana.

Menurut salah satu ibu penjual minuman tersebut dirinya penasaran karena mendengar ada kerajaan di tempat tersebut.

"Sudah pernah tau rajanya?" tanya Ganjar.

Ibu-ibu tersebut mengatakan tidak pernah melihat rajanya.

Dia juga mengaku tidak percaya tentang Keraton Agung Sejagat.

Dirinya membuka dagangan disana karena aji mumpung dengan keramaian wisatawan.

Penyataannya pun langsung disusul tawa dari Ganjar dan warga.

Selama kunjungannya, Ganjar bertanya pada warga sekitar tentang kepemilikan tanah kerajaan dan rencana pemerintah setempat pasca ditutupnya Keraton Agung Sejagat.

Ganjar menilai, di Jawa Tengah sebenarnya sudah banyak kerajaan yang memiliki izin seperti kerajaan Pajang di Sukoharjo dan Demak.

Tetapi dirinya juga mengimbau untuk tidak mendirikan kerajaan atau keraton dengan maksud menipu masyarakat.

"Yang tidak boleh adalah kalau kemudian membuat semacam ini dengan menipu, penipuannya nggak boleh," jelasnya.

"Umpama mau dibayar katanya 100 USD sampai 200 nanti gajian, yang tipu-tipu nggak boleh."

Menurutnya kalau tidak ada situs sejarah yang valid lebih baik tidak mendeklarasikan kerajaan atau keraton.

Apabila ada yang ingin mendirikan kerajaan sebaiknya melapor kepada pemerintah dahulu.

Ditanya terkait dapat menjamin tidak ada lagi kerajaan baru di Jawa Tengah selanjutnya, Ganjar mengaku tidak bisa menjamin.

"Ya nggak bisa. Lha wong ini tidur lalu mimpi ketemu demit besoknya bikin kerajaan juga bisa kok," ujarnya.

Baca: Disebut Tipu Pengikutnya, Raja Keraton Agung Sejagat: Saya & Bu Fanni Tak Pernah Lakukan Penipuan

Ganjar menambahkan kiat-kiat untuk mengenali modus penipuan yang berkedok kerajaan seperti ini.

Diantaranya sistemnya rumit dan dibumbui cerita yang tidak masuk akal.

(Kontributor Yogyakarta, Markus Yuwono)

Sebagian dari artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dijahit di Bantul, Seragam Keraton Agung Sejagat Harganya Rp 900 Ribu Per Setel" 

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas