Cerita Sopir Pengantar Jenazah Pasien Covid-19 di Blitar: Habis Tugas Baju Langsung Dibuang
Tak hanya cukup mengantar sampai ke tujuan, tetapi dia sekaligus terlibat proses pemakaman jenazah orang yang terkena corona.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, BLITAR - Setiap ada peristiwa besar, biasanya selalu memunculkan orang hebat atau orang-orang yang berjasa.
Begitu juga, selama berlangsung wabah corona, dokterlah dianggap sebagai 'pahlawan' medis.
Namun, di balik kehebatan kerja para tim medis itu, ada sosok yang tak kalah hebatnya.
Siapa sosok yang bekerja senyap atau behind the scenes itu? Adalah sopir mobil ambulans.
Sudah berapa banyak jenazah dari korban Corona, yang sudah diantarkan ambulansnya selama terjadi pandemi ini.
Pasti sudah banyak. Namun, soal jumlahnya, tak disebutkan karena itu menyangkut identitas korban dan lembaga lainnya.
Namun, di tengah wabah virus ini, para sopir ambulans tetap setia dengan profesinya, meski seringkali tak memikirkan dampaknya. Bahkan, juga 'dijauhi' orang lain dan tetangganya.
Salah satu sopir ambulans tersebut adalah Galih Candra Puspita.
Pria berusia 33 tahun itu adalah sopir mobil ambulans RSUD Ngudi Waluya, Wlingi, Kabupaten Blitar.
Bapak satu anak asal Kelurahan Kepanjen Lor, Kecamatan Kepanjen Kidul, Kota Blitar itu, bukan sekadar sopir ambulans kebanyakan.
Baca: Cegah Penularan Covid-19, Selama Ramadhan Masjid Istiqlal Tidak Gelar Tarawih dan Buka Puasa Bersama
Baca: Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo Segera Berlakukan PSBB, Begini Kata Gubernur Jawa Timur
Baca: PSBB Disetujui Menkes, Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin: Bakal Ada Sosialisasi
Namun, ia adalah sopir mobil ambulans RS milik Pemkab Blitar itu, yang khusus mengantarkan korban Corona.
Tak hanya cukup mengantar sampai ke tujuan, tetapi dia sekaligus terlibat proses pemakaman jenazah orang yang terkena corona.
Minggu (19/4) siang, dia menuturkan pengalamannya selama jadi sopir ambulans yang khusus membawa pasien Corona.
"Kalau bukan karena kemanusiaan, pasti orang akan enggan, termasuk saya. Namun, kami terpanggil sehingga profesi itu, kami jalankan," tuturnya yang mengaku telah 10 jadi sopir ambulans di RSUD Ngudi Waluya.
Galih mengisahkan awal mula dipercaya menjadi sopir ambulans, yang khusus mengantarkan jenazah corona.
Dia mengaku ingin menunjukkan pengabdian kepada profesinya.
Memang, ia bukan satu-satunya sopir ambulans di rumah sakit itu, namun pimpinan menunjuknya karena dianggap yang 'paling berani'.
"Saat pertama kali mengantarkan jenazah (korban Corona), saya ya deg-degan. Sebab, selain pertama kali, juga penyakit berbahaya, pikiran saya saat itu," ujarnya.
Namun, karena tugas, dirinya tak boleh mundur apalagi menolaknya.
Katanya, siapa lagi, yang akan mengantarkan jenazah itu, kalau bukan dirinya.
Akhirnya, dengan pakaian standar medis atau APD (alat pelindung diri), ia tancap gas ambulans untuk membawa jenazah pasien corona.
"Selama membawa jenazah korban (corona), saya membaca (doa) sebisa-bisanya. Seperti bacaan salawat (Nabi Muhammad). Mulai berangkat sampai tujuan, saya baca terus, sehingga membuat saya kian tenang," ungkapnya.
Karena jenazah korban corona itu tak boleh dibawa ke rumah duka, sehingga langsung diantarkan ke pemakaman.
Di pemakaman, dirinya bersama tujuh petugas medis, memakamkan.
Selama berlangsung pemakaman, ada standar khusus, di antaranya disaksikan petugas kepolisan, yang sekaligus mengantipasi jika ada warga yang mendekat.
"Tak ada pengalaman khusus selama memakamkan jenazah korban corona. Cuma, nggak menyangka kalau dirinya sampai terlibat pemakaman (jenazah korban Corona)" ujar pria yang mengaku punya hobi memancing.
Karena penyakit ini pandemi dan korbannya begitu banyak, maka ia harus selalu siapa.
Meski lagi off, misalnya di rumah, ia tetap stand by, terutama telepon selulernyanya selalu on karena siap-siap kalau sewaktu-waktu dihubungi RS, untuk mengantarkan pasein corona.
"Pernah malam-malam atau sekitar jam 01.00 dini hari, saya ya harus berangkat mengantarkan, hingga memakamkan," paparnya.
Sebagai sopir ambulans, yang khusus mengantarkan jenazah korban corona, pasti diketahui banyak orang.
Terutama teman-temannya di kampungnya atau para tetangganya. Apa reaksi lain dari mereka, atau dampak yang dialaminya.
"Iya, memang ada perlakuan berubah. Kalau dulu, kami suka ngobrol, namun sekarang mereka menjauh karena tahu kalau saya sopir ambulans yang khusus mengantarkan jenazah Corona," ujarnya.
Namun demikian, tambah dia, itu tak harus disikapi serius. Ia menyikapinya dengan wajar karena memang mereka juga mengantisipasi dampak dari wabah ini.
Selain itu, mereka belum tahu standar safety, yang dirinya lakukan.
Misalnya, setiap kali atau sehabis mengantarkan jenazah korban corona, ia mengaku tak seenaknya seperti habis mengantarkan jenazah pada umumnya.
Namun, khusus kasus ini, ia punya protap tersendiri.
"Jam berapa pun, kalau kami habis mengantarkan dan memakamkan, setiba di rumah sakit, saya langsung mandi. Mulai kepala hingga ujung kaki, kami bersihkan dengan cairan khusus," ungkapnya.
Tak hanya itu, papar dia, bahkan pakaian yang melekat di tubuhnya, langsung dilepas dan dibuangnya.
Itu pun, tak boleh di buang sembarangan, namun ada tempat khusus, yang ada di rumah sakit.
Karena itu, setiap pulang dari rumah sakit, dirinya sudah steril atau sudah dalam keadaan bersih (secara medis).
"Kami juga punya keluarga, sehingga kami sendiri justru harus lebih waspada dan berhati-hati. Jangan sampai malah ada dampak buat kami sendiri, itu yang selalu kami antisipasinya" ujarnya.
Dampak lainnya, aku dia, jika biasanya kalau sehabis kerja seringkali ngobrol atau nongkrong dengan teman-temannya atau tetangganya.
Namun, sejak corona ini, teman-teannya menjauh sehingganya dirinya mengisi waktu luangnya, dengan menyalurkan hobinya.
"Gimana, lagi ya akhirnya saya pakai buat memancing di kali. Sehabis memancing, pikiran saya jadi tambah fresh," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Kisah Sopir Pengantar Jenazah Pasien Corona RSUD Ngudi Waluya Blitar: Habis Tugas Baju Dibuang