Bentrok Driver Ojol vs Debt Collector Bermula dari Menarik Motor di Jalan, Bagaimana Peraturannya?
Driver ojol vs debt collector, bentrokan bermula dari menarik motor seorang driver di jalanan. Bagaimana peraturan sebenarnya?
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Terjadi bentrokan antara ratusan driver ojek online (ojol) dan debt collector di kawasan Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta pada Kamis (5/3/2020).
Kronologi terjadinya bentrokan berawal saat driver ojol berinisial LA, melihat seorang temannya yang mengenakan jaket ojol diberhentikan oleh dua orang mengaku debt collector pada Selasa (3/3/2020).
Dikutip Tribunnews dari Tribun Jogja, teman LA diberhentikan di Jalan Wahid Hasyim, Condongcatur, Kecamatan Depok.
LA pun berusaha melerai dan meminta temannya yang motornya akan ditarik untuk pergi lebih dulu.
Saat itu, seorang debt collector menelepon temannya hingga akhirnya mereka memukuli LA.
Baca: Driver Ojol vs Debt Collector di Jogja, Duduk Perkara hingga Kantor Leasing Dirusak Oknum Ojol
Baca: Kasus Pengemudi Ojol vs Debt Collector akan Ditelusuri, Kapolres Sleman: Akan Kita Proses
Akibat kejadian tersebut, puluhan driver ojol sempat mendatangi kantor debt collector pada Rabu (4/3/2020).
Suasana pun semakin memanas ketika debt collector mendatangi kantor Grab yang berada di Ruko Casa Grande, Maguwoharjo, pada Kamis.
Kedua pihak pun terlibat aksi lempar batu di kawasan tersebut.
Terkait bentrokan yang melibatkan ratusan driver ojol dan debt collector, Kapolres Sleman, AKBP Rizki Ferdiansyah, menjelaskan sempat ada salah paham.
Rizki menjelaskan kedatangan debt collector ke kantor Grab yakni akan melakukan mediasi.
Namun, terjadi salah persepsi sehingga menimbulkan anggapan kantor Grab tengah diserang debt collector.
"Itu disangkanya kantornya diserang, padahal enggak."
"Karena permasalahannya simpang siur, disangkanya kantor mereka diserang," jelas Rizki, Kamis.
Meski begitu, aksi lempar batu di Ruko Casa Grande tak berlangsung lama karena langsung dibubarkan oleh Polres Sleman.
Korban pemukulan debt collector, LA alias Luthfi Aditya Kusuma (29), diketahui telah membuat laporan ke Polsek Depok Timur pada Rabu, terkait kekerasan yang dialaminya.
Baca: Sempat Ricuh Buntut Bentrok Driver Ojol Vs Debt Collector, Kawasan Babarsari Sleman Kembali Kondusif
Baca: VIRAL Driver Ojol Pakai Masker Anti-Nuklir saat Antar Penumpang, Ternyata Harganya Rp 3 Jutaan
Dilansir Kompas.com, seorang driver ojol bernama Riyanto, membenarkan Luthfi dipukuli saat mencoba melerai debt collector ketika akan menarik sepeda motor rekannya.
Saat melerai, menurut Riyanto, Luthfi mengatakan penarikan sepeda motor harus dilakukan sesuai prosedur, yakni ketika berada di rumah.
Tapi, ia justru dipukul oleh debt collector itu.
"Ada perampasan, terus korban (Luthfi) mencoba memisah tetapi malah dipukul."
"Kami meminta agar segera diusut tuntas, kita akan kawal kasus ini," terang Riyanto.
Lantas, bagaimana peraturan sebenarnya mengenai penarikan motor oleh perusahaan kreditur (leasing)?
Mengutip Kompas.com, leasing tidak bisa menarik obyek jaminan fidusia secara sepihak.
Obyek jaminan yang dimaksud bisa jadi kendaraan atau rumah.
Hal ini telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Sesuai bunyi Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020, leasing harus meminta permohonan eksekusi terlebih dulu ke pengadilan negeri.
Baca: Cegah Virus Corona, Driver Ojol Ini Justru Pakai Masker Anti-Nuklir untuk Keamanan, Aksinya Viral
Baca: Viral Siswi SMA Pengemudi Range Rover Tabrak Driver Ojol Wanita di Jogja
Berikut bunyi putusannya:
"Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri."
Apabila leasing, melalui debt collector, menarik obyek jaminan fidusia secara sepihak, pemilik bisa melaporkan ke pihak berwenang.
"Masyarakat bisa lapor kan ke Polres kalau ada (perampasan) seperti itu," terang Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, Sabtu (11/1/2020), dilansir Kompas.com.
Apabila penarikan obyek jaminan fidusia tetap dilakukan tanpa melalui pengadilan, maka pihak leasing atau debt collector dinilai melanggar hukum.
Mereka bisa dikenakan KUHP Pasal 368 tentang perampasan dengan ancaman hukuman sembilan tahun peenjara.
Atau Pasal 365 (pencurian dengan kekerasan) dan Pasal 378 (penipuan).
Meski begitu, leasing bisa tetap melakukan eksekesui tanpa melalui pengadilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanprestasi (cidera janji).
"Sepanjang pemberi hak fidusia (debitur) telah mengakui adanya “cidera janji” (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia, maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia (kreditur) untuk dapat melakukan eksekusi sendiri (parate eksekusi)," bunyi Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019, dikutip dari Kompas.com.
Mengenai wanprestasi yang dimaksud, MK menyatakan pihak debitur maupun kreditur harus sepakat lebih dulu untuk menentukan kondisi apa yang membuat wanprestasi terjadi.
Baca: Kronologi dan Penyebab Driver Ojol Bakar Diri Bersama Anak Balitanya di Cengkareng
Baca: Cemburu karena Istri Berhubungan dengan Mantan Suami, Driver Ojol Nekat Bakar Diri
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Tribun Jogja/Santo Ari, Kompas.com/Wijaya Kusuma/Ardito Ramadhan/Ryana Aryadita Umasugi)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.