Dirumahkan Tanpa Upah Akibat Dampak Covid-19, Faisal Terpaksa Buka Jasa Servis Ponsel
"Nah sekarang saya coba-coba buka jasa perbaikan ponsel. Modalnya menguras tabungan," katanya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Pandemi Virus Corona atau Covid-19 di Indonesia berdampak besar pada sektor ekonomi.
Akibatnya, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), atau pekerja dirumahkan tanpa upah tak bisa dihindari.
Baca: Tak Hanya Pekerja Kantoran, Buruh Tani Juga Terdampak Pandemi Virus Corona
Tidak hanya para pekerja saja, tapi sektor usaha, terutama UMKM paling terkena dampaknya.
Situasi seperti ini menuntut mereka yang terdampak harus berpikir lebih keras bagaimana menyambung hidup.
Seperti yang dilakukan Faisal Abdulrahman (35) warga Kiaracondong, Kota Bandung.
Ia sudah menikah sekira setahun lalu.
Dia bekerja di tempat penjualan ponsel di sebuah mal di Kota Bandung.
Malnya tutup untuk mengikuti anjuran pemerintah.
Otomatis, sebagai orang yang menerima upah dari majikannya, ia berhenti bekerja dan tidak mendapat upah.
"Sudah hampir sebulan tidak punya penghasilan tetap karena tokonya kan di mal. Malnya tutup," kata Faisal, yang berprofesi sebagai pramuniaga.
Pria asli Kabupaten Garut ini, lulusan SMK.
Tinggal di rumah mertua dan baru saja memiliki anak.
Anaknya masih bayi, berusia tiga bulan.
Beruntung saja, dia punya keahlian memperbaiki ponsel.
"Nah sekarang saya coba-coba buka jasa perbaikan ponsel. Modalnya menguras tabungan buat beli peralatan seperti solder, obeng, dan lain-lain," ujarnya.
Selama sebulan, ia mengaku sudah melayani hingga lima pelanggan.
Tarif memperbaiki ponsel berkisar Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu.
"Sebenarnya enggak cukup. Tapi pendapatan dari jasa perbaikan ponsel saya cukupkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," kata Faisal.
Ada lagi cerita dari Etik (40), karyawan perusahaan garmen di Majalaya warga Desa Majakerta, Kecamatan Majalaya.
Biasanya, sebulan ia mendapat upah Rp 1,8 juta sebagai operator mesin.
"Saya di rumahkan sementara karena kata atasan saya, buyernya sedang sepi jadi produksinya diturunkan.
Otomatis saya sekarang tidak bekerja, ada sebulan. Tapi katanya mau dipekerjakan lagi," kata Etik, via ponselnya.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia jadi kuli angkut di Pasar Majalaya.
Baca: Cerita Keluarga Rusia Terpaksa Ngamen di NTB, Bersyukur Warga Mataram Baik-baik
Pengakuannya, itu bukan hal baru.
"Dulu pernah jualan di pasar, punya banyak kenalan di pasar. Jadi daripada bengong dan enggak punya penghasilan, bantu-bantu saja di pasar di teman, kadang jadi kuli angkut kelapa dan sayuran kalau pagi-pagi," ujar Etik, via ponselnya. (Mega Nugraha)
Data Pengangguran Hingga 40 Juta Menurut Kadin
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan jumlah tenaga kerja yang menganggur saat pandemi virus corona atau covid-19, mencapai 40 juta orang.
Angka tersebut jauh lebih besar dibanding data Kementerian Tenaga Kerja pada 13 April 2020 sebesar 2,8 juta orang terkena PHK dan di rumahkan.
Baca: Pemprov DKI Tutup Paksa 126 Kantor Perusahaan yang Langgar PSBB
Wakil Ketua Kadin Suryani Motik mengatakan, fakta di lapangan berbeda dengan data Kemanaker, karena sektor UMKM yang menyerap tenaga kerja dan merumahkan karyawannya tidak melapor ke Kemenaker.
"Kalau untuk hotel dan restoran saja itu capai 15 juta pengangguran. Jadi mungkin sudah hampir 30 juta sampai 40 jutaan pekerja maupun pengusaha kecilnya sedang menganggur," papar Suryani saat diskusi online DPP PAN dengan tema Nasib Pekerja : Kena PHK tapi Dilarang Mudik Lantas Bagaimana Solusinya?, Jakarta, Jumat (1/4/2020).
Menurut Suryani, banyak kalangan pengusaha berupaya tetap memperkejakan karyawannya.
Tetapi tetap saja tidak bisa dalam jumlah normal dan perlu ada pengurangan.
