Cerita ART Korban Penyiksaan Majikan di Semarang, Makan 50 Cabai dan Minum Air Mendidih
Nampak luka lebam di wajah dan babak belur di seluruh tubuhnya harus ia rasakan lantaran kerap kali mendapat pukulan, tendangan dan siraman air panas
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Ekspresi ketakutan dan trauma masih tersirat dalam benak perempuan mungil bernama Ika Musriati (20) saat ditemui Kompas.com di rumahnya di daerah Mlatiharjo Timur, Citarum Semarang.
Enam luka sayatan menggunakan cutter karena dipaksa oleh majikannya untuk bunuh diri tampak membekas di pergelangan tangan kirinya.
Nampak luka lebam di wajah dan babak belur di seluruh tubuhnya harus ia rasakan lantaran kerap kali mendapat pukulan, tendangan dan siraman air panas dari majikan.
Belum habis dia merasakan sakit, dirinya mendapatkan paksaan memakan sebanyak 50 cabai dan menenggak air mendidih hingga pita suaranya rusak dan harus menjalani operasi.
Saat kelaparan, ia hanya diberikan makanan yang sudah tak layak seperti nasi basi tanpa lauk pauk.
Ika mengaku telah dianiaya oleh pasangan suami istri di daerah perumahan Semarang Barat.
Baca: Sidang Kasus Penganiayaan, Nikita Mirzani Sebut Saksi dari Jaksa Menguntungkannya
Baca: Wanita Asal Semarang Ditemukan Tewas di Apartemen Dengan Luka Sayatan di Leher, Ada Ceceran Darah
Ika bercerita, selama dia bekerja sejak bulan Agustus tahun lalu, penganiayaan dari majikannya itu harus ia terima setiap hari tak ada habisnya.
Bahkan, dirinya harus menerima ancaman pembunuhan dari majikannya jika tidak menuruti perintah.
Derita yang dialaminya tak sebanding dengan gaji yang dijanjikan majikan hanya sejumlah Rp 1,6 juta per bulan.
Itupun baru diberikan penuh di satu bulan pertama.
Karena tak tahan dengan peringai majikannya, dia sempat berniat kabur dan minta pertolongan tetangga sekitar, namun tidak ada yang peduli.
"Dua bulan awal bekerja majikan masih berlaku baik. Sudah mulai betah, tapi di bulan ketiga mulai berlaku kasar dan mulai disiksa. Setiap hari saya disiksa oleh majikan saya. Pernah akan kabur dan minta tolong tetangga tapi enggak peduli," jelas Ika saat ditemui Kompas.com, Selasa (21/4/2020).
Saat ini, dia mengaku secara psikologis mengalami trauma yang mendalam akibat derita yang menimpanya.
Baca: Kisah Habib Hasan Bagi-bagi Beras & Uang Naik Lamborghini di Solo, Tiap Bulan Sedekah 3 Ton
Baca: Dana Kerjasama, Subsidi dari Pemda Tokyo Jepang Dimulai Pendaftaran Rabu Ini
"Saya masih takut dan kebayang kejadian itu. Saya trauma kalau keluar rumah harus ditemani orangtua. Gak bisa pergi jauh dari rumah. Lihat air putih takut karena teringat siksaan," akunya.
Ika berujar dirinya baru bisa lolos dari peristiwa itu, saat majikannya menyeretnya ke Polsek Semarang Barat karena tuduhan mencuri ponsel.
Dia mengaku mengambil ponsel milik majikannya secara diam-diam lantaran berniat ingin menghubungi keluarganya.
Ponsel miliknya disita sejak awal dia bekerja.
Melihat kondisinya yang kala itu babak belur, polisi merasa curiga.
"Saat di kantor polisi kondisi saya lemas, memar, mau jalan juga susah, polisinya curiga. Saya diantar ke RS Bhayangkara. Kemudian saya divisum. Baru tahu kalau tenggorokan saya luka parah, pita suara rusak. Penyiksaan yang saya alami terbongkarnya awalnya ya dari situ," ujarnya.
Ika dan keluarganya berharap agar Polsek Semarang Barat memberi hukuman setimpal buat majikannya.
Baca: Kasus Positif Covid-19 Masih Meningkat, Pemprov DKI Jakarta Bakal Perpanjang Status PSBB
Baca: Pertamina EP Sabet Enam Penghargaan Public Relation Indonesia Award 2020
"Desember kasusnya terbongkar, lalu saya dibawa pulang ke rumah. Saya harus menjalani operasi dan perawatan di rumah sakit di RSUD Wongsonegoro biar bisa sembuh lagi," ujarnya.
Sumardjo (40), sang ayah, merasa tak tega dengan kondisinya buah hatinya.
Dia curiga dengan kejadian tak wajar yang menimpa anaknya.
"Bulan September atau Oktober tahun lalu, saya mau telepon dia gak bisa. Soalnya perasaan saya sudah gak enak. Dan ternyata pas bulan Desember saya ditelepon polisi disuruh datang ke Polsek Semarang Barat. Di sana saya baru tahu kalau anak saya kondisinya sudah parah," katanya.
Kuasa hukum korban Deo Hermansyah telah mengawal kasus tersebut sejak dilaporkan ke Polsek Semarang Barat pada Desember tahun lalu.
Ia mendesak penyidik agar memproses kasus tersebut ke ranah hukum.
“Kasus ini sudah berlangsung empat bulan. Saya minta kasus ini dilanjutkan dan kedua pelaku suami istri RS dan S segera ditahan”, katanya.
Deo menganggap tindakan penganiayaan itu dikatagorikan pengeroyokan yang mengancam jiwa seseorang.
Kepada penyidik, ia meminta agar kedua pelaku dijerat pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dan penganiayaan.
Penjelasan polisi Kapolsek Semarang Barat Kompol Iman Sudiyantoro mengatakan, pihaknya telah mendalami kasus penganiayaan terhadap ART yang dilakukan kedua pelaku pasutri itu.
Proses penanganan kasus sudah masuk tahap penyidikan sehingga korban didampingi kuasa hukum telah dipanggil usai penyembuhan pasca-operasi pita suara untuk memberikan keterangan.
"Sebelumnya dari proses penyelidikan meningkat ke tingkat penyidikan. Proses penyidikan kasus masih berjalan. Usai penyembuhan dan tes psikologis, korban sudah kami panggil dan sudah memberikan keterangan," jelas Iman saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (22/4/2020). (Kontributor Semarang, Riska Farasonalia)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "ART di Semarang Disiksa Majikan, Minum Air Mendidih hingga Luka Sayat di Tangan"