Aksi Borong Barang dari Pasar Sempat Dilakukan Oleh Orang-orang Kaya di Bandung
Kepala Dinas Indag Jabar, Mohamad Arifin Soedjayana, mengatakan panic buying ini terjadi sejak beberapa hari lalu, terutama di Bandung Raya.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Syarif Abdussalam
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Dinas Perindustian dan Perdagangan (Indag) Provinsi Jawa Barat mengatakan sempat terjadi panic buying atau pembelian berlebihan di sejumlah pusat perbelanjaan di Jawa Barat seiring dengan perkembangan kasus corona virus Covid-19.
Kepala Dinas Indag Jabar, Mohamad Arifin Soedjayana, mengatakan panic buying ini terjadi sejak beberapa hari lalu, terutama di Bandung Raya.
Arifin mengatakan pihaknya mendapat informasi awal mengenai panic buying tersebut dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
"Kemarin juga saya keluar sekitar jam 10.00 ya, karena ada informasi dari teman-teman di Aprindo, khususnya di supermarket, itu cukup didatangi oleh para pembeli. Nah jadi kemarin kita turunkan empat tim untuk melihat ke semua swalayan yang ada di Bandung Raya," kata Arifin saat ditemui di kantornya, Senin (16/3/2020).
Arifin mengatakan hampir semuanya terjadi peningkatan pembelian dari konsumen yang datang.
Ia pun mendata lonjakan pembelanjaan dan akhirnya diketahui lonjakannya sampai dua atau tiga kali lipat dari biasanya.
"Jadi kalau biasanya 100 (orang), ini sampai 200 atau 300.
Itu terjadi dan kemudian saya cek juga yang dibeli apa, kebanyakan yang bahan pokok seperti beras, minyak, telur, mi, dan gula," kata Arifin.
Baca: Zubaidi Apresiasi Pemerintah Pangkas Birokrasi Penyaluran Dana BOS: Kita Jangan Telat Pelaporan
Baca: 113 Orang Meninggal dalam Sehari, Iran Catatkan Kematian Tertinggi
Baca: Rapat Online Jokowi Bersama Para Menteri, Bahas Percepatan Ekonomi Hadapi Virus Corona
Baca: 4 Anggota KKB Tewas Tertembak, Polisi Sita 3 Pucuk Senjata Api dan Panah
Menurut Arifin, pihaknya sudah meminta kepada Aprindo untuk melakukan evaluasi manakala kemudian terjadi pembelian yang tidak wajar.
Yakni, dengan cara dibatasi pembelanjaanya.
"Dan memang di beberapa gerai, akhirnya dibatasi seorang hanya bisa beli maksimal tiga unit. Misalnya kalau minyak itu 1 kilogram per bungkus, jadinya cuma bisa beli 3 maksimal.
Pembatasan itu bukan apa-apa karena kembali lagi kalau untuk konsumen akhir kan kita juga bisa melihat kewajarannya seperti apa," ujarnya.
Arifin mengatakan panic buying terpantau terjadi di hampir semua pusat perbelanjaan yang kerap didatangi masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah atas.
Sedangkan di supermarket yang biasa didatangi pengunjung umum termasuk pasar tradisional, cenderung normal.
Arifin mengatakan selain gula pasir yang memang sudah mengalami penipisan stok di tingkat nasional, semua persediaan kebutuhan pokok di Jawa Barat masih dalam batas aman, bahkan sangat aman.
"Kemarin tim saya sudah turun dan berkomunikasi, di semua kabupaten dan kota semua menyatakan aman. Jadi Bogor, Depok, Bekasi, yang berbatasan dengan Jakarta juga aman, kemudian yang ke timur Jabar juga aman, tidak ada lonjakan untuk pembelian barang," katanya.
Berdasarkan data tersebut, katanya, pihaknya belum bisa melakukan kebijakan pembatasan pembelian di supermarket atau pasar tradisional pada umumnya.
Hal ini disebabkan kunjungan dan kedatangan dari konsumen juga tidak terlalu banyak.
"Saya mau cek lagi hari ini ya, karena kejadian itu kemarin.
Jadi setelah surat edaran, khususnya yang dari Pak Gubernur kemudian Wali Kota Bandung, dan lainnya, itu sebenarnya sudah diantisipasi oleh dinas indag di kota dan kabupaten, bahwa takutnya ada panic buying, tapi kita sudah antisipasi dengan teman-teman di Aprindo," ujarnya.
Arifin mengatakan pihaknya tetap menjaga keamanan pangan di Jabar dan tetap harus dijaga supaya jumlahnya tetap dipantau, tidak hanya pembatasan pembelian tapi juga pemantauan. (*)
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Takut Corona, Sempat Panic Buying di Bandung Raya, Ternyata yang Borong Sembako Orang Kaya