"Misalnya di restoran hanya 10 sampai 12 orang saja yang bekerja. Oleh sebab itu, tidak bisa dikatakan wah ini pengusaha tidak tanggungjawab melakukan PHK, karena kenyataannya, jangankan pesangon, buat pengusahanya sendiri saja susah," papar Suryani.
Ia pun menyebut, kondisi saat ini yang paling terpukul yaitu UMKM, yang saat kriris 1998 menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
"Kalau sekarang paling terbesar terdampak, mulai cafe yang lagi maraknya tumbuh, tiba-tiba sekarang tutup," papar Suryani.
Baca: Kebutuhan Ventilator Semakin Tinggi saat Covid-19, Kemenperin Beri Kemudahan Regulasi
Melihat kondisi dilapangan, kata Suryani, nasib UMKM tidak akan bertahan lama jika pemerintah tidak memberikan stimulus yang cepat dan dibutuhkan pelaku sektor tersebut.
"Jadi kalau ditanya berapa lama bertahan? UMKM kan dapat hari ini, besok untuk modal belanja. Kalau yang menengah, mungkin nafasnya tinggal dua bulan," tutur Suryani.
Napas UMKM Tinggal 2 Bulan Lagi
Kadin Indonesia menyebut daya tahan UMKM di tengah pandemi virus corona atau covid-19, paling lama 2 bulan lagi.
Wakil Ketua Kadin Suryani Motik mengatakan, kondisi saat ini jauh berbeda dengan kriris yang terjadi pada tahun 1998, di mana waktu itu UMKM masih dapat tumbuh dan menjadi tulang punggung perekonomian.
Baca: Jurus Wishnutama Berdayakan Pelaku UMKM Melalui Program Mandiri
"Tapi kalau sekarang paling terbesar terdampak, mulai cafe yang lagi maraknya tumbuh, tiba-tiba sekarang tutup," papar Suryani saat diskusi online DPP PAN dengan tema Nasib Pekerja : Kena PHK tapi Dilarang Mudik Lantas Bagaimana Solusinya?, Jumat (1/4/2020).
Melihat kondisi di lapangan, kata Suryani, nasib UMKM tidak akan bertahan lama jika pemerintah tidak memberikan stimulus yang cepat dan dibutuhkan pelaku sektor tersebut.
"Jadi kalau ditanya berapa lama bertahan? UMKM kan dapat hari ini, besok untuk modal belanja. Kalau yang menengah, mungkin nafasnya tinggal dua bulan," tutur Suryani.
Menurutnya, beban UMKM juga akan bertambah berat ketika mendekati hari raya lebaran karena harus memberikan THR kepada karyawannya, sementara pemasukan sedang menurun.
"THR itu pengeluarannya dua kali lipat, dan pengusaha banyak juga yang mempertahankan pekerjanya meski dalam jumlah terbatas," ucap Suryani.
Sebelumnya, pemerintah memberikan bantuan relaksasi dan restrukturisasi kredit bagi para nasabah pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam menghadapi dampak Covid-19.
Nasabah akan mendapatkan penundaan pembayaran cicilan pokok selama enam bulan.
"Total kredit yang akan ditunda pokoknya sebesar 105,7 Triliun. Penundaannya untuk yang KUR, Umi, Mekaar, dan Pegadaian. Untuk BPR, Perbankan dan perusahaan pembiayaan penundaan angsuran 155,48 T. Keduanya, penundaan angsuran mencapai 271 triliunan dari total angsuran yang ditunda selama 6 bulan," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani usai rapat terbatas, Rabu, (29/4/2020).
Terdapat 1,62 juta nasabah UMKM di BPR, lalu 20,02 juta debitur di perbankan, serta 6,76 nasabah di perusahaan pembiayaan lainnya termasuk leasing motor yang akan mendapatkan bantuan relaksasi dan restrukturisasi kredit.
"Selain itu seperti koperasi 1,7 juta debitur. Lalu LPDB 30.000 dari merchant atau UMKM yang selama ini jadi merchant di berbagai online platform ada 3,7 juta dan UMKM di Pemda, petani nelayan jumlahnya 6,29 juta debitur," katanya.
Selain penundaan pembayaran cicilan pokok. Pemerintah juga memberikan bantuan subsidi bunga bagi pelaku UMKM.
Baca: Cerita Wanita Nekat Mudik Jalan Kaki Menuju Pati: Jalan Belasan Kilometer, Pingsan di Minimarket
Bagi pinjaman yang nilainya di bawah Rp 500 juta maka akan mendapatkan fasilitas subsidi sebesar 6 persen di bulan pertama, dan 3 persen di bulan kedua.
"Untuk yang pinjaman antara 500 juta - 10 M maka bantuan pemerintah dalam hal restrukturisasi adalah 3 bulan pertama bantuan bunga 3 persen dan 3 bulan kedua bantuan bunga 2 persen," katanya.