Kisah Seorang Korban PHK, Mudik dari Jakarta ke Solo dengan Jalan Kaki dan Tetap Jalani Ibadah Puasa
Ia makan sahur dan berbuka di warung-warung yang dia lintasi. Diakuinya beruntung karena warung-warung itu tak mau dibayar setelah dengar ceritanya.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Ini adalah kisah Maulana Arif Budi Satrio (38), seorang korban PHK, warga Sudiroprajan, Jebres, Solo.
Rio, sapaan akrabnya, nekat mudik dari Jakarta menuju kampung halamannya di Solo, dengan jalan kaki.
Ia menempuh perjalanan selama 4 hari dan tetap menjalani ibadah puasa. Per hari ia berjalan sejauh 100 kilometer.
Ia makan sahur dan berbuka di warung-warung yang dia lintasi.
Diakuinya beruntung karena warung-warung itu tak mau dibayar setelah mendengar ceritanya.
Baca: 40 Tenaga Kesehatan di Kalimantan Barat Terinfeksi Virus Corona
"Saya pernah ditanya mau ke mana? Saya jawab mau ke Solo. Mereka terkejut. Ada yang minum sampai kesedak. Terus saya mau bayar, pemilik warung tidak mau dibayar," paparnya, Selasa (19/5/2020).
Tentu tak mudah menjalani ibadah puasa sambil terus berjalan kaki di tengah panasnya matahari.
Menurutnya, medan terberat yang dia hadapi ialah di kawasan Karawang Timur sampai Tegal.
"Udaranya sangat panas. Sampai gosong semua kulit saya karena panas," ungkap dia.
Rio sebelumnya merupakan sopir bus pariwisata di Jakarta sejak 2017. Semua berjalan lancar hingga virus corona masuk ke Indonesia dan membuat bisnis transportasi kocar-kacir.
Baca: 2 Kelompok Pemuda di Cilacap Selatan Terlibat Tawuran di Hari Lebaran
Buntutnya 8 Mei lalu, dia menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaannya.
Dengan kondisi tanpa pekerjaan, dia berpikir tak akan bisa bertahan hidup di Jakarta dalam waktu yang lama.
Dia pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke Solo.
Sempat coba naik bus dan mobil
Jalan kaki ternyata merupakan cara terakhir yang dipilih Rio. Sebelumnya dia sudah mencoba naik bus dengan membayar tiket Rp 500 ribu, namun yang dia dapat tak sesuai ekspektasi.
"Saya mencoba naik angkutan umum, tapi sangat mahal, Rp 500.000 tarifnya. Terus yang datang bukan bus tapi Elf, dan penumpangnya melebihi kapasitas," terang Rio.
"Akhirnya saya minta uangnya. Paginya saya berangkat lagi pinjam kendaraan pribadi. Sampai di Cikarang harus balik, harus ribut dulu sama petugas. Saya tetap mengotot untuk pulang karena di-PHK tidak ada pendapatan, terus mau ke mana?" sambung Rio.
Sampai Batang ketahuan teman
Rio memulai perjalanan sejak 11 Mei 2020 dari rumah kontrakannya di Cibubur, Jakarta Timur, selepas salat subuh.
Tiba di Gringsing, Kabupaten Batang, 14 Mei 2020, keberadaan Rio diketahui kawan-kawannya sesama sopir bus.
Setelah itu, dia tak boleh lagi berjalan kaki oleh kawan-kawannya dan akan diantar sampai Solo.
"Sampai Gringsing Kamis sore. Saya dijemput dari teman-teman Peparindo, diantar pulang ke Solo. Saya tiba di Solo hari Jumat pukul 08.00 WIB," ungkap dia.
Jalani karantina
Sampai di Solo, 15 Mei 2020, Rio langsung menuju Posko COVID-19 untuk menjalani pemeriksaan kesehatan. Dia lalu dikarantina di Graha Wisata Niaga selama 14 hari.
Sempat khawatir dengan tempat karantina pemkot, Rio justru merasa nyaman tinggal di sana.
"Saya kaget. Di sini teman-teman yang juga menjalani karantina itu sudah seperti keluarga. Makan terjamin, tidur nyaman, saya dapat kasur baru yang masih diplastik. Jadi benar-benar luar biasa bagi saya. Sangat memanusiakan manusia," ucap Rio.
Selepas karantina, Rio sudah memiliki rencana kegiatan, yakni berziarah ke makam orangtuanya.
"Rencananya setelah keluar karantina saya mau ke makam orangtua di Bonoloyo," ujar dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kisah Korban PHK yang Nekat Mudik Jalan Kaki dari Jakarta ke Solo, Tetap Berpuasa, Kulit Gosong Tersengat Matahari