Petani Arak akan Gelar Syukuran Sambut Keputusan Melegalkan Produksi dan Peredaran Arak Bali
Petani Arak di Bali Ini Akan Gelar Syukuran Sambut Pemberlakuan Pergub Bali No.1 Tahun 2020
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM,BALI - Petani arak di Tri Eka Buana, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem antusias menyambut pembelakuan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali No 1 Tahun 2020 mengenai Tata Kelola Minuman Fermentasi dan Atau Distilasi Khas Bali.
Peraturan gubernur tersebut memberi jaminan hukum, perlindungan dan sangat membantu mereka dalam pemasaran produk.
"Saat sugihan bali kita akan gelar syukuran, bersamaan pembentukan koperasi arak. Petani arak sangat dibantu peraturan gubernur. Ini bertanda pemerintah berpihak ke petani arak," kata I Nyoman Redana, Kamis (6/2).
Menurut dia, Pergub No. 1 Tahun 2020 merupakan angin segar bagi petani arak.
Mereka tak perlu lagi kucing-kucingan dengan aparat kepolisian saat produksi maupun mendistribusikan arak ke luar Karangasem.
"Sebelumnya petani kucing-kucingan saat mendistribusikan arak," kata Redana.
Redana dan rekan-rekannya di desa itu akan lebih semangat produksi arak. Sebelumnya hanya produksi 20 liter per hari, kini bisa 30 - 40 liter per hari.
Dulu, kata Redana, petani takut memproduksi dalam jumlah banyak khawatir diamankan petugas sehingga petani merugi.
"Dengan adanya Pergub harga arak juga bisa naik dibandingkan sebelumnya. Dulu petani arak menjual ke pengepul Rp 300 ribu per 20 liter.
Setelah ada Pergub kemungkinan harga arak akan meningkat," kata Regen, sapaan akrab Nyoman Redana.
Pergub Bali ini ikut melestarikan adat dan budaya di Karangasem mengingat pembuatan arak di Desa Tri Eka Buana adalah budaya warisan leluhur.
Bagi warga Tri Eka Buana, arak adalah minuman yang disakralkan lantaran dipakai untuk upacara.
"Proses produksi arak di Desa Tri Eka Buana masih tradisional.
Dari pengulingan hingga tahap akhir memakai peralatan tradisional.
Makanya arak di Tri Eka Buana rasanya beda dengan arak di daerah lain," ungkapnya.
Perbekel Tri Eka Buana, Ketut Derka mengatakan, Pergub Bali No. 1 Tahun 2020 itu memihak petani arak. Para petani akan lebih rajin berproduksi.
"Dengan ada peraturan ini kemungkinan produksi arak bertambah. Jumlah KK (kepala keluarga) di Tri Eka Buana sekitar 600. Berprofesi sebagai petani arak hampir 420 KK. Sisanya wiraswasta," kata I Ketut Derka.
Untuk tata kelola, kata Derka, petani akan jual ke koperasi yang sudah mereka tentukan.
Harga arak per liternya akan dinaikkan 20 persen. Koperasi akan menjual ke perusahaan yang ditunjuk koperasi.
Di desa yang berjarak sekitar 55 km dari Kota Denpasar ini, hampir 90 persen warganya merupakan pembuat arak tradisional.
Kebanyakan petani di desa ini selain bertani di kebun dan sawah, juga mampu membuat arak berkualitas.
Gandeng Bea Cukai
Terbitnya Pergub ini tak lepas dari peran Direktoral Jenderal Bea Cukai (DJBC) wilayah Bali, NTB, dan NTT (Bali Nusra).
Bea Cukai Bali Nusra turut menginisiasi dan menyertai proses penyusunan peraturan tersebut.
Hal ini sejalan dengan misi Bea Cukai untuk memfasilitasi industri dan perdagangan.
Kepala Kanwil DJBC Bali, NTB, dan NTT, Hendra Prasmono menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi Bali atas terbitnya Pergub Bali tersebut.
Menurutnya penerbitan Pergub itu bukti suksesnya sinergi berbagai pihak di Provinsi Bali.
“Hal ini juga menjadi bukt komitmen pimpinan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, dengan cara yang sangat elegan, dan tetap patuh pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kami menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya terhadap Bapak Gubernur Bali,” kata Hendra.
Dijelaskannya, Bea Cukai Bali Nusra bersama pemerintah Provinsi Bali menggunakan skema kemitraan usaha dengan prinsip gotong royong, antara perajin atau petani arak, koperasi, dan pihak produsen/pabrikan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dalam tata kelola minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali.
Skema anak asuh-orang tua asuh antara petani, koperasi, dan produsen (pabrikan MMEA) inilah salah satu pokok pengaturan dalam Pergub Nomor 1 Tahun 2020.
Petani menjual hasil produksinya ke koperasi, koperasi berperan sebagai pengepul dan selanjutnya koperasi menjual bahan baku tersebut ke produsen (pabrikan).
Produsen (pabrikan) akan mengolah lebih lanjut bahan baku agar bisa terstandardisasi, lebih terjaga kehigienisannya dan selanjutnya dilakukan pelekatan pita cukai pada saat dikeluarkan dari pabrik.
“Skema anak asuh - orang tua asuh ini, menunjukkan fleksibilitas Bea Cukai untuk dapat membantu pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan lebih memberi kepastian dalam berusaha,” tambah Hendra.
Selain mengatur skema tata kelola, Pergub ini mengatur tentang adanya Harga Patokan Petani (standar harga batas bawah) di setiap jenjang distribusi.
Hendra menyampaikan Pemerintah Provinsi Bali bersama semua pihak terkait, termasuk Bea Cukai Bali Nusra, akan memulai implementasi awal (pilot project) tata kelola minuman fermentasi di Desa Tri Eka Buana, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, dan Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng.
“Sesuai visi yang selalu digaungkan Bapak Gubernur yaitu ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, diharapkan dengan pengaturan ini, arak Bali mampu ‘naik kelas’, sehingga terjadi peningkatan produksi, perluasan lapangan pekerjaan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya para perajin atau petani,” imbuh Hendra.
Hendra menjelaskan pihaknya siap mengasistensi semua pihak terkait ketentuan cukai.
Dia menyampaikan Bea Cukai Bali Nusra siap bantu pemasaran arak Bali sehingga dapat diekspor melalui penjualan di Toko Bebas Bea.
“Kami siap memfasilitasi pertemuan antara produsen/pabrikan MMEA dengan pengusaha Toko Bebas Bea, sehingga Arak Bali bisa Go International dan sejajar dengan traditional spirit lain di dunia,” kata Hendra.
Ia menegaskan, pekerjaan belum selesai. Untuk mewujudkan suksesnya implementasi Pergub ini di lapangan dibutuhkan sinergi dari segala pihak, semisal Perusda, Kepolisian, Badan POM, Koperasi dan lainnya.
Sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster menjelaskan minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali merupakan salah satu sumber daya keragaman budaya Bali.
Minuman ini perlu dilindungi, dipelihara, dikembangkan dan dimanfaatkan untuk mendukung pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan berbasis budaya sesuai visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.
Menurut gubernur, ruang lingkup Pergub ini meliputi pelindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan; kemitraan usaha, promosi dan branding; pembinaan dan pengawasan, peran serta masyarakat, sanksi administratif dan pendanaan.
“Pelindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan dilaksanakan oleh Perangkat Daerah sesuai kewenangan,” kata Gubernur Koster saat mensosialisasikan Pergub tersebut di rumah jabatannya, Rabu (5/2). (ful/zae/sui)
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Petani Arak di Bali Ini Akan Gelar Syukuran Sambut Pemberlakuan Pergub Bali No 1 Tahun 2020