Warga Nguter Sukoharjo Akan Lakukan Upaya Hukum Terkait Limbah PT RUM Sukoharjo, Ini Alasannya
Berbagai alasan menjadi latarbelakang adanya tuntunan warga kepada PT RUM Nguter, Sukoharjo terkait dampat limbah hasil produksi perusahaan tersebut.
Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Persoalan limbah yang dihasilkan oleh PT RUM, Sukoharjo masih menuai polemik.
Khususnya warga daerah Nguter, Sukoharjo yang terdampak limbah hasil produksi PT RUM (Rayon Utama Makmur).
Berbagai alasan menjadi latarbelakang adanya tuntunan warga.
Misalnya, limbah pabrik PT RUM membuat warga menjadi kurang nyaman.
Warga mencium aroma yang menyengat hingga menyebabkan mual-mual.
Selain itu, permasalahan lingkungan juga menjadi hal yang penting.
Di mana limbah juga dapat mencemari tanah, air, hingga tanaman.
Dalam Diskusi Mahardika (Mahasiswa Berdialektika) bertema Mendengar Cerita Warga Nguter, Panji seorang aktivis mahasiswa Nguter mengungkapkan permasalahan yang terjadi.
Warga yang terdampak tidak tahan dengan bau menyengat akibat limbah pabrik.
Apalagi, kandungan berbahaya yang terdapat pada limbah.
Berbagai langkah pun akan diambil agar permasalahan tersebut segera terselesaikan.
“Warga Nguter ini mengalami dampak nyata adanya limbah. Berbagai upaya pun dilakukan dan seharunya pihak pabrik berhenti,” kata Panji, Kamis (13/2/2020) di Gedung Tribunnews Solo.
“Sudah saatnya kita turut membantu mereka untuk mengembalikan lingkungan yang bersih” tambahnya.
Baca: Kemenkes Jamin Limbah Masker Selama Proses Observasi Ratusan WNI di Natuna Dikelola Secara Baik
Baca: Foto Satelit Rekam Kota Wuhan Merah Menyala, Ilmuwan Sebut Akibat Kremasi Mayat Atau Limbah Medis
Dalam forum tersebut, Mario, perwakilan dari IMM juga menyampaikan dukungannya untuk mencari keadilan dan kemenangan atas permasalahan tersebut.
Butuh kerjasama semua pihak dalam memperjuangkan hak warga.
Misalnya, menggunakan langkah hukum di Indonesia.
“Segala upaya, sudah dilakukan. Apalagi waktu itu pernah demo dan ada 7 orang ditahan karena perusakan properti. Tetapi, kenapa perusakan lingkungan tidak dipenjarakan?” ungkap Mario.
“Kami tidak akan menyerah, dan optimis akan memenangkan perkara ini,” tambahnya.
Sementera itu, Sugeng, seorang aktivis warga Nguter mengungkapkan keinginannya untuk merasakan lingkungan yang asri dan segar.
“Dulu setiap malam, ketika bangun tengah malam untuk menunaikan ibadah sholat, suasanya itu nyaman dan sejuk. Tetapi setelah pabrik beroperasi, suasana menjadi tidak nyaman,” kata Sugeng, dalam acara diskusi Mendengar Cerita Warga Nguter, di Gedung Tribunnews Solo, Kamis (13/2/2020).
“Bau yang menyengat dan lingkungan yang tercemar membuat warga terganggu,” tambahnya.
Kemudian, Wanda Saputro perwakilan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Surakarta juga menyatakan pendapatnya mengenai permasalahan limbah PT RUM.
“Ini kan permasalahan yang menjadi keluh kesah dan penderitaan warga Nguter. Jadi, telah dilakukan berbagai upaya, seperti mediasi hingga aksi agar hak-hak warga terpenuhi,” kata Wanda Saputro.
Ia juga menambahkan, permintaan warga supaya didengar pemerintah dan dilakukan.
Diketahui, PT RUM mulai beroperasi pada 2017 yang berada di Kecamatan Nguter, Sukoharjo.
Pabrik tersebut merupakan produsen kapas sintetis atau serat rayon.
Namun, setelah berjalannya waktu limbah yang dihasilkan berdampak pada lingkungan dan warga sekitar.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS)