Kisah Aan, Bocah 12 Tahun di Sulsel Berjuang Sendirian Rawat Ayah yang Lumpuh dan Neneknya Pikun
Usia baru 12 tahunan, tahun ini Aan Nur Pratama baru duduk bangku Kelas V SD di Wanio Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan.
Editor: Sugiyarto
Sebuah pengabdian tiada henti, Seorang Diri Aan Bocah SD di Sulawesi Ini Berjuang Rawat Ayah yang Lumpuh dan Neneknya.
TRIBUNNEWS.COM.COM - Usia baru 12 tahunan, tahun ini Aan Nur Pratama baru duduk bangku Kelas V SD di Wanio Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan.
Namun, perjuangannya merawat Ayah yang lumpuh dan neneknya yang sudah pikun itu membuat trenyuh siapapun yang melihatnya.
Setiap hari Aan Nur Pratama, adalah siswa yang paling duluan datang ke sekolah.
Bahkan, sejak Lonceng SD Negeri 5 Wanio, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan berbunyi, Aan Nur Pratama paling pertama menyalami tangan gurunya dibanding teman-teman lainya.
Namun di balik itu, Aan Bocah SD di Sulawesi Selatan itu, Berjuang Rawat Ayah yang Lumpuh dan Neneknya.
Maka itulah, setelah pulang dari sekolah Aan Nur Pratama, Siswa kelas V itu, lalu berlari pulang ke rumahnya dengan tas yang lusuh.
Dia berlari cepat ke rumah, di tengah Teriknya matahari namun tak menghalangi Aan segera pulang untuk merawat ayahnya yang sakit dan neneknya yang sudah pikun.
Setiba di rumah, salam diucap Aan. Dia masuk ke rumahnya kemudian membuka sepatu, menggantung seragam dan tas sekolah.
Ayahnya Lumpuh Karena Kecelakaan Kerja
Meski keringat belum kering, Aan langsung merawat Bahri, sang ayah yang lumpuh karena kecelakaan kerja, dan sang nenek yang sudah pikun. Keduanya hanya bisa terbaring di tempat masing-masing
"Saya sudah enam tahun menderita lumpuh akibat kecelakaan kerja. Saat itu saya tertimpa batu bata, dan divonis patah tulang belakang. Beruntung Aan bisa merawat saya dan neneknya yang sekarang sudah pikun," kata Bahri di rumahnya Desa Bapangi, Kecamatan Panca Lautang, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Selasa (25/02/2020).
Kerja Bikin Batu Bata
"Demi memenuhi kebutuhan sehari-hari Aan bekerja juga sebagai buruh di pembuatan batu bata," sambung Bahri saat Aan menyisir rambutnya.
Setelah ayah dan neneknya makan, Aan pamit menuju tempatnya bekerja sebagai pengrajin batu bata.
Bekerja mengeringkan batu bata setengah hari, sesekali Aan menyeka keringat demi diupah 30 ribu untuk biaya sekolah dan kebutuhan keluarga. Untuk makan, Aan mengandalkan pemberian dari pemilik usaha batu bata.
"Aan anaknya rajin dan telaten, dia mampu menjemur batu bata sebanyak 7.000 hingga 10.000 dalam setengah hari."
"Kadang jika Aan menjemur lebih dari biasanya terpaksa saya harus berhutang upah kepada Aan jika pesanan batu bata belum dibayar pelanggan," ungkap Ancu, Bos Aan.
Seharian sekolah, merawat ayah dan nenek, serta bekerja di pabrik batu bata, peluh Aan diacuhkan untuk kebutuhan sehari-hari keluarganya.
Ingin Jadi Tentara atau Polisi
Aan Bocah SD di Sulawesi Selatan, sembari sekolah dan mencari uang tetap dijalankan tanpa kenal lelah.
"Capek. Namun untuk biaya sekolah dan kebutuhan keluarga, sakit dan peluh terbiasa. Saya juga akan menabung demi mengejar cita-cita menjadi tentara dan polisi," lirih Aan sambil menyeka keringat.
Walau mendapatkan bantuan beras sejahtera, tapi keluarga Aan tidak pernah mendapatkan bantuan biaya perawatan dari Pemerintah Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Aan Siswa Kelas 5 SD yang Jadi Tulang Punggung Keluarga, Rawat Ayah dan Nenek",